Politik Adu Domba Penjajah Belanda di Aceh

 
Politik Adu Domba Penjajah Belanda di Aceh
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Taktik  yang  dipakai  oleh  Belanda  untuk  menundukkan  orang  Aceh adalah dengan menggunakan senjata membunuh rakyat yang melawan, dan bahkan mengeksekusi para ulama yang menolak untuk bekerja sama dengan mereka.

Dengan adanya eksekusi terhadap para ulama itu, Tgk. Kuta Karang, salah satu ulama terkenal yang mempunyai komitmen terhadap sosio-politik dan kesejahteraan rakyat Aceh, mengingatkan rakyat Aceh dengan menyebarkan selebaran yang menyatakan bahwa invasi Belanda akan merusak kehidupan masyarakat Aceh, baik itu nyawa maupun  harta.

Menurutnya,  masyarakat  telah  diperbudak,  anak-anak telah mengabdi kepada Belanda, orang-orang tua bekerja sebagai tukang kebun,  remaja  putri dijadikan sebagai gundik, dan perempuan- perempuan tua sebagai pelayan.  Pendapat-pendapat tersebut mungkin dibesar-besarkan karena Tgk. Kuta Karang menulis kisah yang agak detil sehingga mampu membangkitkan emosi rakyat Aceh.  

Meskipun demikian, banyak bukti yang mendukung kebenaran selebaran-selebaran Tgk.   Kuta   Karang   tersebut.   Misalnya,  masyarakat  yang   disebut kettingberen (buruh kasar) telah dikirim ke Aceh diperlakukan bagaikan binatang pembawa beban dan kadang-kadang Belanda menyiksa mereka.

Pengaruh-pengaruh yang menguntungkan agresi Belanda telah diperlihatkan dalam sejarah perang Belanda-Aceh. Dalam usaha mereka untuk menguasai Aceh, Belanda mencoba untuk memisahkan kekuatan- kekuatan tradisional sultan, uleebalang, dan ulama dengan menawarkan “pemerintahan sendiri” (self governing) bagi para uleebalang dengan cara konteverklaring (deklarasi singkat) pada tahun 1874.

Cara ini menghasilkan hubungan  yang  tidak  harmonis  antara  uleebalang  dan  ulama,  yang akhirnya terjadi konflik berdarah di antara mereka selang beberapa waktu setelah Indonesia merdeka pada 1945. Pada dasarnya, perselisihan ini merupakan   hasil   rekayasa   Belanda   yang   dianjurkan   oleh   Snouck Hurgronje.

Belanda  menyingkirkan  sultan  sebagai  simbol  pemimpin  bagi rakyat Aceh dari posisinya dalam struktur kekuasaan. Menurut pendapat Snouck Hurgronje, peran ulama sangat signifikan, karena kekuasaan mereka harus dibatasi pada urusan-urusan keagamaan saja.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 8 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar