Ini Alasan Gus Dur Perintahkan Banser Jaga Gereja

 
Ini Alasan Gus Dur Perintahkan Banser Jaga Gereja

LADUNI. ID, ASWAJA- Penanganan konflik antarumat Kristen dan Islam  di Ambon tahun 1999 mencerminkan sikap kenegarawanan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang layak diapresiasi. Sehingga konflik tersebut  tidak merambah ke daerah lain sebagai sentimen agama yang memicu terjadinya konflik serupa. 


Demikian diungkapkan tokoh muda NU, Rijal Mumazziq Z saat menjadi narasumber pada sarasehan kebhinekaan dalam Dialog Lintas Iman, Literasi Media Sosial, Merawat Indonesia, Merajut  Kebhinekaan di aula GOR SMAK Santo Paulus, Jember, Jawa Timur, Rabu (1/8) malam.


Menurut Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah (Staifas) Kencong Jember ini, Gus Dur yang ketika itu masih menjadi Presiden RI, mendengar beberapa usulan dari sebagian tokoh Islam aliran garis keras dan sejumlah politisi agar Barisan Ansor Serbaguna atau Banser dikirim ke Ambon.


Hal tersebut untuk membantu umat Islam yang dalam posisi terjepit akibat konflik. Bahkan ada yang usul agar Gus Dur selaku pemerintah mengirim tentara untuk membantu umat Islam yang merasa didzalimi. 


“Namun Gus Dur dengan tegas menolak usulan itu. Yang diinginkan Gus Dur adalah melerai pihak-pihak yang terlibat konflik,” katanya.


Ketua Pimpinan Cabang (PC) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Kota Surabaya itu menambahkan, sikap yang demikian membuktikan bahwa Gus Dur adalah seorang negarawan, bukan politisi. "Kalau Gus Dur bertindak sebagai politisi, akan memanfaatkan konflik tersebut untuk menaikkan citranya dengan mengiyakan usulan-usulan itu. Sehingga Gus Dur di mata mereka dianggap sebagai pembela umat Islam," ungkapnya. 


Atau bisa saja Gus Dur menghubungi Raja Arab untuk minta bantuan guna memperpsenjatai umat Islam di Ambon. “Tapi itu tidak beliau lakukan karena jernih melihat persoalan. Gus Dur menganggap kedua umat yang berkonflik itu adalah warga negara Indonesia yang wajib dilindungi,” jelasnya.


Namun sikap tengah dalam menangani konflik ini, membuat mereka yang memang tidak suka Gus Dur semakin punya alasan untuk mendongkelnya dari kursi Presiden RI. Hal tersebut dilakukan dengan menyebarkan isu bahwa Gus Dur tidak membela umat Islam.


“Akhirnya Gus Dur benar-benar jatuh,” tuturnya. 

Dalam pandangan alumnus pascasarjana UIN Sunan Ampel tersebut, kerukunan hidup beragama di Indonesia cukup kondusif. Kendati Muslim merupakan mayoritas, namun tidak semena-mena, bahkan  menghargai dan melindungi penganut agama lain yang notabene minoritas. 


Salah satu bentuk perlindungan terhadap minoritas itu adalah keterlibatan Banser dalam mengamankan gereja saat Natal. “Tapi tahukah kita, siapa orang yang pertama kali secara resmi memerintahkan Banser menjaga gereja? Beliau adalah KH Abdurahman Wahid, Presiden RI ketika itu,” ungkapnya.


Menurutnya, gagasan agar Banser ikut menjaga gereja menunjukkan betapa sangat luasnya pemikiran Gus Dur. Bukan sekadar mengamankan gereja atas nama kemanusiaan dan keindonesiaan, tapi secara tidak langsung ingin menitipkan keselamatan umat Islam minoritas di berbagai pelosok Indonesia, khususnya di luar Jawa. 


“Seakan-akan Gus Dur ingin berkata, hai orang-orang Nasrani, para romo dan para pendeta, kami memerintahkan Banser untuk menjaga gereja kalian. Maka lindungilah saudara-saudara kami ketika melaksanakan Idul Fitri di Papua, Sulawesi dan sebagainya,” ulas Rijal.


Walaupun demikian, orang yang berpikiran sempit lantas dengan serta merta mencaci maki bahkan menistakan Banser yang menjaga gereja. Mereka secara telanjang menuduh NU (Banser) syirik,  bersekongkol dengan kaum kafir dan sebagainya. "Padahal Gus Dur juga ingin melindungi umat Islam yang ada di daerah lain, yang justru merupakan minoritas," sergahnya. 


“Dengan cara itu, Gus Dur juga melindungi umat Islam yang menjadi minoritas di daerah lain,” tandasanya di hadapan hadirin yang memadati acara. 

Sumber: NUonline