Biografi KH. Aceng Muhammad Ishaq (Aceng Sasa), Pengasuh Pesantren Fauzan, Garut

 
Biografi KH. Aceng Muhammad Ishaq (Aceng Sasa), Pengasuh Pesantren Fauzan, Garut

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-guru

3.    Penerus Beliau
3.1  Anak-anak

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mengasuh Pesantren
4.2  Karier Beliau

5.  Jasa-jasa Beliau
6.  Bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU)
7.  Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
KH. Aceng Muhammad Ishaq yang lebih dikenal dengan Ajengan Anom Fauzan atau Aceng Sasa, beliau merupakan putra sulung dari Syaikhul Masyaikh Asy Syekh KH. Aceng Muhammad Umar Bashri bin KH. Muhammad Adzro'i bin KH. Abdul Wahab bin KH. Muhammad Arif bin Mbah Nuryayi. Beliau lahir pada tahun 1918 untuk tanggal dan bulan kelahiran belum diketahui secara jelas.

1.2 Wafat
KH. Aceng Muhammad Ishaq berpulang ke Rahmatullahi pada hari Selasa, tanggal 24 Muharram 1369 H atau 15 November 1949 M. Beliau wafat pada usia yang sangat muda, yakni pada usia 32 Tahun. Karena pada masa pengungsian, beliau dimakamkan di komplek pemakaman Kaum belakang masjid Agung Garut Bersama penghulu Garut terdahulu yang Bernama KH Moehammad Moesa.

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Aceng Muhammad Ishaq memiliki dua istri, istri pertamanya yang bernama Hj Jubaedah binti KH. Harmaen memiliki dua putra, yakni KH. Aceng Umar Ishaq dan Nyimas Jojoh. Sedangkan dari keduanya yang Bernama Hj Asiah dikaruniai putri bernama Nyimas Kokoy.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
KH. Aceng Muhammad Ishaq mengenyam pendidikan agama pertama kali dari ayahnya sendiri yang juga memberi nama pesantren Pasirbokor menjadi Pesantren Fauzan, yakni KH. Aceng Muhammad Umar Bashri atau dikenal dengan nama Syaikhuna Fauzan.

Namun diusia yang masih sangat muda ketika dirinya berusia 14 tahun, KH. Muhammad Umar Bashri Wafat, Sehingga sesepuh pesantren Fauzan dipegang oleh KH. Haitami. KH. Haitami sendiri merupakan paman Aceng Sasa adik dari ibunya, Hj Fatmah binti KH Ahmad Hijazi.

Sebagai putra dari seorang kyai, beliau memiliki semangat yang sangat besar dalam mencari ilmu. Sehingga beliau melanjutkan pengembaraan ilmu ke beberapa pesantren, diantaranya ke Pondok Pesantren Galumpit, kemudian melanjutkan Pendidikan kepada KH. Ahmad Syatibi atau dikenal dengan Mama Gentur – Cianjur. Setelah selesai dari Gentur, Aceng Sasa melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Pesantren Pajaten, Sirnarasa-Cirebon asuhan KH. Hasan Hariri putra dari KH. Muhammad Zen.

2.2 Guru-guru:

  1. KH. Aceng Muhammad Umar Bashri atau dikenal dengan nama Syaikhuna Fauzan
  2. KH. Haitami
  3. KH. Ahmad Syatibi (Mama Gentur)
  4. KH. Hasan Hariri  Cirebon

3. Penerus Perjuangan Ilmu Beliau di antaranya:

3.1  Anak-anak beliau:

  1. KH. Aceng Umar Ishaq 
  2. Nyimas Jojoh
  3. Nyimas Kokoy

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Kemudian pada masa penjajahan Jepang, beliau kembali melakukan advokasi kepada pemerintahan Jepang agar tidak mengganggu kegiatan di pesantren. Sampai ada dua prajurit Jepang yang masuk islam dan menjadi santri Fauzan. Bahkan kedua prajurit Jepang tersebut menjadi warga Negara Indonesia dan mereka tinggal di Bandung sampai wafat.

4.1 Mengasuh Pesantren
Pada usia 18 tahun, KH. Aceng Muhammad Ishaq tidak langsung memimpin pesantren. Namun dalam dua tahun sebelum memimpin pesantren, Aceng Sasa sering melakukan kunjungan ke kampung-kampung khususnya masyarakat sekitar untuk merangkul mereka, khususnya Masyarakat yang masih sering melakukan kemaksiatan, sehingga dirinya terkenal dekat dengan para preman dan jawara.

Saat beliau memimpin pesantren, putra dari masyarakat yang sering dikunjungi oleh Aceng Sasa tersebut dipondokkan di Pesantren Fauzan.

4.2 Karier Beliau:

  1. Pengasuh Pesantren Fauzan Garut

5. Jasa-jasa Beliau
Sosok Pejuang Kemerdekaan

Sejak Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, kondisi Indonesia belum stabil karena banyaknya para pemberontak yang menjadi antek-antek Belanda. Sebagai pejuang kemerdekaan, beliau mendirikan Perkumpulan Dafoesial pada 5 Januari 1946 untuk menjaga kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan dokumen Dewan Pertimbangan Agoeng (DPA) yang ditulis oleh ketua DPA R.A.A Wiranatakusuma yang ditulis pada 5 September 1946, jumlah anggota Daf'oesial pada saat itu mencapai 130.000 Orang.

Untuk mendapatkan legalitas atau pengakuan Dafoesial dari pemerintah Indonesia yang belum lama berdiri. Aceng Sasa dan 20 santrinya berangkat pada tanggal 18 Agustus 1946 untuk menemui Paduka Jang Moelia (PJM) Presiden Ir. Soekarno yang ketika itu sedang berada di Yogyakarta.

Beliau berangkat kesana dengan alasan untuk meminta pengesahan organisasi yang dibentuknya sebagai legal formal dalam menjalankan roda organisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama ikut andil dalam menjaga keutuhan NKRI.

Ketika KH. Aceng Muhammad Ishaq mendiskusikan banyak hal dengan Bung Karno, beliau diminta untuk menjadi Imam Besar (Menteri pertahanan) bagi seluruh Prajurit atau Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada masa itu. Namun KH. Aceng Muhammad Ishaq tidak menerima tawaran tersebut dan lebih memilih untuk tetap mendidik santri dan mengayomi masyarakat di Pesantren Fauzan.

Karena kepercayaan Bung Karno tersebut, sepulang dari Yogyakarta, satu kompi tentara dititipkan kepada KH. Aceng Muhammad Ishaq untuk dididik di Pesantren Fauzan. Dimana pada siang hari mereka ikut ngaji, dan malam harinya mereka bergerilya menyerang pasukan para pemberontak.

6. Bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU)

Sebelum ada NU masuk ke Garut, KH. Aceng Muhammad Ishaq pernah masuk kedalam Majelis Syuriah Muslim Indonesia (Masyumi), namun ketika mencium banyaknya pengurus yang bertentangan dengan haluan islam Ahlussunnah Waljama'ah, hal tersebut menjadikan alasan dirinya keluar dari Masyumi.

Mengingat hasil perundingan Renville, Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera. Akibat kondisi tersebut, beliau dan Pasukan Dafoesial pergi ke Jawa Tengah karena Belanda meminta pemerintah Indonesia menarik mundur tentara yang ada di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Karena hasil perundingan Renville tersebut, SM Kartosoewiryo kecewa berat terhadap pemerintah pusat Indonesia, sehingga ia melampiaskan dengan cara mendirikan Negara Islam Indonesia atau dikenal dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan "Gerombolan".

Karena dalam masa pengungsian pada tahun 1949, tujuh santri Pesantren Fauzan dibantai oleh kelompok DI/TII dan pondok pesantren Fauzan dibakar, akibat hal tersebut, selain santri yang menjadi korban nyawa, banyak karya-karya syaikhuna Fauzan yang habis karena ikut terbakar di dalamnya.

7. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:

  1. https://www.nu.or.id
  2. https://infogarut.id

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya