Serial Tokoh Wayang: Abimanyu

 
Serial Tokoh Wayang: Abimanyu

Laduni.ID, Jakarta - Abimanyu  adalah putra kesayangan dari Arjuna, penengah dari Pandawa dan cucu Prabu Pandudewanata, raja Negeri Astina. Ibunya bernama Dewi Subadra dalam pewayangan lebih dikenal dengan sebutan Dewi Wara Sembadra,  putri Prabu Basudewa raja negeri Matura/Madura/ Mandura  dengan Dewi Dewaki.

Nama Abimanyu mengandung arti ‘kalau ia sedang marah, tak ada yang berani mendekat'. Abi atau abhi artinya dekat, manyu artinya marah.

Abimanyu adalah seorang kesatria yang tampan, pendiam, berilmu tinggi, dan kuat bertapa. Itulah sebabnya ia berhasil mendapatkan Wahyu Cakraningrat, yang penting artinya bagi kemenangan keluarga Pandawa dalam Bharatayuda di kemudian hari.

Selain nama Abimanyu, dia juga mempunya nama lainnya yaitu :

  1. Angkawijaya yang bermakna sangat unggul nilainya.
  2. Jayamurcita yang bermakna tajam perasaannya.
  3. Jaka Pangalasan yang bermakna  pengembara.
  4. Kiriyatmaja yang bermakna anak Kiriti/Arjuna.
  5. Partasuta yang bermakna anak Sang Parta/Arjuna.
  6. Sumbadraja yang bermakna anak Dewi Wara Sumbadra.
  7. Wanudara yang bermakna kecukupan.
  8. Wirabattana yang bermakna anak pahlawan negara.

Dalam Wayang Golek purwa Sunda, nama lain Abimanyu masih ditambah lagi dengan Sidamukti. Murcalalana, dan Tanjunganom.

Dikisahkan, sejak dalam kandungan ia telah mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. saat berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Arjuna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Arjuna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra tertidur, maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.

Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang kesatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Utari, putri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayudha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.

Sebagai cucu Dewa Indra, dewa senjata sekaligus dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan kesatria-kesatria besar seperti Durna, Karna, Duryudana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayah, paman, dan sekutunya.

Dikisahkan, Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta para Raja Hastina.

Abimanyu mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu:

  1. Sumitra
  2. Bratalaras
  3. Bambang Irawan
  4. Kumaladewa
  5. Kumalasakti
  6. Wisanggeni
  7. Wilungangga
  8. Endang Pregiwa
  9. Endang Pregiwati
  10. Prabakusuma
  11. Wijanarka
  12. Anantadewa
  13. Bambang Sumbada.

Dalam pewayangan di Indonesia, siapa yang berhasil mendapatkan Wahyu Cakraningrat kelak akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa. Ketika  berusaha  memperoleh  Wahyu Cakraningrat itu Abimanyu     bersaing Lesmana Mandrakumara dan Samba Wisnubrata. Lesmana Mandrakumara adalah putra Prabu Anom Sbyudana, Raja Astina. Sedangkan Samba, putra kesayangan Raja Dwarawati, Prabu Kresna.

Karena wahyu yang didapatnya itulah maka walaupun sebenarnya anak keluarga Pandawa yang tertua adalah Pancawala, anak sulung Puntadewa, namun seluruh keluarga Pandawa seolah sepakat bahwa Abimanyu adalah putra mahkota.

Abimanyu beristri dua orang,yaitu:

  1. Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Perkawinannya dengan Dewi Siti Sundari diatur oleh Prabu Kresna yang mengharapkan cucunya dapat menjadi raja di Tanah Jawa. Tetapi perkawinan itu ternyata tidak dikaruniai keturunan.
  2. Dewi Utari, putri bungsu Prabu Matswapati dari Kerajaan Wirata. Sedangkan dengan Dewi Utari Abimanyu mendapat seorang putra yang tidak sempat la saksikan kelahirannya. Abimanyu gugur dalam Bharatayuda ketika Dewi Utari tengah mengandung tua. Anak tunggal Abimanyu itu diberi nama Parikesit. Kelak setelah Bharatayuda usai dan Pandawa menang, Parikesit menduduki takhta Kerajaan Astina.

Ketika masih remaja Abimanyu pernah berperang melawan seorang raja gandarwa bernama Rabu Jayamurcita alias Angkawijaya dari Kerajaan Plangkawati. Raja gandarwa itu dibunuh Abimanyu karena Jayamurcita berusaha mempersunting Dewi Subadra, sewaktu ayahnya sedang tidak ada di Kasatriyan Madukara. Sejak itu Abimanyu juga menyandang nama Jayamurcita atau Angkawijaya, sedangkan Plangkawati dijadikan kasatriyan tempat tinggalnya.

Dalam sebuah lakon sempalan yang berjudul Juwitaningrat, Abimanyu sekali lagi menyelamatkan keutuhan rumah tangga ayahnya. Menurut lakon itu, seorang raseksi sakti yang jatuh cinta kepada Arjuna, mengubah wujud dirinya sebagai wanita cantik dan mengaku bernama Juwitaningrat. Arjuna terkecoh dan melayani cinta wanita raksasa itu. Lahirlah anak mereka, Bambang Semboto atau Bambang Senggoto.

Karena dimabuk cinta pada istri barunya, Abimanyu yang ketika itu masih kecil bersama Dewi Subadra dibuang ke hutan. Abimanyu kemudian mengganti namanya menj adi Jaka Pengalasan untuk membongkar rahasia Juwitaningrat. Berkat kesaktian Abimanyu dan bantuan kakang kawah' serta ‘adi ari-ari', putra Arjuna itu berhasil memaksa Juwitaningrat kembali pada wujud aslinya, sedangkan Bambang Semboto mati terbunuh. Arjuna akhirnya menyadari  kesalahannya  dan  menerima kembali Dewi Subadra sebagai istrinya. Lakon ini dikenal pula dengan lakon Jaka Pengalasan.

Dalam perang besar antara keluarga Pandawa dan Kurawa, yang dikenal dengan sebutan Bharatayuda. Abimanyu bersama dua orang adiknya, Bambang Sumitra dan Brantalaras belum boleh terjun ke medan perang Ketiganya bahkan dilarang meninggalkan Istana Wirata. Hal ini menyebabkan Abimanyu kecewa dan gundah karena ia merasa telah mempersiapkan diri menghadapi perang besar itu selama bertahun-tahun. Baru pada hari ke-13, atas usul Prabu Puntadewa, Abimanyu diangkat sebagai panglima perang di pihak Pandawa

Setelah semua keluarga Pandawa dan Prabu Kresna menyetujui usul Puntadewa itu, Semar dan anak- anaknya diutus menjemput ke istana Wirata. Gelar( strategi) perang yang disusun pihak Pandawa hari itu adalah Sapit Urang, dengan Abimanyu bertindak sebagai sungutnya. Pasukan Kurawa yang dipimpin Begawan Duma menggunakan gelar perang  Dirada Mera(Gajah Birahi). Abimanyu mengendarai kereta perang Kyai Pamuk, dihela dua ekor kuda kesayangannya, Kyai Pramugari dan Kyai Pramukanya. Sedangkan yang menjadi kusir adalah Bambang Sumitra, salah seorang adik tirinya yang dilahirkan oleh Dewi Larasati.

Pada pagi hari itu Wesaya berhasil membuat panas hati Arjuna, sehingga kesatria Pandawa itu mengejarnya sampai jauh ke luar gelanggang. Demikian pula Gardapati berhasil memancing Bima untuk menjauhi padang Kurusetra. Menjelang tengah hari. siasat perang Cakrabyuha digelar. Dengan kepiawaian Durna mengatur pasukan, Puntadewa terjebak dalam kepungan formasi yang melingkar seperti gasing.

Di  dunia  ini  tidak  banyak  panglima yang mampu memecahkan formasi gelar Cakrabyuha. Mereka adalah Bisma, Duma, Arjuna, dan Abimanyu. Melihat gelagat yang gawat dan bahaya mengancam Rajanya, Abimanyu segera menggebrak keretanya untuk memecahkan formas Cakrabyuha yang sudah terlanjur menutup rapat. Gelar itu sungguh hebat, bagaikan pusaran air bah yang sambung menyambung  tiada hentinya.

Dengan heroik diterjangnya sebuah kunci kelemahan dari pasukan itu sehingga pecah keseimbangannya Sesaat Puntadewa segera bisa diselamatkan oleh pasukan Pandawa. Namun, dia sendiri masuk ke dalam putaran dan tersedot makin ke dalam. Abimanyu akhirnya terperangkap di dalam pasukan musuh.Abimanyu terkepung sendirian di tengah barisan musuh. Sekaligus ia harus menghadapi tujuh orang panglima perang, yaitu Resi Durna, Patih Sengkuni, Aswatama, Karna, Dursasana, Salya dan Duryudana.

Ketika mendengar berita tentang kematian dua orang adiknya. Brantalaras dan Wilugangga oleh panah Begawan Durna. Abimanyu amat marah. la tidak lagi dapat mengendalikan diri. Diperintahkannya Bambang Sumitra yang menjadi kusir kereta perangnya agar menerjang barisan Kurawa menuju ke tempat Begawan Durna berada. Sambil terus menerjang ke depan, Abimanyu membuka jalan bagi para prajuritnya. Anak kesayangan Arjuna itu menghujam pasukan Kurawa dengan ratusan anak panah. Banyak prajurit Kurawa yang menjadi korban.

Melihat situasi yang tidak menguntungkan itu, Begawan Durna sebagai Senapati Kurawa mengubah gelar perang Dirada Meta menjadi Cakrabhuya (Roda berputar) untuk menjebak Abimanyu Jika nanti Abimanyu sudah masuk perangkap, gelar perang diubah lagi menjadi Sapit Urang. agar Abimanyu tidak lepas dari perangkap.

Siasat Resi Durna ini berhasil karena Abimanyu terlalu bersemangat dan hatinya diliputi dendam membara. Hal itu membuat Abimanyu menjadi kurang waspada sehingga ia masuk dalam perangkap. Tanpa disadarinya ia sudah berada dalam kepungan barisan Kurawa, terpisah dari pasukan yang dipimpinnya, sementara usahanya untuk mendekati Begawan Durna belum menampakkan hasil.

Dalam keadaan terkepung itu, Adipati Karna berhasil memanah Bambang Sumitra sehingga gugur. Abimanyu segera mengambil alih tali kendali kereta perangnya. dan terus mendesak ke depan. Namun tak lama kemudian, Kyai Pramukanya terjerembab. Kuda terlatih itu pun tewas. Di tubuhnya tertancap belasan anak panah. Abimanyu makin kalap dan Dilepaskannya Kyai Pramugari dari kereta perangnya. Segera ia melompat ke punggung kuda itu, dan dipacunya menuju barisan musuh.

Tekadnya masih tetap hendak membunuh Begawan Durna yang telah menyebabkan kematian adik-adiknya. Karena serangan bertubi-tubi pasukan Kurawa, tubuh Abimanyu penuh Iuka tertancap anak panah dan tombak. Dalam lakon Abimanyu Gugur biasanya ki dalang mengibaratkan Iuka-Iuka yang diderita Abimanyu sebagai ‘tatune arang kranjang'. Abimanyu akhirnya gugur dengan keadaan tubuh yang amat menyedihkan. Peristiwa gugurnya Abimanyu secara aniaya itu membuat Arjuna marah dan dendam sehingga ia mengucapkan sumpah akan bunuh diri bilamana keesokan harinya tidak dapat membalas kematian anaknya, membunuh Jayadrata.Dengan bantuan Prabu Kresna akhirnya Arjuna berhasil melampiaskan dendamnya membunuh Jayadrata.

Pahlawan muda Pandawa itu sungguh heroik. Walaupun badannya penuh luka panah dan tombak. tatu arang kranjang, sekujur tubuhnya penuh dengan darah, namun pahlawan muda itu bukan panik, justru ia tersenyum dan terus merangsek ke dalam pasukan musuh. Cahaya wajahnya makin gemilang  tertimpa cahaya matahari yang memantulkan warna merah darahnya. Membuat   Abimanyu   kelihatan   semakin tampan.Sebelum gugur Abimanyu masih sempat membunuh banyak musuh, di antaranya beberapa orang keluarga Kurawa, dan putra mahkota Kerajaan Astina, Lesmana Mandrakumara. Putra kesayangan Rabu Anom Suyudana itu tewas terkena anak panah pusaka Kyai Gusara yang dilepaskan Abimanyu. Senjata sakti itu didapat Abimanyu dari Prabu Kresna, mertuanya, sebagai kancing gelung (atau cunduk ukel adalah benda, biasanya berupa senjata, pemberian mertua pada menantunya sebagai ikatan keluarga).

Kyai Gusara dilepaskan Abimanyu pada saat ia sudah hampir tidak berdaya Lesmana Mandrakumara yang ikut mengeroyok putra Arjuna itu, mengira Abimanyu sudah tidak lagi sanggup melawan. la ingin tampil sebagai pahlawan Astina dengan mengalahkan Abimanyu. Karena itu putra sulung Prabu Anom Duryudana itu datang mendekat hendak menikam Abimanyu yang pada saat itu masih tetap berdiri tegak walaupun tubuhnya penuh dengan luka. Namun sebelum niat Lesmana terlaksana, Abimanyu lebih dahulu melepaskan anak panah Kyai Gusara. Lesmana Mandrakumara terhuyung alu roboh dan jatuh di dekat kaki Abimanyu. Melihat hal itu para Kurawa dan prajurit Astina berusaha mengambil jenazah Putra Mahkota Astina itu. Namun, siapa pun yang mendekat akan dihadang anak panah Abimanyu.

Agar jenasah Lesmana bisa diambil Jayadrata segera memacu gajah menerjang Abimanyu. sehingga putra Arjuna itu terjatuh di tanah. Tangan kirinya masih tetap menggenggam busur, sedangkan di tangan kanannya anak panah. Sekali lagi Jayadrata melarikan gajahnya menginjak-injak tubuh Abimanyu. Setelah itu Raja Muda Sindukalangan/ Banakeling itu melompat turun dari gajahnya. dan sekuat tenaga menghantamkan gada Kyai Glinggang e kepala musuhnya. yang sudah tidak berdaya. Abimanyu gugur!

Sebelum gugur, Abimanyu sempat mempermalukan Begawan Durna serta Prabu Salya dengan melukai mereka, ia juga sempat bertanya, mengapa orang-orang yang ia hormati itu sampat hati melanggar hukum perang dengan mengeroyok dirinya. Akhirnya pahlawan muda itu gugur sebagai kusuma bangsa, Taruna Kusuma Layu.

Kematian Abimanyu secara tragis dalam Bharatayuda menurut pewayangan adalah karena termakan sumpahnya sendiri. Waktu ia hendak menikah dengan Dewi Utari, putri bungsu Rabu Matswapati itu bertanya, apakah Abimanyu masih perjaka. Abimanyu menjawab, masih perjaka. Dewi Utari tidak percaya, karena ia mendengar kabar angin tentang perkawinan Abimanyu dengan Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna. Untuk meyakinkan kebenaran jawaban bohongnya. waktu itu Abimanyu berkata, “Aku benar- benar masih perjaka. Sumpah! Jika aku berbohong kepada Dinda, kelak dalam Bharatayuda nanti aku akan gugur secara aniaya dengan tubuh penuh Iuka.” Jagad pun bergetar mendengar sumpah Abimanyu.

Sebagai tanda kasih dan bakti kepada suami, pada saat pembakaran jenazah Abimanyu, Dewi Sti Sundari melakukan beta pati Istri pertama Abimanyu itu menerjunkan diri ke dalam api pembakaran jenazah. istrinya yang lain, Dewi Utari tidak melakukan hal yang sama, karena ketika itu sedang mengandung tua.

Pada wayang kulit Purwa Jawa Timuran, Abimanyu dirupakan dalam dua bentuk, yakni Abimanyu Ore. yang rambutnya diurai sampai ke bahu dan Abimanyu Ukel, yang rambutnya digelung mirip Arjuna. Abimanyu Ore digunakan untuk peran masa remaja, sedangkan yang Ukel untuk Abimanyu dewasa.

Berikut  berbagai  lakon  yang  melibatkan Abimanyu:

  1. Abimanyu Lair (Lahirnya Abimanyu)
  2. Bambang Senggoto (Bambang  Semboto)
  3. Bambang Wijanarka
  4. Abimanyu Kerem
  5. Abimanyu Gendong
  6. Murcalelana
  7. Bima Kopek
  8. Abimanyu Krama
  9. Gendreh Kemasan
  10. Gambir Anom
  11. Wahyu Cakraningrat
  12. Wahyu Widayat
  13. Kitiran Petak (Kitiran Putih)
  14. Mayanggana
  15. Abimanyu Gugur/Abimanyu Ranjab (Bharatayuda)

Demikian sekilas kisah tentang tokoh di dunia wayang yang bernama Abimanyu, semoga dapat menambah wawasan kita semua tentang kebudayaan-kebudayaan di Nusantara.

Referensi

  1. Ensiklopedia Wayang Purwa I, Dirjen Kesenian dan Kebudayaan Dinas Pendidikan
  2. Drs. Sholikin, Dr. Suyanto,S.Kar, M.A, Sumari S.Sn, M.M, Ensiklopedia Wayang Indonesia, Bandung. PT. Sarana Panca Karya Nusa. SENA WANGI
  3. Sumari, Almanak Wayang Indonesia, Jakarta. Prenadamedia Group.
  4. Amir, Hazim. 1994. Nilai-nilai Etis dalam Wayang Kulit Purwa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
  5. Dewabrata, Wisnu. 2011. Superhero Wayang.Yogyakarta: Crop Circle Crop.
  6. Guritno,  Pandam.  1988.  Wayang: Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: UI Press.
  7. Koesoemadinata, M.I.P. 2013. “Wayang Kulit Cirebon: Warison Diplomasi Seni Budaya
  8. Hadiatmaja, S. dan Endah, K. 2010. Filsafat Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher.
  9. Marsaid,  A.  2016.  “Islam  dan  Kebudayaan: Wayang sebagai Media Pendidikan Islam di Nusantara.” Jurnal Kontemplasi 4, no. 1 tahun 2016. Hlm. 102-130.
  10. Mulyono,   Sri.   1989.   Wayang dan Filsafat Nusantara. Jakarta: Gunung Agung.
  11. Murtiyoso, B. 2017. “Fungsi dan Peran Pagelaran Wayang Purwa Bagi Pendidikan
  12. Nurgiyantoro, B. 2011. “Wayang Dan Pengembangan Karakter Bangsa.” Jurnal Pendidikan Karakter 1, no. 1, Oktober 2011. Hlm. 18-34.
  13. Sedyawati,    Edy.    1981.    Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
  14. Sunarto.  1989.  Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta: Sebuat Tinjauan entang bentuk, ukiran sunggingan. Jakarta: Balai Pustaka.
  15. .  2006.  “Pengaruh  Islam  dalam Perwujudan Wayang Kulit Purwa.” Jurnal Seni Rupa dan Desain. No. 3, November 2006. Hlm. 40-51.
  16. .  2009.  Wayang Kulit Purwa, dalam Pandangan Sosio-Budaya. Yogyakarta: Arindo Offset.
  17. Soetarno dan Sarwanto. 2010. Wayang Kulit dan Perkembangannya. Solo: ISI Press.