Gempa 1926 dan Banjir Sumatra 2025, Manuskrip Kuno Bersuara Kembali

 
Gempa 1926 dan Banjir Sumatra 2025, Manuskrip Kuno Bersuara Kembali
Sumber Gambar: Apria Putra, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta -  “Allah-Allah! Terpikir pula kaum keluarga kita di antaro negeri yang telah kerusakan rumah batu…” Kalimat itu ditulis dengan tinta pada 1926, dalam bahasa Melayu Minang beraksara Arab, oleh seorang ulama bernama Haji Abdullatif Syakur. Ia menggambarkan gempa besar yang mengguncang Padangpanjang, meruntuhkan rumah-rumah batu, meluluhlantakkan menara masjid, dan menyisakan kegelisahan di hati. Tapi di antara reruntuhan itu, ada satu hal yang menarik perhatiannya yakni Rumah Gadang, rumah tradisional Minangkabau, masih berdiri kokoh.

Kini, hampir seabad kemudian, Sumatra kembali berduka. Bukan karena gempa, tapi karena banjir bandang yang menggenangi rumah, jalan, dan kehidupan. Saat kita melihat gambar-gambar air bah yang membanjiri permukiman, mungkin kita bertanya, apa yang bisa kita pelajari dari sejarah? Apakah nenek moyang kita punya kearifan yang terlupakan?

Buku harian Haji Abdullatif itu, yang ditemukan kembali pada 2017 oleh keluarganya di Agam, seperti suara dari masa lalu yang berbisik, “Kita pernah mengalami ini. Kita punya cara untuk bertahan.”

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN

Masuk dengan Google
Dan dapatkan fitur-fitur menarik lainnya.