Pesan Universal Banser dalam Menjaga Gereja sebagai Komitmen NU

 
Pesan Universal Banser dalam Menjaga Gereja sebagai Komitmen NU
Sumber Gambar: nu.or.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Setiap menjelang Natal, biasanya pembahasan tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat kepada umat Kristen selalu muncul menjadi perdebatan kusir di antara umat Islam, khususnya di Indonesia, apalagi di kalangan para netizen di media sosial.

Alih-alih membahas hukum mengenai ucapan selamat Natal, justru NU telah sejak dulu berkomitmen dalam menjaga keamanan perayaan Hari Natal di berbagai gereja. Instruksi ini bermula dari zaman KH. Abdurrahman Wahid ketika masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU pada tahun 1996. Dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, Gus Dur menginstruksikan demikian, sebab saat itu terjadi kerusuhan dan pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur.

Bukan Gus Dur namanya kalau tidak kontroversial. Kebijakan instruksi terebut memang banyak yang menentangnya, tidak hanya dari kalangan umat Islam di luar NU, bahkan di dalam NU sendiri banyak kyai yang tidak setuju. Tapi keraguan itu ditepis oleh Gus Dur, bahwa dalam menjalankan instruksi menjaga gereja, para anggota Banser bisa berniat untuk menjaga Indonesia, bila masih menganggap tabu melakukannya. Gus Dur juga menegaskan, bahwa instruksinya perlu dilaksanakan, sebab gereja itu ada di Indonesia, Tanah Air kita sendiri. Dan tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apa pun, khususnya di bumi Indonesia.

Penjelasan ini sekaligus menyiratkan sikap NU yang dengan tegas berkomitmen dalam menjaga keutuhan NKRI.

Sebagaimana diketahui di berbagai media, bahwa menjelang tahun 2000-an dan seterusnya, banyak sekali terjadi teror peledakan bom di sejumlah gereja. Bahkan, mengenai hal ini, kalangan Nahdliyin tidak akan pernah lupa jiwa kepahlawan seorang Banser yang meninggal dunia sebab ledakan bom yang terjadi di Gereja Eben Haezer, Mojokerto.

Adalah Riyanto, salah satu anggota Banser yang turut menjaga Gereja Eben Haezer. Pada tanggal 24 Desember 2000, sebagaimana instruksi dari Choirul Anam (Ketua Pimpinan Wilayah (PW) GP Ansor Jawa Timur saat itu) yang juga berlandaskan instruksi Gus Dur, Riyanto beserta sejumlah anggota Banser menjaga Gereja Eben Haezer di malam Natal.

Ketika itu, Riyanto melihat sebuah bingkisan yang diletakkan di dalam gereja oleh orang yang tak dikenal. Ketika dibuka bingkisan itu berisi kabel yang tersusun saling berkelindan, yang ternyata adalah sebuah bom. Riyanto lantas mengambilnya dan membawa keluar gereja. Namun, nahas, bom itu meledak dahsyat ketika dilempar ke selokan. Tubuhnya terpental jauh sampai di atas gereja. Ia meninggal dunia seketika saat itu.

Peristiwa ini menjadi simbol kepahlawanan Banser yang tanpa pamrih dalam menjaga kebhinnekaan. Alih-alih dimaknai sebagai tindakan yang salah sebab menjaga gereja, justru dari sinilah tampak sekali komitmen dan kebesaran jiwa NU dalam menjaga NKRI. Pengorbanan Riyanto tidak bisa dinafikan oleh sejarah bangsa Indonesia, khususnya oleh kalangan nahdliyin, sebab telah menjalankan perintah KH. Abdurrahman Wahid dengan tulus. Begitu juga di mata umat Kristen, Riyanto adalah sosok pahlawan yang telah berhasil menyelematkan mereka meski nyawanya yang dipertaruhkan.

Soal meninggalnya Riyanto itu, para ulama NU meyakininya sebagai bagian dari seorang yang mati syahid. Hal ini didasari karena yang dilakukannya itu bukanlah bunuh diri, dan bukan karena hal apapun yang berseberangan dengan syariat.

Walhasil, komitmen NU dalam menjaga NKRI dengan menginstruksikan Banser sebagai bagian yang turut dalam menjaga gereja ketika menjelang malam Natal tidak bisa dipandang sebelah mata. Komitmen ini menjadi pesan bagi dunia agar saling menjaga di antara kaum pemeluk agama.

Dari sinilah terbangun persahabatan dan kebersamaan yang tidak bisa dipisahkan. Demikian pula yang disampaikan oleh KH. Marzuki Mustamar dalam sebuah kesempatan pengajian, bahwa umat Islam di Indonesia yang menjadi bagian mayoritas harus melindungi dan menjaga keamanan pemeluk agama lain yang merupakan kelompok minoritas. Sebab demikian pula seharusnya dunia melihat di suatau wilayah yang mungkin pemeluk agama Islamnya minoritas tetapi terjaga keamanannya, sebagaimana dicontohkan oleh umat Islam di Indonesia dalam menjaga keamanan pemeluk agama lain. []


Penulis: Abd. Hakim Abidin

Editor: Roni