Meski Dijajah Ratusan Tahun, Indonesia Mayoritas Islam Berkat Jasa Pesantren

 
Meski Dijajah Ratusan Tahun, Indonesia Mayoritas Islam Berkat Jasa Pesantren

LADUNI.ID, Banyuwangi – Jasa pesantren yang sanggup menjaga keberlangsungan agama Islam Ahlussunah wal Jamaah di Indonesia. Padahal Indonesia pernah dijajah ratusan tahun oleh bangsa yang berbeda agama.

Hal ini disampaikan Mustasyar PBNU KH Ma’ruf di Banyuwangi, pada Rabu (31/10) kemarin. “Orang-orang biasanya akan ikut agama rajanya. Indonesia ratusan tahun dijajah oleh penguasa beragama lain, tapi hingga hari ini tetap Islam mayoritas,” katanya.

Dia berpendapat, keberlangsungan tersebut tiada lain adalah karena jasa pesantren dan para kiai. Di pesantren itulah, para kiai mendidik, mengkader santri untuk memahami ajaran Islam.

Menurut ceritanya, setelah merdeka para orang tua tetap harus mengirimkan anaknya ke pesantren. Paling tidak, dari beberapa anaknya, salah seorang dikirim ke pesantren, menjadi salah seorang yang melanjutkan ajaran Rasulullah.

“Sebuah keluarga jika punya anak 7, minimal satu dikirim ke pesantren. Tapi yang dikirim harus pintar,” tegasnya. “Jangan sampai yang dikirim ke pesantren malah anak yang kw 2, entar kalau jadi kiai, ia menjadi kiai yang kw 2 juga. Seharusnya anak yang dikirim ke pesantren adalah anak yang super, supaya nanti jadi kiai super,” jelasnya.

Anehnya, menurut Kiai Ma’ruf, belakangan ada kecenderungan terbalik. Orang tua justru mengirimkan anak nakal ke pesantren. “Anak nakal, rapor merah, tak dapat dinasihati dikirim ke pesantren. Pesantren jadi bengkel anak nakal,” ungkapnya.

Kendati demikian, sambungnya, hal itu tak masalah sebetulnya, asalkan di pesantren khusus, karena jika disatukan akan mengganggu santri yang tengah beruaya tafaquh fid din.

Ia juga mengatakan, santri zaman sekarang selain mampu membaca huruf-huruf Allah di dalam kitab tertulis, harus mampu juga membaca huruf-huruf di dalam lembaran kehidupan masyarakat. Artinya santri mampu membaca situasi kekinian, baik itu politik ekonomi, sosial, dan budaya.

“Selain mampu membaca keadaan, tapi santri juga membantu solusi atau jalan keluar kebangsaan melalui solusi fiqih, sehingga fikih memberikan solusi kebangsaan,” pungkasnya.