Manusia "Pekak Lantak"

 
Manusia

LADUNI.ID -  Dalam Kamus Besar Bahasa Pontianak, istilah pekak lantak diartikan tuna rungu. Dalam keseharian, istilah ini lebih kepada makna kiasan. Digambarkan sebagai seseorang yang tidak mau mendengarkan petuah atau nasihat dari siapapun, kalaupun sebenarnya mendengar tetapi dibuat pura-pura tidak mendengar. Kondisi sama sekali tidak mau mendengarkan orang lain untuk kebaikan, demikian kira-kira makna dari manusia ini.

Secara kasat mata, dalam keseharian tidak sulit menemukan manusia seperti ini. Tulisan ini mencermati setidaknya ada tiga tipe manusia saat ia diberikan pengajaran, saat disampaikan petuah dan nasihat, saat mendengarkan wejangan dan sebagainya.

Tipe manusia pertama adalah mereka yang dilembutkan hatinya, mudah menerima nasihat dan petunjuk, mudah tergetar saat mendengarkan ajakan-ajakan kebaikan. Manusia dengan karakter ini kecenderungannya adalah menjadi orang yang arif dan bijak, salah satu yang mendasarinya adalah karena mudahnya ia menerima petuah kebaikan dari orang lain dan alam sekitarnya.

Tipe berikutnya yakni manusia yang berubah-ubah sikap dan mentalnya. Plin-plan, tatkala yang didengarnya adalah sesuatu yang menguntungkannya maka ia pun mendekatinya tapi jika sebaliknya maka sikapnyapun dengan jelas kelihatan menolaknya. Manusia bunglon, tergantung dimana ia berada. Konsistensinya dalam in-konsistensi.

Tipe terakhir yakni mereka yang diberi peringatan atau tidak diberi peringatan, dinasihati atau tidak dinasihati tidak akan berpengaruh terhadap pola fikir mereka. Tidak mau mendengarkan nasihat kala ada orang yang menasihati, tidak mau beranjak kala ada orang yang mengajak, tidak mau membuka diri kala ada orang yang mau berdiskusi, yang lebih fatal dari sikap ini jika mudah memvonis atau menyalahkan orang lain tanpa check dan re-check.

Tidak jarang kita mendengar orang yang menyesal setelah melakukan satu perbuatan, disaat itulah kadang nasihat yang datang tidak dipedulikan, dianggap mengganggu konsentrasi. Sebuah cerita anak berikut ini kiranya dapat mengubah pola pikir kita untuk dapat mendengarkan nasihat orang lain.

Pada suatu hari, kura-kura ingin sekali terbang dan melihat dunia sekitarnya. Tidak lama kemudian Kanwil lewat dan melihat Kura-kura sedang berkhayal di tepi danau. Kancil lalu bertanya kepada Kura-kura, “Kau sedang apa Kura-kura?” tanya Kancil, “Aku sedang membayangkan bagaimana kalau seandainya aku bisa terbang. Aku pasti bisa melihat dunia dan bahagia sekali,’ jawab Kura-kura. Lalu Kura-kura melanjutkan, “Wahai Kancil, bisakah engkau membantuku?” Kancilpun bersedia membantu Kura-kura.

Tidak lama kemudian, Kancil datang dengan membawa temannya Itik dan Itok dan menjelaskan bahwa kedua temannya inilah yang akan membantu Kura-kura untuk bisa terbang. Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak ditentukanlah hari yang tepat untuk terbang, Itik menyodorkan sebilah kayu kepada Kura-kura dan menyebutkan syarat utamanya yaitu tidak boleh berbicara atau membuka mulut selama terbang. Kata Itok, “Kura-kura engkau gigitlah kayu ini dan kami akan membawamu terbang”, Lalu dia menggigit kayu itu dan Kura-kura terbang dengan bantuan Itik dan Itok yang masing-masing menggigit ranting kayu itu. Akan tetapi, saat terbang, Kura-kura lupa dengan kesepakatan dan syarat utama yang disampaikan sebelumnya, ia ingin bicara supaya bisa lebih jauh lagi dan serta merta gigitan Kura-kura pada kayu menjadi terlepas dan Kura-kura terjun bebas ke bawah yang menyebabkan tempurungnya retak. Kura-kura menyesal tidak mendengarkan nasihat teman-temannya.

Jadilah manusia yang mudah mendengarkan nasihat dan wejangan orang lain, kalau ndak, manusia pekak lantak lah die.**

Dalam Kamus Besar Bahasa Pontianak, istilah pekak lantak diartikan tuna rungu. Dalam keseharian, istilah ini lebih kepada makna kiasan. Digambarkan sebagai seseorang yang tidak mau mendengarkan petuah atau nasihat dari siapapun, kalaupun sebenarnya mendengar tetapi dibuat pura-pura tidak mendengar. Kondisi sama sekali tidak mau mendengarkan orang lain untuk kebaikan, demikian kira-kira makna dari manusia ini.

Secara kasat mata, dalam keseharian tidak sulit menemukan manusia seperti ini. Tulisan ini mencermati setidaknya ada tiga tipe manusia saat ia diberikan pengajaran, saat disampaikan petuah dan nasihat, saat mendengarkan wejangan dan sebagainya.

Tipe manusia pertama adalah mereka yang dilembutkan hatinya, mudah menerima nasihat dan petunjuk, mudah tergetar saat mendengarkan ajakan-ajakan kebaikan. Manusia dengan karakter ini kecenderungannya adalah menjadi orang yang arif dan bijak, salah satu yang mendasarinya adalah karena mudahnya ia menerima petuah kebaikan dari orang lain dan alam sekitarnya.

Tipe berikutnya yakni manusia yang berubah-ubah sikap dan mentalnya. Plin-plan, tatkala yang didengarnya adalah sesuatu yang menguntungkannya maka ia pun mendekatinya tapi jika sebaliknya maka sikapnyapun dengan jelas kelihatan menolaknya. Manusia bunglon, tergantung dimana ia berada. Konsistensinya dalam in-konsistensi.

Tipe terakhir yakni mereka yang diberi peringatan atau tidak diberi peringatan, dinasihati atau tidak dinasihati tidak akan berpengaruh terhadap pola fikir mereka. Tidak mau mendengarkan nasihat kala ada orang yang menasihati, tidak mau beranjak kala ada orang yang mengajak, tidak mau membuka diri kala ada orang yang mau berdiskusi, yang lebih fatal dari sikap ini jika mudah memvonis atau menyalahkan orang lain tanpa check dan re-check.

Tidak jarang kita mendengar orang yang menyesal setelah melakukan satu perbuatan, disaat itulah kadang nasihat yang datang tidak dipedulikan, dianggap mengganggu konsentrasi. Sebuah cerita anak berikut ini kiranya dapat mengubah pola pikir kita untuk dapat mendengarkan nasihat orang lain.

Pada suatu hari, kura-kura ingin sekali terbang dan melihat dunia sekitarnya. Tidak lama kemudian Kanwil lewat dan melihat Kura-kura sedang berkhayal di tepi danau. Kancil lalu bertanya kepada Kura-kura, “Kau sedang apa Kura-kura?” tanya Kancil, “Aku sedang membayangkan bagaimana kalau seandainya aku bisa terbang. Aku pasti bisa melihat dunia dan bahagia sekali,’ jawab Kura-kura. Lalu Kura-kura melanjutkan, “Wahai Kancil, bisakah engkau membantuku?” Kancilpun bersedia membantu Kura-kura.

Tidak lama kemudian, Kancil datang dengan membawa temannya Itik dan Itok dan menjelaskan bahwa kedua temannya inilah yang akan membantu Kura-kura untuk bisa terbang. Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak ditentukanlah hari yang tepat untuk terbang, Itik menyodorkan sebilah kayu kepada Kura-kura dan menyebutkan syarat utamanya yaitu tidak boleh berbicara atau membuka mulut selama terbang. Kata Itok, “Kura-kura engkau gigitlah kayu ini dan kami akan membawamu terbang”, Lalu dia menggigit kayu itu dan Kura-kura terbang dengan bantuan Itik dan Itok yang masing-masing menggigit ranting kayu itu. Akan tetapi, saat terbang, Kura-kura lupa dengan kesepakatan dan syarat utama yang disampaikan sebelumnya, ia ingin bicara supaya bisa lebih jauh lagi dan serta merta gigitan Kura-kura pada kayu menjadi terlepas dan Kura-kura terjun bebas ke bawah yang menyebabkan tempurungnya retak. Kura-kura menyesal tidak mendengarkan nasihat teman-temannya.

Jadilah manusia yang mudah mendengarkan nasihat dan wejangan orang lain, kalau ndak, manusia pekak lantak lah die.**

 

Oleh Sholihin H. Z.

(Penulis Buku Di Bawah Bimbingan Ilahi, MengungkapMakna di Balik Kisah)

 

 

Tags