Cerita Yang Jarang Diungkap Sebelum Wafatnya KH. Maimoen Zubair

 
Cerita Yang Jarang Diungkap Sebelum Wafatnya KH. Maimoen Zubair
Sumber Gambar: Dokumentasi Istimewa, Iluatrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Tradisi amaliyah agama seperti mengirimkan doa dan memintakan ampun kepada para pendahulu, guru dan orang tua kita adalah tradisi kebaikan yang sudah dicontohkan sejak dari dulu. Seperti halnya haul, dzikir, dan tahlil adalah tradisi kebaikan yang sudah diajarkan dari dulu oleh leluhur dan para pendahulu kita. Dimana tradisi ini sudah tidak perlu lagi diperdebatkan. Di dalam Surat Muhammad ayat 19 disebutkan:

فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۚ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوٰىكُمْ ࣖ (١٩)

19. Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

Sehingga sah kita berdzikir dengan Tahlil La ilaha illallah lalu beristighfar. Karena diayatnya juga dicontohkan seperti ini. Selain itu juga dimaksudkan bahwa ketika ada seorang kafir yang berumur tujuh puluh tahun lalu meninggal, itu tidak bisa diistighfari, jika sebelum meninggal ia tidak melafalkan kalimat La ilaha illallah. Artinya adalah, kita tidak bisa memintakan ampun seseorang kafir yang meninggal belum melafadzkan Syahadat. Tetapi kita bisa mengistighfarkan seorang yang kafir tujuh puluh tahun yang sudah melafadzkan syahadat. Sehingga disisi lain sebagian thariqah diajarkan tahlil terlebih dahulu lalu istighfar, karena justru tahlil ini yang mengesahkan istighfar. Tetapi sebagian thariqah yang lain karena Lailaha illallah  dimaknai sebagai kalimat thoyibah, maka diawali dengan istighfar terlebih dahulu. Sehingga silahkan saja, karena ini soal tradisi atau kebiasaan. Begitu penjelasan Gus Baha ketika mengutip Imam Syadzili. 

Mbah Moen atau KH. Maimoen Zubair sebelum wafat terlihat bahagia sekali di Sarang, Rembang. Bahkan ada santri yang dimintai mendoakan beliau, agar wafat di Mekah. Semua seperti telah rencana. Gus Baha beberapa hari sebelum Mbah Yai Maimoen wafat itu sering bertemu. Suatu saat, ketika beberapa uang Mbah Moen itu dititipkan Gus Ubab, putra pertama Mbah Moen. Beliau, Mbah Moen berkata ”Bab jika aku pulang, uang ini kembalikan. JIka tidak, bagikan ke anak-anak” begitu yang diceritakan Gus Baha. Alhasil beliau tidak kembali dan wafat di Mekah. 

Beberapa hal yang terkait keluarga Mbah Moen juga diceritakan kepada Gus Baha, misalnya cerita jika mbah-mbah beliau wafat dihari selasa.  Beliau pernah berkata “Jika aku wafat hari selasa, berarti aku diakui Ulama. Karena Ulama itu wafatnya kebanyakan selasa.” Maksudnya adalah, Allah memakai status kealiman KH. Maemun Zubair jika wafat di hari selasa. Lalu beliau melanjutkan, “Tetapi jika aku wafatnya jumat, berarti aku ini wali”. Lalu Gus Baha menjawab, “Kok enak semua mbah?. Mbah Mun pun tertawa. Artinya ini adalah betapa khusnudzonnya Mbah Moen kepada Allah SWT.

Gus Baha ketika membaca Kitab karangan Sayyid Abdullah Al Haddad selalu teringat Mbah Maemun Zubair. Karena Imam Haddad yang terkenal wali Qutbh itu wafatnya hari selasa. Karena Allah pun menciptakan gunung itu pada hari selasa, dan beberapa ulama wafatnya juga pada hari selasa. Karena ulama itu ibarat gunung.

Mbah-mbahnya Kyai Maimun Zubair banyak yang wafat di hari selasa. Tetapi juga sebagian keluarganya Mbah Moen wafatnya Jumat. Sehingga, keluarga besarnya Mbah Yai Maimoen itu wafat Jumat, atau selasa. Ungkap Gus Baha.

Gus Baha juga bercerita tentang abahnya, yaitu Kyai Nursalim. Bahwa ketika akan wafat beliau tertib sekali, membeli beras dahulu dengan jumlah banyak. Lalu menjemput Gus Baha di Jogja untuk pulang boyong. Sekitar sebulan dua bulan sebelum wafat, beliau datang ke Jogja mengajak Gus Baha sowan ke Pak Zaini Dahlan, memamitkan pulang.

Sehingga ini bisa kita pelajari bahwa wafatnya orang-orang pilihan itu tertib. Gus Baha juga dibelikan tanah untuk membangun rumah, termasuk batu-batu pondasi, dan beberapa pintu yang dijadikan rumah beliau. Lalu setelah itu Kyai Nursalim seperti pamit, tetapi dengan keadaan santai, tidak membahas kematian, dan tahu-tahu setelah itu beliau wafat. Begitulah cerita Gus Baha tentang beberapa orang sholih ketika sebelum meninggal. Begitu tertib dan tertata. Semoga kita semua mendapatkan hikmah dari cerita ini. Wallahu a'lam. 


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian Gus Baha. Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

______

Penulis: Athallah Hareldi