Siapa yang Berhak Aqiqah, Wali atau Orang Tua?

 
Siapa yang Berhak Aqiqah, Wali atau Orang Tua?

LADUNI.ID, Pada dasarnya yang mendapat perintah (disunnahkan) beraqiqah adalah orang tua atau wali dari si anak. Perintah ini tetap melekat di atas pundak orang tua atau wali sampai si anak mencapai baligh. Jika sudah baligh, terlepaslah titah tersebut dari orang tua atau wali. Selanjutnya, pada masa baligh ini, orang tua/wali dibolehkan memilih antara mengaqiqahi atau tidak. Atau, boleh juga si anak yang sudah baligh tersebut mengaqiqahi dirinya sendiri. Walaupun dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.[1]

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik rodhiyallohu 'anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ

“Bahwasanya Nabi Saw beraqiqah untuk dirinya sendiri setelah nubuwwah (menjadi Nabi).” (Sunan Kubro, no.19273)

Meskipun Imam Baihaqi menyatakan bahwa hadits ini munkar yang berarti tidak dapat dijadikan dasar hukum, namun Syekh Zainuddin Al-‘Iraqi dalam Torhut Tatsrib menyatakan bahwa hadits ini memiliki sanad lain yang diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan Ibnu Hazm dari Al-Haitsam bin Jamil yang dapat dipakai sebagai dalil.[2]

Terlepas dari status/derajat hadits tersebut, ternyata ada beberapa atsar dari para salaf yang mengindikasikan kebolehan mengaqiqahi diri sendiri ketika sudah baligh. Di antaranya dari Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Imam Ahmad, ulama Syafi’iyah, dan sebagian Hanabilah.[3]

 

[1] Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (terjemah), Jilid 4, hlm. 297.

 

[2] Irham Sya’rani, Segala Tentang Aqiqah, babarusyda.blogspot.com,diakses 8 Oktober 2017

 

[3] Ibid,,