Bulan Safar #5: Nikah Bulan Safar?

 
Bulan Safar #5: Nikah Bulan Safar?

LADUNI. ID, HIKMAH- Waktu terus berlalu dalam rotasi bulan yang mulia ini. Bulan Safar telah mampu menujukkan keasliannya terkadang oleh sang jomblo alias lajang terus digilas. Walaupun ada sebagaian orang menganggap bulan 'sial', ini disebabkan paradigma agama yang dianut agak 'keliru'. Namun solusinya menikah di bulan Safar ini, beranikah anda?

Bulan Safar merupakan bulan kedua setelah Muharam dalam kalender Islam (Hijriyah) yang berdasarkan tahun Kamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Safar artinya kosong atau nol.

Dinamakan Safar karena dalam bulan ini orang-orang Arab dulu sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh. Telah menjadi kepercayaan yang keliru oleh sebagian umat bahwa Safar adalah bulan sial atau bulan bencana. Padahal, mitos Safar bulan sial ini sebenarnya sudah dibantah oleh Rasulullah Muhammad saw. yang menyatakan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial.

Telah disebutkan dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”

Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah saw. juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa.” (HR. Bukhari)

Kita lihat di sebagian daerah kita penduduk meyakini bahwa bulan Safar adalah bulan yang sial. Maka dari itu jarang sekali orang tua menikahkan anaknya di bulan ini. Dengan keyakinan bahwa kebanyakan orang yang menikah di bulan ini, pernikahannya tidak akan berlangsung lama atau cepat meninggal dunia atau cerai.

Padahal keyakinan tersebut adalah tidak benar dan dilarang oleh syariat, karena itu termasuk (Atthirah) yang dilarang oleh syariat sebagaimana dalam hadis Nabi saw.: “Tiada Kesialan” dalam hadis lain: "Barangsiapa menanggalkan suatu perjalanan karena pesimis (bekeyakinan akan sial) maka telah melakukan perbuata syirik.”