Biografi KH. Achmad Dimyati Gayaman Mojokerto

 
Biografi KH. Achmad Dimyati Gayaman Mojokerto

Daftar Isi Biografi KH. Achmad Dimyati Gayaman Mojokerto

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.    Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Achmad Dimyati diperkirakan lahir pada tahun 1927

1.2 Riwayat Keluarga
Dalam pernikahan beliau dengan putri KH. Achmad Naim dikaruniai dua puluh satu orang anak putra dan putri.

1.3 Wafat
KH. Achmad Dimyati meninggal pada tahun 1990, pada usia 63 tahun.

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan
Pengembaraan keilmuan beliau, ditempuh selama 3 tahun mondok di PP. Tebuireng. Kemudian melanjutkan mondok di Pondok Dzulqornain Desa  Purworejo Kec. Pungging dibawah asuhan KH. Achmad Naim.

Pada saat mondok di Pondok Duzlqornain Purworejo ini, KH. Achmad Dimyati memperoleh ilmu yang berlimpah dari KH. Achmad Naim. Mulai dari ilmu syariat hingga ilmu hikmah. KH. Achmad Dimyati adalah santri yang suka tidur saat nyantri di KH. Achmad Naim. Kalau sudah duduk ngaji, beliau langsung tertidur. Tetapi uniknya, saat KH. Achmad Naim bertanya tentang pelajaran yang diajarkannya, KH. Achmad Dimyati bisa fasih menjawab dibanding dengan santri lain yang tidak tidur.

Hal ini bisa jadi karena kealiman KH. Achmad Dimyati yang diatas rata-rata, bisa jadi pula karena kelebihan yang telah dimiliki beliau secara turun menurun. KH. Achmad Dimyati bila ditelusuri nasab beliau ke atas, akan sampai kepada jalur Joko Tingkir atau Raja Hadiwijaya (Raja Pajang). Ini sama dengan silsilah Gus Dur, bila ditelusuri ke atas akan bersambung dengan Joko Tingkir. Mungkin karena ada keterkaitan jalur, ada kemiripan kebiasaan, sering tidur tetapi bisa faham dengan pembicaraan orang disekelilingnya.

Tidak berhenti disitu, KH. Ahmad Dimyati melengkapi ilmunya dengan belajar tasawuf dan berbaiat thoriqoh kepada KH. Asyari-Ngoro. Beliau dibaiat sebagai murid Thoriqoh Naqsabandinyah Qodiriyah Kholidiyah.

Tentang baiat thoriqoh ini, ada cerita menarik. KH. Achmad Dimyati sebenarnya lebih dahulu berbaiat thoriqoh dibanding dengan gurunya, KH. Achmad Naim. Tetapi saat KH. Achmad Naim berbaiat, hanya waktu 40 hari, beliau langsung diangkat menjadi mursyid. Dan dikala KH. Achmad Dimyati sudah tiba waktunya menjadi mursyid, beliau tidak diangkat oleh KH. Asyari, tetapi oleh KH. Achmad Naim sendiri, gurunya.

2.1 Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau selama hidupnya adalah sebagai berikut:

  1. KH. Achmad Naim
  2. KH. Asyari Ngoro
  3. Pengasuh dan Pengajar Pondok Pesantren Tebu Ireng

3.  Perjalanan Hidup dan Dakwah
Selama menjalani kehidupan pasca pernikahannya, KH. Achmad Dimyati, mengabdikan hidupnya dengan mengajar dan mengajar. Dari dalam pesantren sendiri beliau istiqomah mengajar santri santri PP. Dzulqornain Purworejo. Selain itu, beliau juga memiliki rutinan ngaji di berbagai desa-desa sekitar. Suatu saat, ketika sedang membacakan kitab kuning di daerah Mojosari, didengarkan oleh KH. Achyat Chalimi. Beliau  penasaran dengan sosok pembaca kitab itu, lalu mencari sosok orang yang ngaji itu. Beliau kira adalah KH. Achmad Naim, tetapi ternyata adalah KH. Achmad Dimyati.

Karena peristiwa itulah, KH. Achmad Dimyati diajak bergabung dengan Ngaji Ahadan yang dimandegani oleh KH. Achyat Chalimi. Ngaji Ahadan yang sekarang menjadi program LDNU Kab. Mojokerto, yakni ngaji keliling setiap ahad dari kecamatan ke kecamatan se Mojokerto. Pengajiannya dengan membaca kitab secara bergantian diantara para Kiai.

Selain alim kitab, KH. Achmad Dimyati dikenal sebagai Kiai Sakti Mandraguna. Pada masa-masa ganyang PKI, KH. Achmad Dimyati diberi tugas sebagai Pelatih Pemuda Ansor dalam olah kanuragan dan kesaktian. Maka semua pelatihan Pemuda Ansor dibawah pengawasan KH. Achmad Dimyati.

Karena militansi beliau menyiapkan Pemuda Ansor ini, KH. Achmad Dimyati termasuk salah satu target yang hendak dibunuh oleh PKI. Bahkan beliau sudah disiapkan lubang kuburannya. Tetapi berbagai cara yang dilakukan oleh PKI, selalu gagal. Seperti upaya penyergapan, bahkan pembantaian dirumahnya, pun gagal.

Dari pengakuan Gus Ainur Rofiq (putra KH. Achmad Dimyati ke. 14), pasca peristiwa G 30 S PKI, berbagai ilmu kedigdayaan yang dimiliki oleh KH. Achmad Dimyati ditanggalkannya. Beliau khawatir apabila diteruskan, menjadikan syariatnya terpinggirkan. Karena  masa setelah G 30 S PKI, ilmu kedigdayaan sudah tidak seberapa diperlukan.

Meskipun demikian, kediaman KH. Achmad Dimyati tidak sepi dari tamu yang meminta amalan untuk menyelesaikan berbagai problem kemasyarakatan. Tamunya tidak berhenti. Pun dengan bisyaroh-nya. Hanya saja, KH. Achmad Dimyati orang yang dermawan. Uang yang dimilikinya banyak disedekahkan untuk dakwah Islam dan menyelesaikan permasalahan masyarakat.

Menjelang wafat KH. Achmad Naim, KH. Achmad Dimyati diberi wasiat. Bila KH. Achmad Dimyati ingin tetap di Purworejo, maka diizini hanya menguatkan ilmu syariatnya saja. Sedang bila keluar dari Purworejo, maka diperbolehkan menyebarkan tarekat dan syariatnya.

Atas petunjuk para Kiai sepuh, KH. Achmad Dimyati memutuskan untuk keluar dari Purworejo. Beliau mencari tempat yang sesuai untuk dakwah menyebarkan Islam yang menjadi amanahnya. Banyak tokoh yang menawari untuk bermukim di daerahnya. Tetapi belum membuat ketetapan hati KH. Achmad Dimyati dan Istri untuk mengiyakan. Hingga akhirnya, pilihannya jatuh ke Desa Gayaman Kec. Mojoanyar. Di desa inilah kemudian KH. Achmad Dimyati membangun pesantren dan lembaga pendidikan. Serta membimbing jamaah thoriqoh Naqsabandiyah Qodiriyah Kholidiyah.

4.  Referensi

  1. https://nuonlinemojokerto.or.id/biografi-kh-achmad-dimyati-gayaman/
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya