Biografi KH. Misbah bin Mertodito, Pendiri Pesantren Al-Ittihad Poncol, Semarang

 
Biografi KH. Misbah bin Mertodito, Pendiri Pesantren Al-Ittihad Poncol, Semarang

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
2.1  Perjalanan Dakwah
2.2  Mendirikan Pesantren
2.3  Melaksanakan Ibadah Haji

3.    Pesan Beliau
4.    Referensi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
KH. Misbah lahir di Desa Gogodalem, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Tahun kelahiran beliau tidak diketahui secara pasti. KH. Misbah merupakan putra dari pasangan Kyai Raden Mertodito dan ibu Nyai Asiyah. Keturunan orang yang memperhatikan agama Islam.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Misbah menikah dengan pertama tidak di karuniai putra, kemudian sepakat untuk furqoh (bercerai). Kemudian KH. Misbah menikah yang kedua kalinya dengan gadis dari Kauman Lor Pabelan Salatiga, namun setelah dikaruniai dua putra (Ikrom dan Askirom) tidak ada kecocokan kemudian furqoh. Setelah itu, istri keduanya memohon agar KH. Misbah untuk menikah dengan adiknya yang bernama Nyai Aisyah, dan mereka sanggup untuk menjadi khodimnya.

Sejak pernikahan dengan Aisyah, KH. Misbah pindah ke Padaan, Pabelan dan pada tahun 1810 lahir putra yang pertama yang diberi nama Umar (Hasan Asy’ari). Tidak lama kemudian pindah ke Ngawi, di Ngawi lahir dua putra (Toyib dan Marzuqi) dan satu putri (Khotijah). Setelah 22 tahun di Ngawi KH. Misbah pindah ke Cikalan (sebelah timur Dusun Poncol).

KH. Misbah yang mempunyai ilmu syari’at merasa bertanggung jawab untuk 'nasyrul ilmi waddin'. Kabar kealimannya didengar oleh Mbah Sinder, penguasa Getas (sebelah selatan Poncol). Pada tahun keempat sekembalinya dari Ngawi KH. Misbah diminta oleh Mbah Sinder untuk mengamankan daerah sebelah utara Getas, yaitu wilayah Ngerkesan yang terkenal angker, letaknya di antara dua aliran sungai yang bertemu dan menjorok, daerah inilah yang disebut Poncol, dan sebagai imbalannya daerah tersebut menjadi miliknya.

1.3 Wafat
KH. Misbah saat sakitnya bertambah parah, kemudian pada Senin, 12 Dzulhijjah 1332 H (1913 M), di Kota Makkah Al-Mukarramah KH. Misbah wafat.

2. Perjalanan Hidup dan Dakwah

2.1 Perjalanan Dakwah
KH. Misbah yang mempunyai ilmu syari’at merasa bertanggung jawab untuk 'nasyrul ilmi waddin'. Kabar kealimannya didengar oleh Mbah Sinder, penguasa Getas (sebelah selatan Poncol). Pada tahun keempat sekembalinya dari Ngawi KH. Misbah diminta oleh Mbah Sinder untuk mengamankan daerah sebelah utara Getas, yaitu wilayah Ngerkesan yang terkenal angker, letaknya di antara dua aliran sungai yang bertemu dan menjorok, daerah inilah yang disebut Poncol, dan sebagai imbalannya daerah tersebut menjadi miliknya.

Setelah menjadi tempat pemukiman selanjutnya tempat tersebut dijadikan sebagai tempat basis dakwahnya. Karena kealiman dan kearifannya, pengajian Kyai Misbah banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar bahkan dari luar daerah. Sebagai pemecahannya didirikan masjid sebagai pusat pengajian. Dengan demikian tambah ramailah Poncol dengan penimba ilmu kebijaksanaan.

2.2 Mendirikan Pesantren
Setelah menjadi tempat pemukiman selanjutnya tempat tersebut dijadikan sebagai tempat basis dakwahnya. Karena kealiman dan kearifannya, pengajian KH. Misbah banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar bahkan dari luar daerah. Sebagai pemecahannya tahun 1893 M/1310 H didirikan Pesantren Al-Ittihad di Dusun Poncol RT 04/02 Desa Popongan, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang.

Semenjak itulah Kyai Umar (Hasan Asy’ari) putra KH. Misbah mulai sadar yang akhirnya mulai mau mengaji. Kyai Umar mulai mengaji di Pesantren Termas, kemudian ke Mangkang dan yang terakhir kalinya ke daerah Jambu, Ambarawa, yaitu ke tempat Simbah KH. Zainuddin.

Karena kelimpatannya dalam menimba ilmu, Kyai Umar pulang setelah dinikahkan dengan putri gurunya yang bernama Nyai Natijah. Setelah kembali ke Poncol, Kyai Umar turut membantu ayahnya untuk mengurus santri yang semakin bertambah banyak. Lalu sebagai jalan keluarnya dibangunlah kamar yang berukuran 10 petak. Dengan demikian tambah ramailah Poncol dengan penimba ilmu kebijaksanaan.

Pesantren Al-Ittihad terus mengalami perkembangan masih esksi sampai ini. Para santri dari luar daerah terus berdatangan untuk menimba ilmu, bahkan pesantren yang beramalatkan dusun Poncol saat ini dilengkapi pendidikan formal dan non formal dengan fasilitas yang memadai.

2.3 Melaksanakan Ibadah Haji
Dilansir dari jashijau.com pada tahun 1332 Hijriah Kyai Misbah ingin melaksanakan ibadah haji dengan putranya, namun dirinya tidak memiliki biaya sedikitpun. Kemudian dirinya melaksanakan i’tikaf selama 40 hari. Dengan kehendak Allah menjelang keberangkatannya, banyak orang yang datang menghaturkan bekal untuk ziarah ke makam Rasulullah.

Sesampainya di Makkah Kyai Misbah bersama putra yang bernama Kyai Hasan Asy'ari melaksanakan ibadah hajinya dengan sempurna. Pada bulan Rajab berziarah ke Madinah, saat sampai di Wadi Fatimah, Kyai Misbah sakit dan tidak dapat menyempurnakan ziarahnya ke makam Nabi Muhammad SAW.

3. Pesan Beliau
Sekembalinya ke Kota Makkah, sakitnya bertambah parah, dan pada tanggal 27 Ramadhan, tepatnya jam 12 siang KH. Misbah menangis sejadi-jadinya. Kawan-kawan haji bergiliran menunggu KH. Misbah.

Ketika sampai giliran Kyai Hasan, Mbah KH. Misbah berkata “lee anakku, olehku nangis iki, rikolo aku ora turu dumadaan aku kerawuhan Gusti Rasul, aku ora pangkling sebab aku wis bola-bali ngimpi ketemu Gusti Rasul. Dene olehe dawuhi durung mari kangen marang aku, sebabe aku sowan namung sedelok kerono aku loro, lan kersane arep mulang penggawe haji. Wusono kesat durung tutuk mulang, bacut sedo ono imaman hanafi. Iku aku terus nangis, kesat wasiat hajiku kon nglakoni kowe lan kabeh perkarane mbok lan dulur-dulurmu kon masrahake kowe”.

Itulah pesan Mbah Misbah kepada Kyai Hasan.

4. Referensi
NU Online Jateng

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya