Profesor Antropologi AS: NU Memiliki Visi Politik Jangka Panjang yang Menarik

 
Profesor Antropologi AS: NU Memiliki Visi Politik Jangka Panjang yang Menarik

LADUNI.ID, Semarang – Dalam hal manuver politik, berpedoman kepada visi politik jangka panjang lebih menarik bagi sebagian orang dibanding visi politik jangka pendek. Kenyataan yang ditampilkan politik NU memiliki visi jangka panjang dalam kerangka mengutamakan kepentingan negara, menjaga keutuhan dan kedamaian NKRI. Inilah yang menarik dari NU.

"Sehingga (bagi NU) Indonesia bukanlah negara sekuler juga bukan negara agama, namun negara agamis. Ada peran santri dalam memberikan warna dan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan kenegaraan," jelas Ronald Lukens-Bull, seorang Profesor  Anthropology and Religious Studies pada University of North Florida, AS.

Pada kesempatan itu, Ronald memaparkan hal tersebut saat mengisi kuliah umum bertajuk Pesantren dan Pergulatan Ideologi Politik di Indonesia awal pekan ini di Unwahas, Semarang, Jawa Tengah.

Ronald mengawali pidatonya dengan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang santri. “Saya pernah mondok selama enam bulan di pesantren. Maka saya juga adalah seorang santri. Anda boleh panggil saya Kang Ronny sebagaimana sering dipakai di pesantren soal panggilan kang,” demikian kata Ronald sambil tersenyum yang disambut dengan tepuk tangan para mahasiswa.

Pada kuliah umum ini, ada sesi tanya jawab yang berlangsung antusias. Seorang mahasiswa yang bertanya soal fenomena kiai yang terjun ke politik praktis. Ronald pun menjawab dengan jelas.

“Kalau sejak dulu kiai hanya fokus pada pendidikan, maka tidak akan pernah ada NU, dan tidak akan pernah ada Indonesia. Ada tugas yang diemban oleh kiai selain sebagai guru, yaitu sebagai pemimpin masyarakat. Yang terpenting adalah, bagi para kiai, jangan lupakan bahwa engkau adalah seorang guru ketika tampil di ranah politik praktis,” jelasnya.

Ronald kemudian menjelaskan tentang peran besar para ulama Asia Tenggara khususnya dari Nusantara di dunia Islam di Timur Tengah hingga awal abad ke-19. "Cukup banyak ulama Nusantara yang tersohor pada masa itu," kata Ronald.

Selain daripada itu, Ronald juga menyarankan bahwa sebaiknya Islam tasawuf perlu diimbangi dengan Islam normatif atau sebaliknya bahwa Islam normatif perlu diimbangi dengan Islam tasawuf. Dengan demikian maka tidak akan memunculkan masalah. Kalau hanya sepihak dan tidak seimbang, maka akan menimbulkan masalah.

Moderator yang saat itu diampu Zudi Setiawa , menutup rangkaian diskusi dengan menyampaikan bahwa NU sebagai salah satu kekuatan politik santri terbesar di Indonesia telah mengambil banyak peran dalam pergulatan politik di Indonesia. Prinsip NU yang memegang nilai-nilai toleransi (tasamuh), moderasi (tawasuth), dan keseimbangan (tawazun) terbukti mampu mewujudkan Indonesia yang damai dan aman di tengah pluralitas masyarakatnya. (Sumber: NU Online)