Sejarah Kesultanan Mataram Islam

 
Sejarah Kesultanan Mataram Islam

Daftar Isi

1.  Awal perkembangan Kerajaan Mataram Islam

2.  Sistem Pemerintahan di Kesultanan Mataram Islam  

3.  Perkembangan di Masa Pemerintahan Mataram Islam

3.1  Perkembangan di Bidang Politik
3.2  Perkembangan Bidang Ekonomi
3.3  Perkembangan di Bidang Sosial Budaya

4.  Dari Masa ke Masa Pemerintahan di Mataram Islam

4.1  Kyai Ageng Pamanahan ( Kyai Gede Pamanahan )
4.2  Panembahan Senopati ( Danang sutawijaya )
4.3  Raden Mas Jolang ( Panembahan Hanyakrawati / Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram )
4.4  Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma )( nama asli : Raden Mas Jatmika )
4.5  Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)
4.6  Amangkurat II (Nama asli Amangkurat II ialah Raden Mas Rahmat )
4.7  Amangkurat III (Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna )

5.  Peranan Kesultanan Mataram Islam Dalam Penyebaran Dakwah Wali Songo

6.  Referensi

 

1  Awal perkembangan Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam,Kesultanan Mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (Indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di Jawa. 

Nama Mataram berasal dari nama bunga, sejenis bunga Dahlia yang berwarna merah menyala. Ada juga nama Mataram yang dihubungkan dengan Bahasa Sansekerta, Matr yang berarti Ibu, sehingga nama Mataram diberi arti sama dengan kata Inggris Motherland yang berarti tanah air atau Ibu Pertiwi. Sebelum tahun 1000 M daerah ini telah berkembang suatu peradaban yang ditinggalkan oleh kerajaan Hindu. Pada abad ke-14 sewaktu Majapahit mencapai puncak kejayaan, bumi Mataram rupanya dipandang kurang penting. tidak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa para raja Mataram kuno yang hidup beberapa abad sebelumnya masih dikenang di Majapahit. Sampai saat ini pun belum ada data-data yang mungkin dapat menghubungkan Mataram Islam yang berdiri akhir abad 16 dengan Mataram kuno.

Pada awalnya daerah Mataram dikuasai kesultanan Pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Kyai Ageng Pemanahan. Selanjutnya, oleh Kyai Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat permukiman baru dan persawahan.Kyai Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan daerah itu. Beliau membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan strategi untuk menundukkan para penguasa yang menentang kehadirannya.

Pada tahun 1575, Pemanahan meninggal dunia. Beliau digantikan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Di samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, beliau pun bercita-cita membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram dengan pajang pun memburuk.Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini, kesultanan Pajang mengalami kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni Hadiwijaya meninggal dunia (1587), Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati atau yang bergelar Panembahan Senopalti Ing Alaga Sayidin Pantagama. Letak kerajaan ini berada di Kotagede, Sebelah tenggara kota Yogyakarta. Senopati Ing Alaga. Beliau mulai membangun kerajaannya dan memindahkan senopati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah kekuasaanya, penembahan senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Kyai Ageng Mangir dan Kyai Ageng Giring. Pada tahun 1590,ketika memerintah dikerajaan  Mataram,  banyak  bupati  yang  ingin  melepaskan  diri  dari  kekuasaannya. Diantara  para  bupati  yang  ingin  melepaskan  diri  dari  kekuasaannya  adalah  bupati Ponogorogo, Madiun, Kediri, Pasuruan, Surabaya,  Cirebon  dan  Galuh. 

Namun upaya mereka  untuk  melepaskan  diri  tidak  berhasil  karena  Sutowijoyo  dikenal  memiliki keahlian di bidang kemiliteran berhasil mengatasi semua pemberontakan tersebut. Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika beliau bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak beliau akan menguasai seluruh tanah Jawa. Kemudian  pada  tahun  1601  Sutowijoyo  wafat.  Beliau  dimakamkan  di  kotagede. 

Meskipun  demikian  beliau  dinilai  telah  berhasil  meletakan  dasar-dasar  yang  kokoh  bagi kerajaan Mataram. Selanjutnya setelah Sutowijoyo wafat, kerajaan Mataram diperintah oleh Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak.Pada   awal   pemerintahan   terjadi   lagi   pemberontakan-pemberontakan   yang masing-masing  dilakukan  oleh  Demak  dan  Ponorogo.  Tetapi  Mas  Jolang  berhasil memadamkan pemberontakan tersebut. Pemberontakan terhadapnya tampaknya belum berakhir.  Pada  tahun  1612  Surabaya  melakukan  perlawanan.  Mas  Jolang  kemudian mengirimkan   tentaranya   berusaha   menumpas   pemberontakan.   Sementara   upaya memadamkan pemberontakan terus berlangsung dan belum berhasil dipadamkan, Mas Jolang wafat. Beliau dimakamkan di Kotagede.

Pengganti Mas Jolang bernama Adipati Martapura. Tetapi penggantinya ini tidak mampu menjalankan tugas pemerintahan karena keadaan fisik yang lemah serta sakit- sakitan.  Selanjutnya  untuk  meneruskan  pemerintahan  Adipati  Martapura  diganti  oleh Mas  Rangsang.  Beliau  ternyata  orang  kuat  yang  mampu  memimpin  pemerintahan.  Pada masa  pemerintahannya  kerajaan  Islam  Mataram  mencapai  kemajuan  yang  pesat  di bidang  petanian,  agama  dan  kebudayaan,  Mataram  ketika  itu  merupakan  kerajaan terhormat dan disegani tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga di pulau-pulau lainnya.

Karya sastra berupa buku berjudul  Sastra  Gending  merupakan  hasil karya yang ditulis  oleh  Mas  Rangsang  sendiri.  Wayang  sebagai  kesenian  yang  digemari  rakyat berkembang   pesat   pula.Pada   masa   pemerintahan   Mas   Rangsang   (tahun   1633) ditetapkan  perhitungan  tahun  Islam  didasarkan  bulan.  Oleh  sebab  itu  Mas  Rangsang sebagai raja yang lebih terkenal dengan sebutan Sultan Agung.

2 Sistem Pemerintahan di Kesultanan Mataram Islam

Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri Sultan. Seorang Sultan atau Raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara Raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan Senopati terus-menerus memperkuat pengaruh Mataram dalam berbagai bidang sampai beliau meninggal pada tahun 1601. beliau digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak (1601 – 1613).

Peran Mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah Mas Jolang meninggal, beliau digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mencapai kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja Mataram ketiga. Beliau mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta. Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa beliau mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Beliau dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”. Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.

Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. 

Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk mengepung Batavia.

Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, Kyai ageng Juminah, Kyai Ageng Purbaya, Kyai Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639.Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan mataram bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. 

Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah Jawa. Oleh sebab itu, struktur serta jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan istana.Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun kitab serat Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M. Serat sastra endhing berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja berisi tata aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis sejarah babad tanah Jawi.

Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa pengaruh luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi pesantren islam dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka. Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram. Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah, berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun jawa ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem penanggalan ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.

Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan non-militer memang telah dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan Senopati menyempurnakan bentuk wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senopati, mas jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah negeri demak, serta menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah Serat Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.

Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN