Biografi Hj. Rangkayo Rasuna Said

 
Biografi Hj. Rangkayo Rasuna Said

Daftar Isi Hj. Rangkayo Rasuna Said

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.4  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-guru
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Kiprah di Politik
3.2  Menjadi Jurnalis
3.3  Pasca Kemerdekaan
3.4  Kampanye Hak-Hak Perempuan
4.    Penghargaan Menjadi Pahlawan Nasional
5.    Referensi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
Dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia, selalu ada peran wanita di dalamnya. Salah satu wanita tersebut adalah Hajjah Rangkayo Rasuna Said atau biasa disingkat H.R Rasuna Said. Seorang perempuan pemberani yang tak hanya berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi juga berjuang demi pemberdayaan perempuan.

1.1  Lahir
H.R. Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 M di Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Beliau berasal dari keluarga bangsawan Minangkabau di mana ayah beliau bernama Muhamad Said merupakan seorang saudagar Minangkabau sekaligus juga seorang aktivis.

1.2 Riwayat Keluarga
Pada tahun 1929, H.R Rasuna menikah dengan Duski Samad, seorang rekan pengajar dan aktivis politik. Orang tua beliau tidak merestui pernikahan tersebut. Mereka memiliki anak seorang putri, tetapi pernikahan itu berakhir dengan perceraian pada awal tahun 1930-an. Beliau kemudian diam-diam menikah dengan Bariun AS, meskipun Beliau mengatakan bahwa perjuangan kemerdekaan lebih penting daripada suami beliau.

1.3 Wafat
H.R. Rasuna Said meninggal di Jakarta pada 2 November 1965. Jenazah beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Keluarga H.R. Rasuna Said adalah keluarga beragama Islam yang taat. Beliau dibesarkan di rumah paman beliau, karena pekerjaan ayah beliau membuatnya sering tidak berada di rumah. Tidak seperti saudara-saudara beliau, beliau bersekolah di sekolah agama, dan kemudian pindah ke Padang Panjang, di mana beliau bersekolah di Diniyah School, yang menggabungkan mata pelajaran agama dan mata pelajaran khusus.

Setelah menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), H.R Rasuna Said remaja dikirimkan sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di Pesantren Ar-Rasyidiyah. Saat itu, beliau merupakan satu-satunya santri perempuan. Beliau dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan pemberani. H.R. Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah Putri Panjang, dan bertemu dengan Syaikhah Rahmah El-Yunisiyah,

H.R Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, beliau sempat mengajar di Diniyah Putri sebagai guru. Namun pada tahun 1930, H.R Rasuna Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan politik. H.R Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak. H.R. Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr. KH. Abdul Karim Amrullah yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan H.R Rasuna Said.

Kontroversi poligami pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an. Ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. H.R Rasuna Said menganggap kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.

2.2 Guru - Guru beliau

  1. Dr. KH. Abdul Karim Amrullah,
  2. KH. Mochtar Jahja,
  3. Dr. Kusuma Atmaja.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Kiprah di Politik
Awal perjuangan politik H.R Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada tahun 1930. H.R. Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi.

H.R. Rasuna Said sangat mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda. H.R. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Pada tahun 1926, H.R. Rasuna Said aktif dalam organisasi Sarekat Rakyat yang berafiliasi dengan komunis, yang dibubarkan setelah pemberontakan komunis yang gagal di Sumatera Barat pada tahun 1927. Tahun berikutnya, beliau menjadi anggota Partai Sarekat Islam, naik ke posisi kepemimpinan cabang Maninjau. Setelah berdiri pada tahun 1930, beliau bergabung dengan (PERMI), sebuah organisasi berbasis Islam dan nasionalisme.

Tahun berikutnya, H.R Rasuna yang kembali mengajar di Padang Panjang, meninggalkan pekerjaan beliau setelah berselisih dengan pemimpin beliau karena H.R. Rasuna telah mengajar murid-murid beliau tentang perlunya tindakan politik untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, dan pindah ke Padang, di mana pimpinan Permi bermarkas. Di sana, beliau mendirikan sekolah untuk anak perempuan.

Pada tanggal 23 Oktober 1932, dalam rapat umum bagian perempuan PERMI di Padang Panjang, H.R. Rasuna menyampaikan pidato publik berjudul "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan Rakyat Indonesia", di mana beliau mengutuk penghancuran mata pencaharian rakyat dan kerusakan yang dilakukan pada rakyat Indonesia oleh kolonialisme.

Beberapa minggu kemudian, dalam pidato lain di Payakumbuh di hadapan ribuan orang, beliau mengatakan kebijakan PERMI adalah memperlakukan imperialisme sebagai musuh. Meski mendapat peringatan dari seorang pejabat, beliau melanjutkan dengan sekali lagi mengatakan bahwa Al-Qur’an menyebut imperialisme sebagai musuh Islam. Beliau memproklamirkan, "Kita harus mencapai kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan harus datang". Tak lama setelah itu beliau ditangkap dan didakwa dengan "menebar kebencian", menjadi wanita Indonesia pertama yang didakwa dengan Speekdelict pelanggaran berbicara.

Beliau kemudian dijatuhi hukuman 15 bulan penjara, yang membuat beliau menjadi terkenal secara nasional karena jejak dan hukuman beliau dilaporkan secara luas. beliau menggunakan persidangannya untuk menyerukan kemerdekaan, dan menarik dukungan luas. Beliau dipenjara di Semarang, Jawa Tengah. Lebih dari seribu orang datang untuk menyaksikan keberangkatan kapal yang membawanya ke Jawa.

H.R. Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangan beliau Rasimah Ismail, dan dipenjara pada tahun 1932 di Semarang. Setelah keluar dari penjara, H.R. Rasuna Said meneruskan pendidikan beliau di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.

H.R. Rasuna dibebaskan dari penjara pada tahun 1934. Beliau belajar di Sekolah Pendidikan Keguruan PERMI di Padang selama empat tahun. Beliau juga bekerja sebagai jurnalis, menulis artikel yang mengkritik kolonialisme Belanda di jurnal sekolah keguruan Raya. Pada tahun 1937 beliau pindah ke Medan, kemudian kembali ke Padang setelah invasi Jepang ke Hindia Belanda.

Beliau ditangkap oleh Jepang karena keanggotaan dalam organisasi pro-kemerdekaan Indonesia, tetapi dibebaskan setelah waktu yang singkat karena pihak berwenang khawatir menyebabkan ketidakpuasan publik. Pada tahun 1943 beliau bergabung dengan pasukan sukarelawan militer Giyugun yang sangat nasionalis, yang telah didirikan oleh Jepang di Sumatra. Beliau membantu mendirikan bagian wanita, Hahanokai.

3.2 Menjadi Jurnalis
H.R. Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisan beliau yang tajam. Pada tahun 1935 H.R. Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya. Majalah ini dikenal radikal, bahkan tercatat menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat.

Namun Polisi rahasia Belanda (PID) mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawan. Sedangkan tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial ini, justru tidak bisa berbuat apapun. H.R. Rasuna sangat kecewa. Beliau pun memilih pindah ke Medan, Sumatra Utara.

Pada tahun 1937 di Medan, H.R. Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-luaskan gagasan-gagasan beliau, beliau membuat koran mingguan bernama Menara Poeteri. Slogan koran ini mirip dengan slogan Bung Karno, "Ini dadaku, mana dadamu". Koran ini banyak berbicara soal perempuan.

Meski begitu, sasaran pokoknya adalah memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu antikolonialisme, di tengah-tengah kaum perempuan. H.R Rasuna Said mengasuh rubrik "Pojok". Beliau sering menggunakan nama samaran: Seliguri, yang konon kabarnya merupakan nama sebuah bunga. Tulisan-tulisan H.R Rasuna dikenal tajam, kupasannya mengena sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.

Sebuah koran di Surabaya, Penyebar Semangat, pernah menulis perihal Menara Poetri ini, "Di Medan ada sebuah surat kabar bernama Menara Poetri; isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh H.R. Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional." Akan tetapi, koran Menara Poetri tidak berumur panjang.

Persoalannya, sebagian besar pelanggannya tidak membayar tagihan koran beliau. Konon, hanya 10 persen pembaca Menara Poetri yang membayar tagihan. Karena itu, Menara Poetri pun ditutup. Pada saat itu, memang banyak majalah atau koran yang tutup karena persoalan pendanaan. H.R. Rasuna memilih pulang ke kampung halaman, Sumatera Barat.

Pada masa pendudukan Jepang, H.R. Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.

3.3. Pasca Kemerdekaan
Setelah Kemerdekaan Indonesia, H.R. Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan.

Beliau diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presidan 5 Juli 1959 sampai akhir hayat belliau.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Rasuna bekerja dengan organisasi-organisasi pro-republik, dan pada tahun 1947 menjadi anggota senior dan ketua bagian perempuan Front Pertahanan Nasional. Dia kemudian bergabung dengan Volksfront, yang merupakan bagian dari Serikat Perjuangan yang didirikan oleh nasionalis-komunis Tan Malaka. Akibat gesekan antara organisasi ini dengan pemerintah daerah, H.R Rasuna ditempatkan dalam tahanan rumah selama seminggu.

H.R Rasuna juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera, dan pada Juli 1947 menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), badan legislatif sementara. Menjelang sidang keenam KNIP pada tahun 1949, ia diangkat menjadi Badan Pekerja KNIP mewakili Sumatra. Pada tahun 1950, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Pada tahun 1959 beliau diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, posisi yang dipegang beliau sampai wafat beliau di Jakarta pada tahun 1965.

3.4 Kampanye Hak-Hak Perempuan
Seorang Muslim yang taat, H.R Rasuna secara aktif berkampanye untuk hak-hak pendidikan dan politik perempuan, percaya bahwa keyakinan reformis memberikan dasar untuk mengadvokasi perempuan. Keyakinan agama meyakinkan beliau bahwa perempuan harus terdidik. Ketika beliau pindah ke Padang pada tahun 1931, beliau kecewa ketika mengetahui bahwa perempuan dilarang mengenyam pendidikan dan politik aktif. Di sana beliau mendirikan sekolah dan mendirikan bagian PERMI untuk perempuan dan anak perempuan.

Pada tahun 1933 PERMI, yang didirikan oleh para aktivis muda yang mendukung hak perempuan atas pendidikan agama, memiliki ribuan anggota perempuan. Tidak seperti organisasi Islam lainnya, perempuan tidak dikesampingkan di bagian bawahan, tetapi memiliki peran kunci dalam kepemimpinan partai. Namun, beliau membela hukum perkawinan Islam, termasuk poligami, dengan alasan bahwa masalah yang ditimbulkan adalah akibat dari masalah masyarakat, bukan hukum itu sendiri.

4. Penghargaan Menjadi Pahlawan Nasional Indonesia
Pada tanggal 13 November 1974, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974, beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasa beliau dalam perjuangan kemerdekaan oleh presiden Soeharto, perempuan kesembilan yang dianugerahi kehormatan ini.

Sebuah jalan arteri utama di Jakarta (jalan H.R. Rasuna Said), Padang, dan Payakumbuh, dinamai menurut nama beliau. Di Jakarta, salah satu turunan nama yang berasal dari Jalan H.R. Rasuna Said adalah Stasiun LRT H.R. Rasuna Said, salah satu stasium LRT Jabodebek.

5. Referensi

  1. Cribb, R.B; Kahin, Audrey (2004). Historical Dictionary of Indonesia.
  2. “HR. Rasuna Said. Sang Orator Ulung”. Republika (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: PT Republika Media Mandiri. 3 October 2014. Diakses tanggal 29 December 2021.
  3. Indrawati, Nita (12 November 2019). "Walikota Sawahlunto Deri Asta Sandang Gelar Sangsako Adat" . Padangmedia.com (dalam bahasa Indonesia). PT Padang Media Press. Diakses tanggal 30 December 2021.
  4. Tim Penyusun Sejarah (1970), Seperempat ABad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta: Sekretariat DPR-GR
  5. White, Sally (2013). "Rasuna Said: Lioness of the Indonesian Independence Movement". Dalam Blackburn, Susan; Ting, Ting. Women in Southeast Asian Nationalist Movements.
  6. Winda, D.A., ed. (2009). Profil 143 Pahlawan Indonesia [Profiles of 143 Indonesian Heroes]. Yogyakarta: Pustaka Timur.
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya