Biografi Pati Unus ( Pangeran Sabrang Lor ) Sultan Demak Bintoro ke II

 
Biografi Pati Unus ( Pangeran Sabrang Lor ) Sultan Demak Bintoro ke II

Daftar Isi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Pati Unus
1.3  Nasab Pati Unus
1.4  Wafat

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Pati Unus  

2.1  Guru-guru Pati Unus

3.  Penerus Pati Unus

3.1  Anak-Anak Pati Unus

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Pati Unus

5.  Keteladanan Pati Unus

6.  Referensi

 

1   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Pati Unus lahir sekitar tahun 1480. Beliau adalah putra dari Raden Patah (Pendiri Kesultanan Demak) dan ibunya adalah Putri dari Sunan Ampel yang bernama Dewi Murtasimah atau Asyiqah atau Solekha dari Maloka. Beliau terlahir dengan nama Raden Abdul Qadir. Beliau mempunyai beberapa nama panggilan diantaranya:

  1. Pangeran Sabrang Lor
  2. Pati Unus
  3. Adipati Unus
  4. Raden Suryo
  5. Pati Unus

1.2 Riwayat Keluarga Pati Unus

Pernikahannya dengan permaisuri putri Bathara Kathong Ponorogo mempunyai 4 anak yaitu: 

  1. Ratu Mas Pembayun, yang kemudian nikah dengan Pangeran Mukmin. 
  2. Ratu Mas Panenggak, yang kemudian nikah dengan Pangeran Mangkurat. 
  3. Adipati Ponorogo 
  4. Pangeran Made Pandhan Abdul Salam yang disebut Ki Ageng Pandhanaran (bukan Pandanaran yang dikenal sebagai Sunan Tembayat).

 
1.3 Nasab Pati Unus 

Jika diambil dari garis keturunan Ayah beliau adalah cucu dari Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dengan silsilah sebagai berikut :

  1. Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi
  2. Raden Patah
  3. Pati Unus

Jika diambil dari garis keturunan Ibu beliau adalah masih keturunan dari Rasulullah SAW, dengan Silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar/ Syekh Jumadil Kubro
  22. As-Sayyid Ibrahim Asmoroqondi
  23. As-Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel
  24. Dewi Murtasimah atau Asyiqah Istri Raden Patah
  25. Raden Abdul Qadir atau Pati Unus

1.4 Wafat

Pati Unus  wafat pada tahun 1521. Dan dimakamkan di komplek pemakamanMasjidAgung Demak. Di sebelah Ayahanda beliau Raden Patah dan saudaranya Sultan Trenggono

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Pati Unus

Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Raden Patah

2.1 Guru-guru Pati Unus

  1. Raden Patah
  2. Sunan Kalijaga

3  Penerus Pati Unus

3.1 Anak-anak Pati Unus

  1. Ratu Mas Pembayun, yang kemudian nikah dengan Pangeran Mukmin. 
  2. Ratu Mas Panenggak, yang kemudian nikah dengan Pangeran Mangkurat. 
  3. Adipati Ponorogo 
  4. Pangeran Made Pandhan Abdul Salam yang disebut Ki Ageng Pandhanaran (bukan Pandanaran yang dikenal sebagai Sunan Tembayat).

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Pati Unus

Setelah Sultan Patah wafat, penyerangan ke Majapahit dilanjutkan oleh Sultan Demak II yaitu Pati Unus, yang dalam catatan orang Portugis disebut Patih Yunus. Saat pemerintahan Sultan Patah, Pati Unus telah diangkat sebagai Patih, merangkap putra mahkota. Setelah Sultan Patah mangkat, Pati Unus dinobatkan sebagai Sultan bergelar Sultan Demak Syaikh Alam Akbar II.
Pati Unus yang dijuluki Pangeran Sabrang Lor, adalah Sultan yang ingin mengembalikan kejayaan Majapahit melalui Demak. Visinya adalah menjadikan Demak sebagai Kasultanan maritim yang besar. Namun Pati Unus sadar, bahwa Malaka kini telah dikuasai Portugis, maka Demak-pun harus mempersiapkan kekuatan terlebih dahulu, agar tidak diserang Portugis dengan bantuan Prabu Udhara. Pati Unus mengetahui bahwa Raja yang beragama Hindu di tanah Jawa itu menjalin persekutuan dengan Portugis di Malaka, dengan tujuan agar dapat mendesak kekuasaan Kasultanan Demak, bahkan menundukannya. Terbukti Prabu Udhara telah melakukan kontak dan berkirim hadiah kepada Portugis lewat utusan.

Dalam Serat Babad Demak dan Babad Tanah Jawi II, disebutkan setelah Demak gagal menyerang Malaka pada 1513 M, Prabu Udhara dari kadipaten Majapahit semakin berani menentang Demak, bahkan sering berupaya merongrong kekuasaan Demak dengan mempengaruhi Adipati lain untuk melepas diri dari kekuasaan Demak. Ditambah pengkhianatan Prabu Udhara dari Majapahit yang bersekutu dengan Portugis, menyebabkan Demak menyerang Majapahit di tahun yang sama 1513 M, Sultan Patah Sunan Kudus memimpin serangan darat, lewat Madiun. Sedang Pati Unus mendapat tugas menyerang Majapahit dari laut lewat Sedayu. Peperangan berlangsung selama 6 tahun (1513 M-1518 M). Tahun 1515 M dan 1516 M, tertulis dalam riwayat Portugis bahwa Prabu Udhara masih memerintah kadipaten Majapahit. Pasukan Demak yang masih tertekan kalah perang di Malaka, segera mengalahkan pasukan Prabu Udhara yang lebih segar dan yang telah mempersiapkan penyerangan pasukan Demak. 

Dengan sebab itulah Pati Unus melanjutkan penyerangan besar-besaran ke kadipaten Majapahit, dan akhirnya setelah enam tahun peperangan itu pasukan Demak berhasil menaklukkan Majapahit untuk kedua kali dan terakhir kali. Setelah itu Kadipaten Majapahit tidak pernah muncul kembali dengan tewasnya Prabu Udhara pada 1519 M. Akhir keruntuhan Majapahit itu ditandai dengan dipindahkannya pusaka-pusaka Majapahit ke Demak oleh Pati Unus, diantaranya  8 tiang pendapa keraton Majapahit dijadikan sebagai tiang serambi Masjid Agung Demak yang selesai pada 1520 M, sebagai prasasti pindahnya sejarah Majapahit ke Demak Bintoro di masa Sultan Demak ke-2. 

Akhirnya Majapahit berubah menjadi kota yang sepi dan tidak mempunyai fungsi saat dikuasai Prabu Udhara. Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya merupakan raja Majapahit terakhir keturunan Erlangga yang memerintah dari 1478 M1498 M. Tahta Majapahit setelah dikuasai dan dilanjutkan oleh Prabu Udhara pada 1498 M1519 M, dan seiring dengan pergantian itu wilayah kerajaan Majapahit menjadi semakin menyempit. 

Pembinaan pelaut Demak semakin berkembang di bawah pimpinan Senopati/ Pati Unus, putra Sultan Patah. Pada tahun 1511 M, Pati Unus menjadikan Jepara sebagai bandar dan pangkalan armada Demak. Sultan Demak membuat pesanggrahan gunung-gunung Allah yaitu Pesanggrahan Banyu Biru Ambarawa, Tlatah yang dekat dimana tinggal saudara tirinya Ki Ageng Banyu Biru. Sultan Patah juga memilih tempat uzlah untuk memohon kepada Allah di hutan Wonowoso, artinya hutan tempat penguasa bertapa di desa Wonowoso kecamatan Karang Tengah, sekitar 11 km dari jantung kota Demak. Kasultanan Islam Demak didirikan tidak dengan bersukaria, tetapi sebaliknya sesuai dengan arti nama Demak yaitu Air Mata atau Rawa, yang didirikan dengan penuh pengorbanan dan susah payah. Kerja keras Raden Patah yang dibantu para santrinya dan para wali antara lain menjadikan Demak sebagai pusat perdagangan menyaingi Tuban Ujunggaluh yang dikuasai penuh oleh Majapahit dan menjadikan Demak sebagai pusat ilmu dan penyiaran agama Islam sejak sejak 1478 M. 

Semua daerah yang di bawah kekuasaan Demak, rata-rata menyatakan tunduk secara ikhlas dan tidak ada paksaan dari Sultan Patah. Adipati maupun penguasa daerah yang tunduk merasa terayomi/ terlindungi serta tidak terbebani pajak-pajak yang memberatkan. Bagi Kasultanan Demak-Bintoro yang sudah mampu mengembangkan Pelabuhan Laut yang ramai dikunjungi pedagang merupakan penghasilan yang mendatangkan uang dan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan Kasultanan Demak-Bintoro sehingga pajak para petani tidak diutamakan, apalagi upeti dari daerah-daerah yang di bawah kekuasaan Demak. Selain itu Sultan Patah terkenal dengan kesederhanannya dan tidak gila harta. Tujuan utama beliau hanyalah ingin menyebar luaskan agama Islam ke seluruh daerah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada saat itu. Bahkan daerah yang tidak mau tunduk pun tidak diserang Demak, selagi tidak menggangu kedaulatan Demak dan tidak mempersulit/ merintangi pengembangan Islam tetap dihormati kedaulatannya. Selain itu Sultan Patah juga tidak pernah memaksakan orang untuk beragama Islam dan menghormati agama lain serta sering mengadakan hubungan kerjasama dagang maupun memberi suaka politik bila dimintai masyarakat non muslim. Ringkasnya, agama Islam tersiar secara damai di bumi Nusantara. 
Pada zaman keemasan Demak tersebut, banyak buku yang ditulis, diantaranya: Serat Anbiyak, Serat Kandha, Serat Nitisruti, Serat Nitipraja, Serat Sewaka, Serat Menak, Serat Rengganis, Serat Manikmaya, Suluk Linglung, Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, Suluk Pasisiran yang beraneka macam, misal Suluk Sujinah, Het Boek van Bonang, Een Javaans Geschrift uit de 16 Eeuw.

Kasultanan Islam Malaka di Johor menguasai perdagangan dan pelayaran Asia Tenggara saat diperintah Sultan Mahmud Syah sejak 1488 M, menggantikan ayahnya Sultan Alaudin Syah. Namun mulai meredup dan hal ini diketahui Sultan Patah, yang bersambung sejak lama. Saat itu Hang Tuah Sakti adalah panglima perang, Hang Jebat teman Hang Tuah, menjadi Duta Besar Kasultanan Johor untuk Demak yang banyak membantu Kasultanan Demak-Bintoro dalam keprajuritan. 
Sains dan teknologi bidang transportasi ada 2 bagian, yaitu transportasi darat dan air. Transportasi darat yang mampu dibuat saat itu seperti cikar dan pedati, yaitu semacam gerbong barang beroda, ditarik kuda maupun sapi. Barang-barang dagangan yang diperjuall belikan dalam jumlah besar umumnya diangkut dengan jenis cikar dan pedati ini. Selain itu juga ruang keranda untuk Raja di atas hewan tunggangan seperti gajah dan kuda. 

Bidang transportasi laut, saat itu sudah mengenal cara memotong pohon jati untuk dibuat menjadi kapal-kapal yang banyak jumlahnya. Pohon jati banyak tersedia di hutan-hutan jati seperti Jepara, Grobogan, Blora, Lasem dan Rembang. Pohon jati yang sudah tua dan berukuran besar dipotong lalu dibelah secara membujur. Untuk membuat bentuk lengkungan pada bagian sisi kapal, kayu dipanaskan dengan api agar lebih bersifat elastis hingga membentuk lengkungan kayu sesuai yang dikehendaki. Agar lebih kuat, tidak Jarang pula dilapisi dengan batangan-batangan besi. Pada masa itu juga sudah memahami suatu cara bagaimana kapal yang berukuran besar dengan banyaknya muatan barang maupun orang saat pergi berperang tidak jatuh tenggelam, melainkan tetap terapung di atas permukaa air lautan. Contoh kapal perang yang dibuat saat itu adalah kapal perang pesanan dari Khilafah Turki ‘Utsmani. Lodewicksz memberitakan bahwa ada seorang Penguasa Banten memerintahkan para teknisi membuat kapal-kapal perang pesanan dari Khilafah Turki ‘Utsmani. Kapal-kapal perang ini dibuat di Lasem dengan kayu-kayu jati yang diambil di hutan jati sekitar Lasem. Bahkan kapal Junk milik Pati Unus adalah kapal terbesar yang pernah dilihat oleh orang-orang Portugis. Kapal Junk terbesar milik Pati Unus benar-benar menakjubkan, mampu menampung 1.000 pasukan muslim di lautan lepas. Kapal terbesar milik Portugis bernama Anunciada terlihat sangat kecil, ketika dibandingkan dengan kapal Junk Pati Unus. Kapal perangnya juga tidak mampu ditembus oleh puluhan peluru api meriam tua Espera milik Portugis pimpinan Fernao Peres de Andrade saat di perairan Malaka.“ Bahkan pernah disebutkan dalam surat kepada Raja Portugis yang isinya sebagai berikut:

Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa seribu orang tentara di kapal, dan Yang Mulia dapat mempercayaiku ... bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat, karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali. Kami menyerangnya dengan bombard, tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan (tembakan) esfera (meriam besar Portugis)[catatan 2] yang saya miliki di kapal saya berhasil masuk tetapi tidak tembus; kapal itu memiliki tiga lapisan logam, yang semuanya lebih dari satu cruzado tebalnya.[catatan 3] Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat armada ini untuk menjadi raja Malaka. – Fernão Pires de Andrade, 

Sultan Patah memberi tugas Adipati Jepara yaitu Pati Unus, putra mahkota untuk mempersiapkan penyerangan ke Malaka yang dikuasai oleh penjajah Portugis. Pati Unus mengirim mata-mata ke Malaka dipimpin Hang Jebat/ Kiai Jebat untuk menyelidiki kekuatan Portugis dan benteng pertahanannya. Setelah mendengar laporan dari mata-mata yang dipimpin oleh Kiai Jebat, serta merta mempersiapkan sarana dan prasarana perang yang diperlukan, maka pada akhir 1512 M, Pati Unus memimpin armada perang Kasultanan Demak-Bintoro menyerang Malaka karena ditaklukkan Portugis pada tahun 1511 M. Saat itu Pati Unus baru berumur 17 tahun, namun sepak terjangnya pantas disebut Panglima Perang. 

Panglima perang Pati Unus memimpin armada Demak dengan kekuatan 90 jung dan 12.000 prajurit menyeberang laut Jawa dan singgah di Palembang untuk mendapatkan tambahan bantuan jung, prajurit dan meriam dari keluarga kakek tirinya. Sesampai di perairan Selat Malaka pada akhir 1512 M, gabungan armada Demak dan Palembang menyatu dengan armada perang Kasultanan Samodra Pasai. Mereka mengatur siasat penyerangan untuk mengepung Malaka dari laut. Kekuatan pasukan laut ada 100 jung dengan jumlah prajurit lebih dari 12.000. Ditambah dengan orang Jawa yang mukim di Malaka sebagai barisan pendem dipimpin Adipati Kadir yang akan menyerang lewat darat Malaka. Strategi perang telah disepakati, maka bulan Januari 1513 M mereka mulai menggempur benteng Portugis di Malaka. Barisan pendem Jawa yang menyerang lewat darat tidak berhasil sesuai rencana, karena laporan telik sandi Prabu Udhara dari Majapahit sekutu Portugis di Malaka. Barisan pendem Jawa telah dilumpuhkan sebelum perang atau mereka yang dicurigai diusir keluar Malaka.

Pertempuran laut berjalan sengit, prajurit Portugis mampu memukul mundur armada gabungan Demak, Palembang dan Samudera Pasai. Armada gabungan mengalami kekalahan, kapal tinggal tersisa 7 atau 8 buah dari 100, sekitar 1.000 prajurit tewas dan 1.000 orang tertawan musuh. Pati Unus selamat dan kembali ke Jepara, kapalnya ditambatkan di perairan Jepara, disimpan di bawah hanggar sebagai kenangan pahit dalam ekspedisi yang gagal. Sedangkan Sultan Samodera Pasai Zainal Abidin juga menyingkir ke Jawa, dan sejak saat itu bandar Samodera Pasai meredup. Sebab kegagalan lainnya adalah angin ribut bulan Januari telah memporakporandakan 3 pasukan gabungan, sehingga formasi/susunan perang yang direncanakan menjadi kacau. Walau demikian pasukan Portugis juga menderita korban yang tidak sedikit. Penyebab penting kegagalan lainnya adalah karena persenjataan maupun taktik licik dan strategi Portugis jauh lebih unggul. 

Ekspedisi militer ke Malaka meskipun mengalami kegagalan, namun bagi Demak hal itu cukup membanggakan dan secara politis begitu berarti. Nama Pati Unus cukup disegani oleh kawan maupun lawan. Kasultanan Demak Bintoro makin disegani oleh Portugis ataupun para raja sahabat di Nusantara. Hal ini terbukti dari Surat laporan kepada Rajanya, 8 Januari 1515 M, Alfonso d’ Albuquerque menyebut bahwa Pati Unus, Sultan Raden Patah dan Adipati Kadir adalah tokoh yang menakutkan Portugis. Keberanian Pati Unus memimpin perang melewati Laut Utara pulau Jawa, maka dijuluki Pangeran Sabrang Lor. Sedangkan Kiai Jebat/ Hang Jebat tidak lama setelah kejadian itu, meninggal dunia dan dimakamkan di sebelah timur jalan Bhayangkara Demak. 

Sementara itu Sultan Malaka memindahkan pemerintahannya di Johor. Setelah Malaka dikuasai Portugis, pusat perdagangan kawasan selat Malaka terbagi 2 yaitu, Malaka dan Aceh. Aceh melepaskan diri dari kekuasaan Pidie dan mendirikan Kasultanan pada 1514 M dengan penguasanya Sultan Ibrahim gelar Sultan Ali Mughayat Syah. Pada 1521 M Kasultanan Samudera Pasai jatuh di tangan Portugis dan pada tahun yang sama yaitu 1521 M, Pati Unus/ Pangeran Sabrang Lor. Sultan Demak ke-2, wafat dan dimakamkan bersebelahan dengan makam ayahnya, Sultan Patah di kompleks Masjid Agung Demak.

5   Keteladanan Sultan Trenggono

Pati Unus memiliki semangat juang seperti Sultan Patah ayahandanya serta pantang mundur dalam memegang amanat untuk memajukan Kasultanan Demak-Bintoro dalam menegakkan ajaran Islam di Nusantara. Karena memang saat tahun 1522 M, terdapat catatan bahwa masih banyak orang Jawa beragama Hindu di Majapahit walaupun penguasanya sudah runtuh.” Hal yang tidak berbeda juga terjadi di Jawa bagian barat yang masih dikuasai kerajaan Hindu Pajajaran. 

Di bawah kekuasaan Pati Unus, seluruh negeri di Pulau Jawa telah bergabung dengan Kasultanan Demak-Bintoro. Para raja dari berbagai propinsi, dari Batam hingga Blambangan menyatakan ketundukannya. Pada masa pemerintahan Pati Unus inilah, agama Islam telah berhasil ditanamkan dengan kuat di seluruh pulau Jawa. Masjid-masjid telah selesai dibangun dan perjanjian-perjanjian untuk membangun kerukunan dan perdamaian berhasil dibuat dengan raja-raja dari Kalimantan, Palembang, Bali, Singapura, Indragiri dan negeri-negeri lain di kepulauan ini. Pati Unus diceritakan sebagai pemimpin yang pandai, baik dan berbudi luhur. Beliau mengembangkan pengembangan-pengembangan di bidang Maritim. Pati Unus termasuk tokoh yang di takuti oleh musuh-musuhnya bahkan hal ini terbukti dari Surat laporan kepada Rajanya, 8 Januari 1515 M, Alfonso d’ Albuquerque menyebut bahwa Pati Unus, Sultan Raden Patah dan Adipati Kadir adalah tokoh yang menakutkan Portugis.

6   Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
  4. Sejarah Wali Sanga, Purwadi,
  5. Dakwah Wali Songo, Purwadi dan Enis Niken,
  6. Lembaga Research & Survey I.A.I.N Walisongo Semarang. Inporan Hasil Proyek P enelitian Bahan-Bahan Sejarah Islam di Jawa Tengah Bagian Utara.Semarang. 1975.
  7. Muhammad Khafid, dkk. Suluk Wali-Wali Tanah Jawi. Demak. I 994 
  8. Muzayin Munawar KH. Kutipan Sejarah Masuknya Islam di Indonesia dan Sejarah Masjid Agung / Kasultanan Demak (Diktat).
  9. Panitia Hari Jadi 1992. Menyambut Hari Jadi Kabupaten Demak ke : 489 . (Diktat).
  10. Panitia Penyusun Hari Jadi Kabupaten Demak. Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Demak. Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Demak : 1991.


 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya