Kader IPNU-IPPNU Bali Harus Cerdas dan Dewasa Sikapi Berita Politik Nasional

 
Kader IPNU-IPPNU Bali Harus Cerdas dan Dewasa Sikapi Berita Politik Nasional

LADUNI.ID | BALI - Sabtu (1/12/2018) di gedung PWNU Bali seperti biasa dilaksanakan Istighotsah rutin dan diskusi oleh PW IPNU-IPPNU Bali.

Narasumber yang dihadirkan kali ini adalah Ustadz Qowi Alaska, yang juga adalah pegiat KPPS dan mantan aktivis PMII.

Dalam kesempatan itu dibahas tentang bagaimana sikap generasi millenial di tahun politik yang sedang berlangsung saat ini.

Mengawali diskusi setelah pembacaan Istighotsah bersama, Ustadz Qowi menjelaskan tentang 4 pilar kebangsaan yang menjadi fondasi yang harus diperhatikan oleh setiap kader dalam menyikapi gejolak tahun politik sekarang ini yaitu;

Pancasila,  

Bhineka Tunggal Ika,  

NKRI

Undang-Undang Dasar 45

yang untuk memudahkannya mengingat dapat disingkat menjadi PBNU.

“Pancasila adalah falsafah ideologi yang membungkus kebhinekaan sebagai keniscayaan bangsa ini lalu diterima menjadi NKRI, sebagai bentuk negara sesuai kesepakatan bersama dalam bingkai persatuan untuk menjalani kehidupan bernegara, demi mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera seperti yang dicita-citakan dibawah aturan UUD 45' sebagai pedoman konstitusi hukum”, terangnya.

Pada saat  para generasi milenial ini mengalami ketergantungan akan gadget dimana dalam 24 jam banyak sekali waktu yang dihabiskan, dan sebagian besar aktif berinteraksi dalam sosial media pasti banyak sekali berita politik yang diakses dan dikonsumsi. Di saat inilah pentingnya generasi milenial harus memiliki kemampuan dalam menyaring berita-berita itu, dan sebagai kaum terpelajar hendaknya dapat melihatnya dari sudut pandang yang positif.

Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana cara menyikapi orang yang terjebak dalam fanatisme politik, Ustadz Qowi menyampaikan bahwa, fanatisme politik yang terbentuk adalah sesuatu yang wajar saat ini, mengingat gencarnya sosialisasi tentang calon-calon pemimpin yang sudah tentu memang bermaksud mempengaruhi, dan membangun fanatisme para pemilih melalui pemaparan program atau keunggulannya masing-masing guna meraup suara sebanyak-banyaknya pada saat pemilihan nanti. Dan dengan adanya sosial media, penyebaran berita-berita yang terkadang bercampur dengan HOAX itu semakin cepat meluas. “Sebisa mungkin kita berikan penjelasan dengan cara yang baik untuk meluruskan pemberitaan yang kurang benar”, jelasnya.

Seperti biasa pada akhir sesi, moderator M. Ardiansyah menyimpulkan hasil diskusi ini, “Pada intinya kita harus bersikap cerdas dan dewasa dalam berpolitik,  saring yang positif hilangkan yg negatif, dan memperbanyak bertukar pikiran dengan yang lebih faham tentang politik, apalagi kebanyakan dari generasi millenial ini termasuk dalam kelompok usia labil”.

Sebagai penutup ustadz Qowi berpesan, “Generasi milenial itu bagaikan sebuah kertas putih,  kena tinta hitam pasti hitam, kena tinta merah pasti merah. Jadi senantiasa perlu bimbingan, begitu pula kita harus bisa membimbing”.

 

(jun/dad)