Keluarga, Harta, dan Amal Ibadah

 
Keluarga, Harta, dan Amal Ibadah
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Di antara hadis yang menjadi pengingat kita tentang alam barzakh adalah hadits berikut ini: 


يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ 


Ada tiga hal yang mengikuti mayat (ke pemakamannya). Dua hal akan kembali dan satu akan tetap bersamanya di alam kuburnya, yaitu mayat itu diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”. (HR. Bukhari dari Anas bin Malik).

Pembahasan hadis ini masih bagian dari bab Keutamaan Zuhud dan Anjuran Hidup Sederhana. Hal ini penting sebagai penyeimbang dan bisa menjadi rem pengendali diri dalam menyikapi perkembangan kehidupan dunia saat ini yang cenderung materialisme dan hedonisme, lupa akan tujuan akhir pada kehidupan akhirat yang sesungguhnya.

Hadis ini memperlihatkan perbandingan kedudukan antara keluarga, harta benda, dan amal ibadah. Ternyata yang sangat bermanfaat dan diperlukan hakekatnya untuk keselamatan dunia dan akhirat semenjak dalam alam kubur adalah amal ibadah itu sendiri. Terbukti, keluarga seperti istri, anak, cucu, atau orang tua dan lainnya, serta harta berupa fasilitas dan sarana yang diperlukan dalam prosesi pemakaman, semuanya akan kembali ke rumah dan akan sibuk dengan diri dan dunianya masing-masing, bahkan sibuk dengan urusan harta warisan. Mereka tidak mampu memberi pertolongan banyak kepada orang yang sudah meninggal. Hanya dengan modal amal ibadah itulah yang diharapkan sesungguhnya, karena inilah yang menemani setiap orang dalam kuburnya. Ketika amal ibadahnya bagus dan banyak, maka inilah yang kemudian dirasakan menjadi nikmat kubur. Sebaliknya, ketika yang bersangkutan tidak punya atau kurang modal amal ibadahnya, hanya dosa yang banyak pada dirinya, maka inilah yang kemudian menyiksa dirinya dan disebut sebagai adzab kubur.

Hadis ini mengingatkan agar mengurus dan mencintai keluarga seperti istri, suami, anak, dan lainnya jangan berlebih-lebihan, apalagi sampai menjadi penyebab kelalaian dalam menjalankan ibadah. Demikian juga dalam mengurus dan sibuk mengumpulkan harta kekayaan jangan berlebih-lebihan jangan sampai karena sibuk dan ambisi mengejar kenikmatan dan kemewahan dunia menjadi penyebab lalai dalam beribadah.

Jangan sampai mengorbankan amal ibadah dan panggilan tuntunan agama, hanya karena gensi dan rayuan keluarga serta mengejar harta kekayaan. Hal ini sudah ditegaskan Allah dalam al-Qur’an:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ


Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al-Munafiqun/63: 9).

Oleh karena itu, hadis ini mengingatkan agar keluarga seharusnya menjadi lahan dan sarana yang akan mempermudah dan memperbanyak amal ibadah, dengan cara anak, istri, suami atau lainnya dibekali dengan pendidikan agama sejak dini sehingga mereka inilah yang akan selalu mendoakan dan memohon ampunkan bagi keluarganya yang sudah meninggal dunia. Jadi, keluarga seperti ini menjadi amal ibadah yang ikut menemani dalam kuburnya. Demikian juga, harta kekayaan yang dikelola dan dipergunakan kepada jalan yang diridhai Allah akan menjadi amal ibadah jariyah yang ikut menemani dan memberikan rasa kenyamanan dalam kuburnya.

Rasulullah SAW. bersabda:


الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ


Orang cerdas adalah orang yang selalu mengevaluasi dirinya dan mempersiapkan amal ibadah sebagai bekal hidup setelah kematian. Orang bodoh adalah orang yang selalu mengikuti selera hawa nafsunya. (HR. Tirmidzi dari Syaddad bin Aus).

Semoga Allah selalu menuntun dan membuka pintu hati kita menerima taufik sehingga termasuk orang-orang yang cerdas, dan tidak lalai dalam menjalankan amal ibadah sebagai modal kebahagian di akhirat kelak.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 2 Desember 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

______

Penulis: Dr. Wajidi Sayadi (Wakil Rais Syuriah PWNU Kalbar)
Editor: Athallah Hareldi