NU Siap Hadapi Revolusi Industri 5.0, Seperti apa?

 
NU Siap Hadapi Revolusi Industri 5.0, Seperti apa?

LADUNI.id, Jakarta - NU dalam menyongsong satu abad atau 100 tahun memiliki tantangan tak mudah terutama dalam menghadapi era revolusi industri. 

Hubbul Wathan Minal Iman (cinta tanah air bagian dari iman) bukan sekadar jargon semata bagi warga NU, tapi juga sebagai pegangan untuk menghadapi revolusi industri five point zero (5.0) yang dituntut untuk memenuhi kekosongan kehidupan sosial, hubungan antarumat manusia, antarmanusia dan Tuhan serta humanity center.

Hal itu disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam menghadapi revolusi industri 5.0 di mana sebelum orang-orang memasuki era tersebut, NU telah mempersiapkannya, bahkan mengisinya. Prinsip-prinsip keagamaan dan sosial-kemasyarakatan NU menjadikan organisasi Islam terbesar ini selalu bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

“Hubbul Wathan Minal Iman adalah bagian dari humanity center untuk menghadapi tantangan tersebut,” terangnya dalam sambutan Harlah ke-93 NU di JCC, Kamis (31/1).

Menurut Kiai Said, dunia menghadapi beberapa proses revolusi industri yang pertama yakni revolusi industri 1.0 berupa mekanisasi tenaga air dan uap selama 125 tahun atau selama lima generasi.

Memasuki yang kedua yakni revolusi industri 2.0 berupa produksi masal, assembling, serta listrik selama 75 tahun atau selama tiga generasi. 

Revolusi industri ketiga yakni 3.0 yang juga terjadi selama 3 generasi dengan terwujudnya teknologi komputer, dan otomatisasi. Sedangkan revolusi industri yang ke empat—4.0 yang terjadi saat ini, berupa adanya cyber system, digitalisasi, teknologi IT yang begitu cepat dan leluasa, robotic, online system economy seperti gojek, grab dan educause yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Adapun revolusi industri yang kelima atau 5.0 seperti yang telah diungkapkan Kiai Said, perlu diisi. “Jika hanya memenuhi sampai ke 4.0 saja, maka akan kehilangan jati diri, akan menjadi masyarakat yang sekuler, liar dan tidak memiliki kepribadian,” terang pengasuh pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

Untuk itu, sebagaimana dilansir dari NU Online, nasionalisme serta budaya spiritualitas yang dimiliki oleh masyarkat kita akan menjadi bekal dalam menyongsong revolusi industri 5.0 mendatang. Kiai Said juga berpesan agar NU kedepannya harus lebih percaya diri dalam menghadapi revolusi industri global.

“Enggak boleh minder,” tegasnya. (Nuri Farikhatin/Fathoni)