Sikap Orang Tua kepada Anak, Sehingga Anak Cerdas dan Sholeh

 
Sikap Orang Tua kepada Anak, Sehingga Anak Cerdas dan Sholeh
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Keluarga Imran adalah keluarga yang sering disebutkan di dalam Al Quran, bahkan kisah keluarga ini menjadi salah satu surat di dalam Al Quran, Ali Imran. Keluarga Imran dinisbatkan kepada seseorang yang bernama Imran bin Matsan bin al-Azar bin al-Yud… bin Sulaiman bin Daud AS. Nasabnya tersambung hingga ke Nabi Daud AS. Dalam bahasa Ibrani Imran disebut dengan Imram. Dalam buku-buku Nasrani namanya disebut dengan Yuhaqim. Keluarga Imran adalah turunan (cabang) terakhir orang-orang beriman dari turunan Bani Israil. Namun antara mereka dengan Nabi Ya’qub terpisah beberapa qurun lamanya. Dari Keluarga ini lalu terlahirlah nanti Siti Maryam yang memiliki putra Nabi Isa AS, dan Asy' Ya yang menjadi Istri Nabi Zakaria dan nantinya memiliki putra yaitu nabi Yahya AS.

Sayyidah Maryam adalah seseorang yang bisa menjadi Kekasih Allah karena Obsesinya satu, ingin memiliki anak yang mengabdi kepada Allah. yaitu disebut dalam Quran Surat Ali Imran ayat 35 disebutkan

اِذْ قَالَتِ امْرَاَتُ عِمْرَانَ رَبِّ اِنِّيْ نَذَرْتُ لَكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

35. (Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Sehingga di kelurga Imran, Ibunya Siti Maryam bisa menjadi Kekasih Allah (Waliyullah perempuan) karena doa ini.  Beliau berdoa dan bernadzar bahwa yang di dalam perutnya yaitu Si Maryam kecil adalah untuk mengkhidmahi agamya Allah.

Di dalam bayangannya ia akan mendapat anak laki-laki, tetapi oleh Allah diberi anak perempuan. Awalnya ia kecewa, tetapi akhirnya ia ikhlas. Dan ia tetap berdoa agar perempuan ini nantinya tidak tergoda oleh setan dan anak turnunya. Dan benar saja, Allah mengabulkan permintaannya, perempuan ini nantinya akan menjadi seorang Maryam, Ibu Nabi Isa AS yang nantinya akan mengawal agamanya Allah SWT.

Ibunya Maryam ini tidak pernah melihat putrinya ini sebagai buah hatinya, tetapi sebagai hamba yang akan melanjutkan perjuangan agama Allah.

Sedangkan sekarang, kita sudah banyak terpengaruh oleh budaya luar, seperti halnya budaya kapitalis. Dengan menganggap bahwa, ketika kita merawat anak kita maka nantinya anak kita yang akan merawat kita di hari tua. Sebuah pikiran yang kurang tepat dan cenderung transaksional.

Sehingga baiknya adalah sepemikiran dengan apa yang disampaikan Ibunya Siti Maryam. Yaitu menjadikan anak sebagai sarana untuk meneruskan agama nya Allah. Kalau orang tua meninggal, maka ya didoakan. Melakukan amal yang bisa mengalirkan pahala, mengajarkan ilmu atau kebaikan sehingga menjadi jariyah.

Dicerita lain Nabi SAW ketika memuji Hasan dan Husein. Yang menghentikan perang  kubunya Ali dan Muawiyah ini, ketika Sayyidina Ali wafat adalah Sayyidina Hasan. Beliau Sayyidina Hasan ridho memberi kekuasaan kepada Muawiyah daripada terus berseteru dan perang. Sehingga menjadi dinasti Umayyah, karena Sayyid Hasan tidak meneruskan dari Sayyidina Ali.

Kita bisa belajar agar tidak salah langkah kepada anak turun kita dari beliau semua. Ketika salah langkah atau salah memahami yang dikontekskan Allah ketika kita diberi keturunan, maka bisa tergelincir atau bahkan celaka ,Naudzubillah.

Jika orang lain bisa kita hormati karena ada kalimat tauhid yang ada dalam dirinya, karena ia muslim, mengapa tidak kita hormati anak keturunan kita yang juga sebagai penerus kalimat tauhid ini. Atau penerus agama Allah ini.

Wallahu a'lam. Semoga kita bisa mendapatkan manfaat dari kisah ini. 


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian KH. Bahaudin Nursalim (Gus Baha). Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

______

Penulis : Athallah Hareldi