Info Harian Laduni: 30 Desember 2023

 
Info Harian Laduni: 30 Desember 2023

Laduni.ID, Jakarta – Hari ini Sabtu, 30 Desember 2023 bertepatan dengan Hari Lahir KH. Masykur, KH. Abdul Hamid Baidlowi, KH. Aniq Muhammadun, dan Hari Wafat KH. Yasin Jekulo, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

KH. Masykur
KH. Masykur lahir pada 30 Desember 1902 M. di Singosari, Malang, Jawa Timur, dan wafat pada 19 Desember 1992 M. KH. Masykur merupakan putra dari pasangan KH. Maksum dan Nyai Hj. Maemunah.

Pada tahun 1923 M. KH. Masykur menikah dengan cucu KH. Nachrowi Thohir, gurunya di Pesantren Bungkuk, Malang. Di usia 16 tahun pernikahan beliau, sang istri meninggal dan belum dikaruniai keturunan.

Setelah istrinya wafat, atas saran KH. Khalil Genteng, KH. Masykur kemudian menikahi adik istrinya, bernama Nyai Fatimah. Sejak saat itulah, pasangan dari keluarga pesantren inilah, kemudian bersama-sama mengabdi dan berjuang untuk syiar agama Islam.

Pada usia sembilan tahun, Kyai Masykur kecil diajak orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci. Sekembali dari Makkah-Madinah, Kyai Masykur di sekolahkan di Pondok Pesantren Bungkuk, pimpinan KH. Nachrowi Thohir. Kemudian, beliau melanjutkan nyantri di Pesantren Sono, Buduran, Sidoarjo. Di pesantren ini, Kyai Masykur kecil mempelajari ilmu nahwu sharaf. Selang empat tahun kemudian, beliau mengaji di Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo untuk mendalami ilmu fiqh.

Setelah perjalanan panjang menimba ilmu, KH. Masykur pulang ke tanah kelahirannya di Singosari, Malang. Di sana, beliau mendirikan Madrasah dengan nama Misbahul Wathan atau Pelita Tanah Air.

Berkat pengabdian dan kepemimpinannya pada masyarakat dan agama, KH. Masykur pun diamanahi untuk menjadi Ketua Nahdlatul Ulama Cabang Malang. Tak hanya itu, beliau juga menjadi tokoh penting dalam jaringan paramiliter santri.

Simak biografi lengkapnya di: Biografi KH. Masykur
Simak Chart Silsilah Sanad KH. Masykur

KH. Abdul Hamid Baidlowi
KH. Abdul Hamid Baidlowi lahir di Lasem pada tanggal 30 Desember 1945 M. Beliau merupakan putra KH. Baidlowi Lasem yang merupakan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama. Dan KH. Abdul Hamid Baidlowi wafat pada Hari Ahad, 15 Juni 2014 atau bertepatan dengan tanggal 17 Sya’ban 1435 H,

Setelah kepulangan dari Makkah, KH. Abdul Hamid Baidlowi menikah dengan Ning Jamilah alumnus Pesantren Al-Hidayat Lasem.

KH. Abdul Hamid Baidlowi memulai pendidikannya dengan belajar di Pondok Pesantren Al-Wahdah Lasem, kemudian melanjutkan di Pondok Tebuireng Jombang. Setelah itu, beliau kembali menimba ilmu di Pesantren Sarang Kabupaten Rembang. Lalu dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di Makkah.

KH. Abdul Hamid Baidlowi setelah menempuh pendidikan diberbagai pesantren, kemudian beliau meneruskan perjuangan ayahandanya menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah Lasem.

Bahkan Pondok Pesantren Al-Wahdah Lasem yang berada di bawah asuhan KH. Abdul Hamid Baidlowi, pernah menjadi tuan rumah Kongres IPNU-IPPNU, tepatnya ketika beliau menjabat ketua PCNU Lasem.

Simak biografi lengkapnya di: Biografi KH. Abdul Hamid Baidlowi
Simak Chart Silsilah Sanad KH. Abdul Hamid Baidlowi

KH. Aniq Muhammadun
KH. Aniq Muhammadun atau yang akrab dipanggil KH. Aniq lahir pada tanggal 30 Desember 1952 M. di Pondohan, Tayu, Pati. Beliau merupakan putra ketujuh dari sepuluh bersaudara, dari pasangan KH. Muhammadun dengan Nyai Nafisatun.

KH. Aniq Muhammadun menikah dengan Nyai Hj. Salamah (Sarang) pada sekitar tahun 1982 M.

KH. Aniq Muhammadun memulai pendidikanya dengan belajar di Madrasah Mathali’ul Falah Kajen Pati dan selesai pada tahun 1970 an. Setelah keluar dari Kajen, beliau melanjutkan pendalaman ilmu agamanya terutama di bidang Nahwu dan Fiqih kepada ayahnya sendiri.

KH. Aniq Muhammadun bahkan rutin diberi waktu setiap habis Isya untuk mendapatkan pengajaran khusus dari ayahandanya. Kedekatan yang cukup kuat dengan ayahnya KH. Muhammadun itu betul-betul menjadi panutan bagi beliau dalam mengajar sampai saat ini.

Setelah menikah, beliau sempat tinggal di Sarang Rembang. Hanya saja, karena keluarga menghendaki KH. Aniq Muhammadun dan keluarga tinggal tidak jauh-jauh dari Pondohan Tayu, akhirnya beliau kembali di Pondohan, dan beberapa saat kemudian membeli rumah di daerah Pakis Tayu sebagai cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Manbaul Ulum.

Santri pertama KH. Aniq Muhammadun saat memulai tinggal di Pakis Tayu berjumlah 10 orang, dan masih tinggal satu rumah dengan beliau. Mengingat jumlah santri yang semakin banyak, maka pada tahun 1989 M. beliau memulai membangun bangunan pondok pesantren di belakang rumah.

Keberhasilan dari alumnus Mathali’ul Falah ini dalam mengembangkan pondok pesantren dibuktikan dua hal, secara kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas, dibuktikan dengan jumlah santri yang terus bertambah.

Simak biografi lengkapnya di: Biografi KH. Aniq Muhammadun
Simak Chart Silsilah Sanad KH. Aniq Muhammadun

KH. Yasin Jekulo
KH. Soekandar atau yang akrab dipanggil KH. Yasin lahir sekitar tahun 1890-an di Desa Cebolek, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Beliau merupakan anak yang ke-7 dari 9 bersaudara. Ayah beliau bernama H. Amin (Nama aslinya Tasmin) dengan Nyai Salamah. Dan KH. Yasin wafat pada Hari Rabu Pon, 30 Desember 1953 M / Robiul Akhir 1373 H. Beliau dimakamkan disamping Masjid Jami` Kauman.

Semasa kecil, Kyai Yasin sangat rajin dalam mempelajari ilmu agama baik mengaji di lingkungan desanya maupun di tempat lain. Ketika mondok, Kyai Yasin kecil dikenal sebagai santri yang cerdas, lincah dan dapat mengikuti semua pelajaran dengan baik.

Disamping belajar dengan KH. Idris, tercatat bahwa Kyai Yasin juga pernah belajar dari beberapa Ulama lainnya, diantaranya, adalah KH. Kholil Bangkalan Madura, KH. Abdussalam bin Abdillah Kajen Pati, KH. Sanusi bin Ya`qub Jekulo, KH. Nawawi Sidogiri, KH. Kholil Harun Kasingan Rembang, Mbah Amir Pekalongan dan masih banyak lagi.

Dengan kapasitas keilmuwan agamanya yang luas, kemudian KH. Yasin mendirikan pondok pesantren sebagai tempat untuk mengkaji ilmu agama.

Pembangunan ini dilakukan sekitar tahun 1918 M. yang dilatar belakangi dengan adanya anak-anak yang ingin mengaji kitab suci Al-Qur`an di rumah beliau. Semula hanya tiga orang santri yang mengaji di rumah beliau, salah satunya adalah KH. Abdul Hamid dari Klaling Jekulo Kudus. Semakin hari ternyata semakin banyak santri yang datang ingin mengaji.

Satu hal yang bisa dilihat dari pengaruh KH. Yasin yang sampai sekarang masih banyak diamalkan orang adalah ijazah Dalail Al-Khairat. Ijazah ini seringkali diamalkan oleh para santri sebagai sarana mendekatkan diri kepada Sang Khaliq dan ungkapan prihatin dalam masa menuntut ilmu.

Simak biografi lengkapnya di: Biografi KH. Yasin Jekulo
Simak Chart Silsilah Sanad KH. Yasin Jekulo

KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur ini lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940 M. Namun sebenarnya tanggal tersebut lahir dari kesalahpahaman, sebab sebagaimana dituturkan oleh keluarganya, beliau dilahirkan di bulan ke-8.

Bulan yang dimaksud sebenarnya bukanlah berdasarkan Kalender Masehi, tapi Kalender Hijriyah sehingga yang tepat adalah bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 4 Sya’ban tahun 1940 atau bertepatan pada tanggal 7 September 1940 M. Namun demikian, Gus Dur memperbolehkan dua tanggal kelahiran tersebut untuk diperingati sebagai hari lahirnya.

Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman Ad-Dakhil yang mempunyai arti “Sang Penakluk”, sebuah nama yang diberikan ayahandanya, KH. Wahid Hasyim dengan inspirasi dari seorang perintis Bani Umayyah yang telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol. Namun belakangan, kata “Ad-Dakhil” diganti dengan nama “Wahid” menjadi Abdurrahman Wahid.

KH. Abdurrahman Wahid wafat pada tanggal 30 Desember 2009, pukul 18.40 WIB, dalam usianya yang ke 69 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

KH. Abdurrahman Wahid menikah dengan muridnya sendiri yang bernama Ibu Nyai. Hj Sinta Nuriyah. Dari pernikahannya, beliau dikaruniai empat orang anak yaitu:

  1.  Alissa Qotrunnada Munawaroh,
  2.  Zannuba Arifah Chafsoh,
  3.  Annita Hayatunnufus,
  4.  Inayah Wulandari,

Pertama kali belajar, Gus Dur belajar mengaji dan membaca Al-Qur’an pada sang kakek, KH. Hasyim Asy’ari. Dalam usia lima tahun beliau telah lancar membaca Al-Qur’an. Sewaktu masih kecil itu, Gus Dur juga sudah mulai menghafal Al-Qur’an dan puisi dalam Bahasa Arab.

Pada tahun 1944 M, Gus Dur dibawa ke Jakarta oleh ayahnya yang mendapat mandat dari KH. Hasyim Asy’ari untuk mewakili beliau sebagai Ketua Jawatan agama dalam pemerintahan pendudukan Jepang.

Saat menjadi ketua PBNU inilah di tahun 1984 M, NU menginisiasi gagasan “Kembali ke Khittah 1926” di mana NU secara tegas memutuskan untuk tidak lagi terlibat secara kelembagaan dalam kegiatan politik praktis. Gus Dur memiliki sebuah penawaran yang sangat brilian tentang “kembali ke khittah 1926” dengan meninggalkan gelanggang politik praktis.

Simak biografi lengkapnya di: Biografi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Simak Chart Silsilah Sanad KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

 

Mari kita sejenak mendoakan beliau, semoga apa yang beliau kerjakan menjadi amal baik yang tak akan pernah terputus dan Allah senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau.

Semoga kita sebagai murid, santri, dan muhibbin beliau mendapat keberkahan dari semua yang beliau tinggalkan.