Teladan Mengiringi Ilmu dengan Adab

 
Teladan Mengiringi Ilmu dengan Adab
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sebagai Umat Islam yang beriman sudah seharusnya kita menjunjung tinggi adab dan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dengan adab dan akhlak yang baik dapat mencerminkan bagaimana sebenarnya kepribadian kita. Bahkan adab sendiri lebih didahulukan di atas ilmu. Pepatah Arab mengatakan:

الْاَدَابُ فَوْقَ الْعِلْمِ 

“Adab lebih tinggi daripada ilmu.”

Hal senada juga disampaikan Imam Malik kepada salah seorang pemuda Quraisy terkait pentingnya adab sebelum mempelajari ilmu, hal demikian supaya ilmu yang didapatkan bisa lebih bermanfaat dengan adab yang dimiliki, Imam Malik berpesan:

تَعَلَّمْ الْأَدَابَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلّمَ الْعِلْمَ

“Belajarlah tentang adab sebelum dirimu belajar tentang ilmu.”

Sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai representasi dari orang yang kaya akan ilmu saja sangat mengutamakan adab, terutama pada yang lebih tua darinya, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar menceritakan panjang lebar dalam Kitab Al-Mawaidh Al-‘Ushfuriyyah tentang bagaimana adab seorang yang dijuluki Nabi Muhammad “Babul ‘Ilm” itu memuliakan seorang manula kala dia akan bergegas mengikuti jamaah shalat Subuh di masjid.

Alkisah, di suatu hari, Ali bin Abi Thalib pergi dengan terburu-buru ke masjid untuk mengejar supaya tidak tertinggal shalat Subuh berjamaah, tiba-tiba di tengah jalan beliau bertemu dengan laki-laki lanjut usia yang sedang berjalan tertatih di depannya, jalannya nampak sangat berhati-hati dan tenang.

Hal itu membuat Ali yang mulanya sedang terburu-buru menjadi merasa enggan sendiri untuk mendahuluinya, sebab ingin memulyakan laki-laki tua itu dan merasa tidak pantas mendahuluinya, Ali pun memelankan langkah kakinya, memastikan bahwa dirinya tetap berada di belakang laki-laki tua itu. Dalam hati, Ali pun sudah ikhlas dan pasrah jika harus tertinggal beberapa rukun, rakaat atau bahkan tertinggal shalat Subuh berjamaah pagi itu.

Hal itu terjadi sampai sesaat sebelum waktu terbitnya matahari datang, hingga ketika orang tua itu semakin dekat dengan lokasi masjid berada. Bertepatan di depan pintu masjid, yang membuat Ali agak tercengang adalah ternyata laki-laki tua itu tidak hendak masuk ke dalam masjid, melainkan hanya melewatinya saja. Dari sana Ali mengetahui bahwa si laki-laki tua itu bukanlah seorang muslim melainkan orang beragama Nashrani.

Meninggalkan keterjutannya, Ali bergegas kembali berjalan ke arah dalam masjid, setelah memasuki masjid, Ali dibuat terkejut sebab menjumpai shalat Subuh yang diimami Nabi Muhammad itu masih berlangsung pada posisi rukuk rakaat awal, Ali bergegas masuk dalam shaf dan menunaikan shalat Subuh berjamaah.

Setelah shalat Subuh berjamaah selesai, seorang sahabat mendekat pada Nabi Muhammad dan bertanya, “Wahai Rasulullah kenapa engkau panjangkan waktu rukuk dalam shalat Subuh hari ini, padahal sepertinya engkau belum pernah melakukannya sebelum ini?” 

Nabi Muhammad pun sekilas tersenyum lalu dengan tenang beliau pun menjawabnya, “Saat aku rukuk tadi, aku baca doa rukuk “subhana robbiyal ‘adhimi wa bihamdihi” sebagaimana doa rukuk biasanya lalu saat aku hendak mengangkat kepalaku untuk kembali pada posisi berdiri, tiba-tiba saja saat itu Jibril datang padaku, lalu meletakkan sayapnya di atas punggungku, seolah menahan gerakanku untuk jangan dulu berdiri dalam durasi yang agak lama, dan saat Jibril mengangkat beban sayapanya dari punggungku, maka aku dapat mengangkat kepalaku dan berdiri tegap untuk melanjutkan shalat.” 

Mendengarnya para sahabat pun merasa heran sekaligus penasaran sehingga kembali mereka bertanya, “Tapi kenapa Jibril melakukan itu, Ya Rasulullah?”

Nabi Muhammad kontan menjawab, “Oh, Aku belum sempat menanyakannya pada Jibril.” 

Setelah Nabi Muhammad menjawab demikian, lalu tak selang lama Jibril datang dan berkata, “Wahai Muhammad, sungguh saat itu Ali sedang bergegas dalam perjalanan menuju masjid untuk ikut shalat berjamaah namun ia bertemu dengan seorang laki-laki tua beragama Nasrani yang berjalan di depannya, sementara ia tidak tahu bahwa laki-laki tua itu beragama Nasrani (artinya laki-laki tua itu tidak bertujuan pergi ke masjid), tapi karena adabnya, Ali enggan mendahului laki-laki tua itu untuk memuliakannya karena usianya yang sudah senja, lalu Allah memerintahkanku untuk membuat rukukmu jauh lebih panjang sehingga Ali masih bisa menemui shalat Subuh berjamaah, tapi ini bukan sesuatu yang mengherankan, justeru yang lebih mengherankan adalah fakta bahwa Allah memerintahkan juga Mikail untuk menahan matahari supaya tidak cepat terbit pada hari ini sebab menunggu Ali r.a.”

Pada akhir penjelasannya, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar memungkasi kisah Ali ini dengan sebuah closing statement yang sangat apik, bahwa semua kejadian yang luar biasa ini tak lain karena memuliaakan orang yang lebih tua, meski seorang Nasrani.

Alhasil, begitulah seharusnya kita menunjukkan adab terbaik, terutama pada yang lebih tua, supaya ilmu yang kita miliki menjadi lebih berharga dan bermanfaat. Wallahu A’lam bis Showab. []


Penulis: Ahmad Syahroni

Editor: Hakim