Ustadz Faris Khoirul Anam : Warga Internet dan Muslihat Propaganda Bagian 1

 
Ustadz Faris Khoirul Anam : Warga Internet dan Muslihat Propaganda Bagian 1

LADUNI.ID - Pada tahun 1939 menjelang Perang Dunia II, penerbit Harcout, Brace and Company di Amerika Serikat menyebarkan publikasi berjudul The Fine Art of Propaganda yang mencantumkan apa yang dikenal sampai sekarang The Devices of Propaganda (Muslihat Propaganda) yang terdiri dari tujuh jenis sebagai berikut:

1. Name calling (pemburukan nama)

Ini merupakan suatu cara dengan jalan memberikan julukan yang buruk kepada suatu ide, kepercayaan, jabatan, kelompok, bangsa, ras, dan lain-lain, agar khalayak menolak atau mencerca tanpa mengkaji kebenarannya.

2. Glittering generality (penggunaan kata-kata muluk)

Sebagai kebalikan dari name calling, teknik glittering generality menggunakan kata-kata muluk (virtue word) dengan tujuan agar khalayak menerima dan menyetujui tanpa upaya memeriksa kebenarannya.

3. Transfer (alihan)

Teknik transfer adalah cara propaganda dengan menggunakan otoritas atau prestise yang mengandung nilai kehormatan yang dialihkan kepada sesuatu dengan tujuan agar khalayak menerimanya.

4. Testimonial (pengutipan)

Teknik testimonial ini adalah cara melancarkan propaganda dengan mengutip kata-kata orang terkenal mengenai baik tidaknya suatu ide atau produk, dengan tujuan agar khalayak mengikutinya.

5. Plain folks (perendahan diri)

Ini merupakan suatu cara yang digunakan oleh seseorang untuk meyakinkan bahwa ia dan gagasannya adalah baik oleh karena “demi rakyat”. Teknik ini banyak digunakan dalam politik untuk memikat simpati khalayak.

6. Card stacking (pemalsuan)

Secara harfiah card stacking berarti “penumpukan kartu”. Secara maknawiah berarti upaya menutupi hal-hal faktual atau sebenarnya, seraya mengemukakan bukti-bukti palsu, sehingga khalayak dibuat terkecoh.

7. Bandwagon (hura-hura)

Istilah bandwagon secara harfiah berarti “kereta musik”, yakni kendaraan yang mengangkut rombongan musik. Adapun yang dimaksudkan dengan bandwagon sebagai tekhnik propaganda adalah ajakan kepada khalayak untuk secara beramai-ramai menyetujui suatu gagasan atau program, dengan terlebih dahulu meyakinkan mereka bahwa kawan-kawan lainnya pun kebanyakan telah menyetuinya.

The devices of propaganda atau muslihat propaganda itu meskipun ditampilkan hampir puluhan tahun lalu, namun sampai sekarang masih menjadi bahan kajian dan banyak tercantum dalam berbagai literatur, karena pada kenyataannya memang banyak yang mempraktikkannya (Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, hal 67-68)

Pada situasi selain perang, adanya propaganda bukan sesuatu yang tak mungkin. Propaganda dengan memanfaatkan aspek komunikasi dapat terjadi pada perang pemikiran, benturan budaya (clash civilization), konflik kepentingan, persaingan dalam dunia politik, termasuk pada proses penciptaan perang proksi (proxi war).

Pada era perkembangan media sosial saat ini, tidak jarang netizen atau warga internet yang terjebak dalam pusarannya. Oleh karena itu, propaganda menjadi hal urgen dipahami dalam ilmu komunikasi yang berkembang signifikan dan massif di era media sosial ini.

Tujuan berkomunikasi pada beberapa tataran memang bersifat positif, namun tak dapat dipungkiri pada hal lain dapat pula bergeser dari maksud idealnya. Maka cermat dalam menyikapi pertukaran informasi dan mengetahui ke mana arahnya menjadi hal yang perlu diperhatikan bersama-sama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, di mana pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah dan orang yang amanah dikhianati, dan di zaman itu para Ruwaibidhoh berbicara.” Ditanyakan, siapakah Ruwaibidhoh itu?” Beliau bersabda, “Orang bodoh yang berbicara dalam masalah umum.” (HR. Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah [Lebanon: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t.], jilid 2, hal. 1339)

Wallahu A’lam