Mencaci Ulama? Ingat, Daging Ulama Beracun

LADUNI. ID, KOLOM- Islam maju berkat peran dan perhatian para ulama dalam berdakwah. Sosok ulama itu merupakan penerus estafet keilmuan Islam bahkan merupakan warisatul ambia. Dewasa ini sebagian orang kerap mencaci ulama terutama lewat komentar dan tulisan miring di berbagai media termasuk medsos dan lainnya.
Luhumul Ulama’ Masmuumah (daging ulama itu beracun) kalimat ini cukup populer di kalangan penuntut ilmu. Ini bukan hadits dari Nabi, kalimat ini disampaikan Ibnu Asyakir untuk membela Imam Hasan Al-Asy’ari sekaligus memberikan nasehat kepada umat Islam agar menghormati ulama dan tidak mencela dan mengghibahnya.
Ghibah adalah perkara yang menjijikkan. Sehingga dalam al Qur’an diistilahkan dengan memakan daging bangkai.
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah kalian saling menggibah. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).
Bila mengghibah sesama muslim ‘hanya’ seperti memakan daging busuk yang mengandung kuman penyakit.
Mengghibah ulama dengan membicarakan aib dan kekurangannya diistilahkan dengan memakan daging beracun.
‘Racun’ itu adalah penjagaan Allah kepada para kekasihnya. Dan ancaman musibah seperti memakan racun bagi yang melanggar penjagaan itu. Racun berujung kematian/fatal akibatnya.
Karena itu hati-hati merendahkan mereka. Apalagi sampai menghina, mengghibah atau merubuhkan kehormatan mereka.
Pelajaran dari orang-orang dahulu, mereka binasa lantaran terlalu lancang terhadap orang-orang yang memegang warisan Nabi Saw tersebut.
Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam “Tabyin Kadzib Al-Muftari” hlm. 29 berkata:
” واعْلَمْ يَا أخِي، أَنَّ لُحُومَ العُلَماءِ مَسْمُومَةٌ، وَعَادةُ اللهِ في هَتْكِ أسْتَارِ مُنْتَقِصِيهِمْ مَعْلُومَةٌ، لأنَّ الوَقِيعَةَ فِيهِمْ بِمَا هُمْ مِنْهُ بَرَاءٌ أمْرُهُ عَظِيم ٌ، والتَّناوُلُ لأعْراضِهِم بالزُّورِ والافْتِراءِ مَرْتَعٌ وَخيمٌ ، والاختِلاقُ عَلَى من اخْتارهُ اللهُ مِنْهُم لِنَعْشِ العِلْمِ خُلُقٌ ذَمِيمٌ “.
“Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya daging para ulama itu beracun (menggunjingnya adalah dosa besar), dan kebiasaan Allah dalam menyingkap kedok para pencela mereka (ulama) telah diketahui bersama. Karena mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada mereka, merupakan petaka besar, dan melecehkan kehormatan mereka dengan cara dusta dan mengada-ada merupakan kebiasaan buruk, dan menentang mereka yang telah Allah pilih untuk menebarkan ilmu, merupakan perangai tercela”.
Ghibah/merendahkan bahkan mengkriminalkan ulama lebih berbahaya daripada yang lain, karena sama saja dengan merendahkan syariat dan ilmu yang mereka pelajari, masyarakat akhirnya tidak akan mau mendengar mereka.
Merendahkan atau mengghibah seseorang hanya akan merugikan pribadi yang dighibahi. Namun jika ulama direndahkan, sama dengan menghancurkan Islam karena ulama adalah pembawa bendera Islam, jika benderanya jatuh, hancurlah Islam.
Jika syariat sudah direndahkan dan ulama sudah tidak didengar lagi, maka yang menjadi rujukan manusia nantinya syetan dan kroco kroconya.
Maka seorang muslim harus mampu menjaga lisannya dari ghibah, berkata kotor dan mengatakan hanya yang bermanfaat saja. Sebagaimana sabda Nabi saw: “Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir hendaknya berkata yang baik atau diam”.
Seorang muslim harus berusaha memerangi hawa nafsu dan menahan diri dari ghibah dan dosa yang lain. Takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya adalah salah satu jalan menahan nafsu, Nabi bersabda: “Jihad yang paling utama adalah melawan hawa nafsu untuk mentaati perintah Allah” (Al-Hadits).
Daging ulama itu beracun. Sudah maklum, ada sunatullah yang berlaku bagi orang yang merendahkan ulama: satirnya (aib) akan tersingkap. Dan orang yang mencela ulama akan diuji oleh Allah sebelum orang tersebut mati: hatinya terlebih dahulu mati.”
Ada pernyataan sama namun tak serupa yang juga dinisbatkan kepada Ibn Asakir:
لحوم العلماء سم: من شمها مرض، ومن ذاقها مات
“Daging ulama itu racun: yang menghirupnya akan jatuh sakit, yang mencecapnya akan mati.”
Ketinggiannya ilmu para ulama walaupun mereka sempat terjerumus dalam kefasikan tetap sebagai kekasih Allah SWT. Ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadist dalam Murâqî al-‘Ubûdiyyah yang berbunyi, al-‘âlim ḥabîb allâh wa law kâna fâsiqan wa al-jâhil al-‘âbid ‘aduw allâh wa law kâna ‘âbidan (orang alim yang fasik merupakan kekasih Allah dan orang bodoh yang taat merupakan musuh Allah).
Beranjak dari itu, sosok ulama itu pewaris nabi, hendaknya kita berusaha untuk melapangkan dada dan memelihara diri dari menghina dan sejenisnya kepada siapapun terlebih sang ulama pewaris nabi, terlebih dewasa ini dengan suhu politik dan kita juga harus bertabayun terhadap sesuatu, menghargai perbedaan. Mari kita menghadirkan kehidupan yang sejuk bersama ulama demi meraih dan menggapai Husnul khatimah dan kebahagiaan sa'adah daraini.
***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi dan Penikmat Kopi BMW Cek Pen Lamkawe. Dikutip dari berbagai sumber.
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...