Info Harian Laduni: 5 Desember 2023

 
Info Harian Laduni: 5 Desember 2023

Laduni.ID, Jakarta - Bertepatan dengan tanggal 5 Desember 2023 ini menjadi momentum bagi kita semua untuk mengenang kepergian KH. Muhammad As’ad Umar, KH. Muhammad Ilyas, KH. Siradj Akram, dan KH. Anwari Faqih atau Kyai Berik.

KH. Muhammad As’ad Umar wafat pada tanggal 5 Desember 2010. Jenazah beliau disemayamkan di makam keluarga besar Pondok Pesantren Darul Ulum.

KH. Muhammad As’ad Umar lahir pada 18 Agustus 1933 di Jombang. Beliau merupakan putra dari KH. Umar Tamim, pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang.

Lahir dan tumbuh di lingkungan pondok pesantren, pendidikan KH. Muhammad As’ad Umar sejak kecil diperolah dari ayahnya KH. Umar Tamim dan paman-pamannya di Pondok Pesantren Darul Ulum sampai tingkat SMA. Selepas SMA, Kiyai As’ad melanjutkan pendidikannya di beberapa pesantren, salah satunya di Pondok Pesantren Al-Mu’ayyat Jamsaren Solo.

KH. Muhammad As’ad Umar telah berhasil mendirikan beberapa sekolah yang hingga kini terbukti mampu memberikan pendidikan, yang tidak hanya bernilai agama, namun juga ilmu pengetahuan umum secara utuh dan menghasilkan santri yang siap menghadapi tantangan zaman.

Sebagai seorang ulama, bukan berarti KH. Muhammad As’ad Umar tidak aktif dalam organisasi. Kiyai As’ad pernah aktif di sejumlah organisasi. Sebut saja Front Nasional Kabupaten Jombang, Persatuan Petani NU Jombang, dan bahkan Majlis Dakwah Islamiyah Jawa Timur juga pernah dipimpinnya. Selain itu, beliau juga pernah aktif menjadi anggota dewan, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi hingga DPR/MPR RI dari partai Golkar.

KH. Muhammad Ilyas wafat pada 5 Desember 1970 di RSUP. Cipto Mangunkusumo. Beliau dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

KH. Muhammad Ilyas lahir pada 23 Nopember 1911 di desa Krucil, Kecamatan Kraksaan Probolinggo. Beliau merupakan anak pasangan dari KH. Qulyubi dengan Mardliyyah putri KH. Ilyas, seorang ulama kharismatik asal Sewulan, Madiun. Adik perempuan ibunya, bernama Nafiqah, dinikahi oleh KH. Hasyim Asy’ari.

KH. Muhammad Ilyas kecil tumbuh dalam didikan paman dan bibinya. Kemudian melanjutkan pendidikannya dengan belajar di HIS (Hollands Indische School) di Bubutan Surabaya. Ketika sekolah di HIS, beliau seangkatan dengan Ruslan Abdul Ghani (tokoh PNI) dan Dul Arwana (Wali Kota Surabaya pertama pasca kemerdekaan).

Kecerdasan dan ketekunan membuat KH. Muhammad Ilyas mendapatkan kesempatan sebagai pengajar sejak usia 15 tahun di madrasah Tebuireng menggantikan KH. Ma’shum Ali.

Di antara langkah yang ditempuh KH. Muhammad Ilyas kemudian adalah memasukkan kurikulum umum seperti membaca dan menulis huruf latin, ilmu aljabar, ilmu bumi, dan bahasa. Pada masa itu, langkah tersebut terbilang kontroversial, sehingga banyak mendapatkan kritikan dari para kiai. Meski demikian proses pembelajaran umum di Madrasah Salafiyyah Tebuireng waktu itu tetap dijalankan, karena KH. Hasyim Asy’ari sendiri sangat mendukung hal tersebut.

Kedekatan nasab dan sanad ilmu KH. Muhammad Ilyas dengan KH. Hasyim Asy’ari menjadikan beliau ditunjuk menjadi Konsul NU untuk Jawa Tengah bagian utara (setingkat ketua pengurus wilayah). Beliau pun dengan serius mengurus NU dan berusaha mencetak kader-kader muda untuk secara aktif terlibat dalam gerakan dakwah NU. Semangatnya yang berapi-api dan militansinya yang dalam kepada NU membuahkan hasil nyata, yaitu dengan terbentuknya cabang NU di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah, bahkan sampai ke tingkat MWC di Kecamatan.

KH. Siradj Akram wafat pada usia 87 tahun, atau pada Selasa, 9 Ramadhan 1421, bertepatan dengan 5 Desember 2000. Beliau menghadap Sang Khalik saat sedang melaksanakan salat Asar di tempat tidurnya. Jenazah almarhum dikebumikan di samping Masjid Mujahidin Kadirejo Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten.

KH. Siradj Akram lahir di Klaten, Jawa tengah pada 1 Maret 1913. Beliau merupakan putra KH. Akram bin Abdul Rahman. Nama kecil KH. Siradj Akram adalah Abdus Syakur dan berganti nama menjadi Siradj sejak pulang haji tahun 1927.

KH. Siradj Akram kecil dididik dan di asuh langsung oleh Ayahnya. Beliau diajarkan ilmu agama dan al-Qur’an oleh ayahnya. Saat sudah cukup umur, ayahnya mengirim putranya ke Pondok Pesantren Tremas. Perjalanan menuju pesantren asuhan KH. Dimyati di Pacitan ditempuhnya dengan berjalan kaki.

Suara zikir dan bacaan salawat hampir tak pernah berhenti terucap dari lisan beliau. Meskipun sudah larut malam, seringkali terdengar lantunan zikir dan salawat dari kamar beliau.

Dalam keadaan sakit serius sekalipun, Kiai Siradj tak pernah mengeluh. Sebaliknya, beliau tetap menampakkan keceriaan dan banyak membaca salawat dengan suara keras. Hingga, orang-orang yang menjenguknya di Rumah Sakit ikut bersalawat. Dan, sebagai seorang tokoh panutan, Kiai Siradj tak merasa canggung untuk kumandangkan azan di masjid. Tak pelak, orang-orang yang mendengar merdunya lantunan azan beliau trenyuh hingga menitikkan air mata.

KH. Anwari Faqih wafat pada hari Jumat, 5 Desember 2014, atau diusainya yang ke 74 tahun.

KH. Anwari Faqih atau yang kerap disapa dengan panggilan Kiai Berik dilahirkan di desa Kebuntelukdalam, Bawean.

Kiai Berik memulai pendidikannya dengan belajar di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Di sana beliau belajar langsung kepada KH. Zaini Mun’im, pengasuh sekaligus pendiri pesantren Nurul Jadid. Di samping itu beliau juga berguru kepada KH. Hasan Abdul Wafi, menantu KH. Zaini, yang terkenal kealiman dan ketegasannya di Jawa Timur.

Sekalipun alumni pesantren, awal mula kembali ke masyarakat (Kebuntelukdalam), Kyai Anwari tidak langsung dipercaya oleh masyarakat untuk mengajar ngaji apa lagi medirikan pesantren. Mungkin hal ini wajar karena usianya beliau yang masih muda dan gayanya yang nyentrik. Tidak seperti santri yang lain yang selalu setia dengan kopiah, serban dan sarung khas seorang santri.

Namun seiring berjalannya waktu, dengan komitmen dan konsistensi beliau dalam menjalankan ilmunya sekalipun tanpa atribut kesantrian yang mencolok, lambat laun mulai dipercaya oleh masyarakat. Pelan tapi pasti masyarakat satu persatu mulai menitipkan putera puterinya untuk diajari ilmu agama. Mulai dari tetangganya, familinya sendiri, hingga ke dusun lain seperti Gunung Sawah, Duku dan sekitarnya hingga akhirnya makin banyak.

Karena banyaknya santri yang datang dari berbagai daerah seperti Alas Timur, Pamona, Tanjung Ori, Daun, Sangkapura, yang tidak mungkin bolak-balik tiap hari ke pondok, serta tuntutan masyarakat untuk mendirikan pesatren, akhirnya didirkanlah pondok pesantern yang diberi nama Ummi Roti’ah (sang ibu pengembala).

Disamping itu, beliau juga terkenal sebagai sosok yang cerdas dan visioner. Gagasan-gagasan dan kebijakan Kyai Anwari kadang susah ditangkap, bahkan ungkapannya pun kadang dianggap aneh. Cara pandang dan visi beliau yang terlampau jauh ke depan barangkali yang membuat orang di sekelilingnya seringkali salah paham dan susah menagkap, kadang cenderung menolak. Bahkan santri sendiri seringkali merasa lucu dan aneh terhadap ungkapan dan keputusan beliau. Hanya segelintir santri dan koleganya yang cerdas saja yang dapat memahaminya dengan baik.  

Mari kita sejenak mendoakan beliau, semoga apa yang beliau kerjakan menjadi amal baik yang tak akan pernah terputus dan Allah senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau.

Semoga kita sebagai murid, santri, dan muhibbin beliau mendapat keberkahan dari semua yang beliau tinggalkan.

Mari sejenak kita bacakan Tahlil untuk beliau: Surat Yasin, Susunan Tahlil Singkat, dan Doa Arwah