Membumikan Ajaran Para Wali Menuju Ridho Ilahi, Tema Diskusi Rutin Malam Minggu IPNU-IPPNU Bali

 
Membumikan Ajaran Para Wali Menuju Ridho Ilahi, Tema Diskusi Rutin Malam Minggu IPNU-IPPNU Bali

LADUNI.ID | BALI - Istighotsah dan diskusi rutin PW IPNU-IPPNU Bali Sabtu malam (24/11/2018) kali ini menghadirkan Ust. Imam Wahyudi, M.Pd.I sebagai narasumber yang membahas tentang bagaimana rekan dan rekanita mencontoh apa yang dilakukan oleh para wali dalam berdakwah pada masa awal masuknya Islam di bumi Nusantara ini.

Seperti biasa setelah diawali dengan pembacaan Istighotsah bersama, diteruskan dengan acara dskusi santai sambil menikmati kopi hangat dan jajanan yang telah disediakan.

 Mengawali pemaparannya, ustadz Imam menyampaikan, “Membumikan ajaran para wali ada dua cara yaitu melalui pendekatan kultural dan struktural.”

Kultural dalam hal ini dakwah melalui pendekatan budaya seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijogo lewat kesenian wayang kulit, dan Sunan Bonang lewat seni musik agar lebih mudah diterima oleh masyarakat pada waktu itu sehingga mengurangi resistensi yang dapat menyebabkan gejolak sosial. Terbukti dengan cara itu pemahaman agama Islam perlahan masuk kedalam aspek kehidupan masyarakat tanpa hambatan yang berarti apalagi hingga menyebabkan pertumpahan darah.

Kemudian bersamaan dengan itu dapat pula dilakukan dengan lewat lembaga struktural untuk membentuk sistem dan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan yang Islami sebagai pedoman dalam bermasyarakat dengan tujuan membentuk akhlak dan moral yang baik sesuai esensi ajaran Islam itu sendiri, ini seperti yang telah dilakukan oleh Sunan Kudus yang merupakan seorang ahli hukum ketata negaraan, dengan tetap memperhatikan budaya serta tradisi yang sudah berkembang di daerahnya sejak turun temurun.

“Seperti sebuah kaidah ,’ilmu yg tidak diamalkan ibarat pohon yang tidak berbuah’, maka sangatlah penting bagi generasi muda NU untuk selalu memiliki semangat menyampaikan ilmu yang telah didapat bagi masyarakat luas agar menjadi maslahat sehingga menjadi bermanfaat dan amal yang berjariyah, tidak saja bagi diri sendiri namun juga bagi para guru yang telah mengajarkannya”, demikian tambahnya.

Menjawab pertanyaan dari salah seorang hadirin tentang bagaimana menyikapi kebiasaan masyarakat yang dapat dikategorikan syirik seperti tradisi penghormatan kepada Nyai Roro Kidul, ustadz Imam menjelaskan, “Setiap manusia dikaruniai fitrah yaitu hati nurani untuk dapat menilai dan memilih hal yang baik ataupun tidak, jika sebuah tradisi tidak berbenturan dalam prakteknya dengan ajaran Islam yang kita dapatkan, maka tidak masalah untuk kita lanjutkan. Namun jika sebaliknya menyimpang dari ajaran Islam maka sudah seharusnya tidak kita lakukan dengan sekali lagi memberi masukan solutif agar tidak samasekali menghilangkan tradisi itu secara total. nilai-nilai kebaikan didalamnya harus kita akomodasi”.

Muhammad Ardiyansah sebagai moderator turut menyampaikan, “ Jadikan Ulama kita sebagai contoh dan panutan, maka selama apa yang disampaikan tentang sebuah kebenaran, yakinlah bahwa itu telah melalui proses ijtihad mendalam mereka berdasarkan ilmu al Qur’an dan Hadits,  jika kita melaksanakannya maka insyaAllah akan menjadi berkah”.

Mengakhiri diskusi ini Ustadz Imam berpesan, “Cukup kita mencontoh suri tauladan yang baik dari setiap tradisi budaya leluhur, tunjukkan kearifan kita dan tunjukkan kepada masyarakat luas bahwa ajaran wali itu memang benar adanya”.

 

(jun/dad)