Ketika Bung Tomo Dipenjarakan oleh Soeharto

 
Ketika Bung Tomo Dipenjarakan oleh Soeharto
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Bung Tomo pernah berkata dengan tegas, "Untuk Tanah Air tiada pengorbanan yang terlalu besar." Seungguh jiwa dan raga Bung Tomo telah diabdikan untuk Indonesia.

Di balik pertempuran 10 November 1945, ada sosok pahlawan, yang berhasil membakar semangat arek-arek Surabaya untuk bergerak berjuang melawan penjajah, mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tapi, siapa sangka, ternyata di zaman Orde Baru, Bung Tomo pernah dipenjarakan oleh Soeharto. Orator yang membakar semangat arek-arek dalam pertempuran Surabaya yang bersejarah itu dibui karena memprotes pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Saat itu, pada tahun 1978 silam, Siti Hartinah, istri mantan Presiden Soeharto, sedang sibuk merancang pembangunan TMII. Bung Tomo mendapat informasi bahwa Bu Tien meminta para pengusaha memberikan 10 persen keuntungan usahanya untuk pembangunan TMII. Lalu Bung Tomo menyampaikan informasi itu dan mengkritik pembangunan TMII dalam setiap pidatonya.

Pada tanggal 11 April 1978, Bung Tomo ditangkap dengan tuduhan melakukan tindakan subversif. Ia dikerangkeng tanpa proses pengadilan di dalam Penjara Nirbaya, Pondok Gede. Selain Bung Tomo, turut mendekam dalam jeruji di sana, pakar hukum tata negara Ismail Sunny yang juga dikenal kritis terhadap Orde Baru.

"Bu Tien dan Pak Soeharto sepertinya tersinggung dan menangkap Bung Tomo," kata Sulistina, istri Bung Tomo.

Kritik Bung Tomo terhadap Soeharto sejatinya bukan hanya soal TMII saja. Sebelumnya, ia mengkritik keras peran asisten pribadi (Ali Moertopo dan Sudjono Humardani) dan keluarga Presiden Soeharto. Juga praktek "cukongisme" sebagai realisasi nepotisme dan klik, melalui peran ekonomi yang berlebihan dari pengusaha nonpribumi.

Menjelang Hari Pahlawan 1972, Majalah Panji Masyarakat No. 855 Tahun XIII memuat wawancara dengan Bung Tomo dengan judul Bung Tomo Menggugat: Pengorbanan Pahlawan Kemerdekaan dan Semangat 10 November 1945 telah dikhianati. Artikel ini berisi kritikan Bung Tomo kepada Presiden Soeharto, Gubernur Ali Sadikin, dan Bulog yang seolah-olah "menganak-emaskan" etnis Tionghoa.

Gara-gara TMII, Bung Tomo harus mendekam di dalam tahanan selama satu tahun, dari 1978-1979. Istrinya, Sulistina tentu saja tidak terima sang suami diperlakukan secara tidak adil oleh rezim Soeharto. Perempuan yang pada saat perang kemerdekaan itu ikut aktif dalam Palang Merah Indonesia (PMI) itu marah dan mengirim surat protes kepada Soeharto.

Dalam surat yang ditulis pada 6 Juli 1978 itu Sulistina menulis dan menyatakan bahwa orang yang sudah mempertaruhkan jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaan negaranya tidak mungkin mengkhianati bangsanya sendiri.

Bung Tomo memang telah mempertaruhkan jiwa raganya untuk Indonesia. Jasanya sedemikian besar. Pidato Bung Tomo dengan pekikan khas Allahu Akbar yang disiarkan di radio-radio menjadi energi yang menggerakkan arek-arek Surabaya melawan Belanda yang ingin menjajah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertempuran Surabaya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap 10 November tidak bisa dilepaskan dari peran penting Sutomo, alias Bung Tomo.

"Nyatanya, tuduhan yang ditujukan kepada Bung Tomo dengan memenjara selama setahun tidak terbukti," kisah istri Bung Tomo mengenang suaminya. 

Keluar dari penjara, Bung Tomo tidak sungkan langsung menunjukkan rasa cintanya pada Sulistina.

"Beliau langsung memeluk dan menggendong saya di depan umum di kantor kejaksaan," kenangnya.

Tentang pemenjaraannya, Bung Tomo menganggap hal itu sebagai sebuah risiko perjuangan. Risiko seorang Angkatan 45 yang ingin membela nama baik Angkatan 45-nya, dan ingin membela nama baik TNI yang ia ikut mendirikannya. Ia tetap tidak mendendam.

"Untuk semua itu, untuk Tanah Air tiada pengorbanan yang terlalu besar. Itulah pendirian saya," tulisnya dalam buku Romantisme Bung Tomo: Kumpulan Surat dan Dokumen Pribadi Pejuang Revolusi Kemerdekaan, yang diterbitkan oleh Yayasan Bung Tomo, 2006.

Kepada Pangkopkamtib Laksamana Sudomo dan Jaksa Agung Ali Said, Bung Tomo pernah menulis surat terkait penahanannya. Ia berjanji bila sudah keluar dari tempat dirinya ditahan, baik bila dibebaskan sama sekali atau dalam status "tahanan luar". Ia berkata, "Saya tidak akan berbicara lagi mengenai hal-hal yang sensitif dan dapat mengeruhkan suasana (misalnya perihal Presiden RI) sekarang ini."

Selepas keluar dari penjara, setahun kemudian Bung Tomo terbukti lebih mencurahkan perhatiannya untuk merawat dan mendidik keempat anaknya. Lalu tepat pada tanggal 7 Oktober 1981, terdengarlah berita duka, Bung Tomo meninggal dunia saat tengah menunaikan ibadah haji di Padang Arafah, Arab Saudi. Semoga Allah SWT mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Al-Fatihah. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 19 November 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Edi Junaidi Marsal

Editor: Hakim