Meneladani Sirah Nabi dalam Kehidupan Zaman Now

 
Meneladani Sirah Nabi dalam Kehidupan Zaman Now

 

LADUNI. ID, SEJARAH- Tatkala Allah Swt mengangkat beliau menjadi Rasul pada umur 40 tahun, baginda Muhammad saw langsung pergi menghadap manusia untuk memberitahu bahwa dirinya seorang Nabi utusan Allah untuk mereka. Misi dakwah yang beliau emban adalah menguatkan risalah para Nabi dan Rasul sebelumnya. Dan menjelaskan bahwa dirinya Nabi akhir zaman, tidak ada lagi Nabi sesudahnya.

Beliau juga mengingatkan manusia akan hakikat bahtera kehidupan ini. Bahwa dunia hanyalah ladang bercocok tanam yang hasilnya akan dipanenkan di negeri akhirat. Manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah yang fana. Kehidupan dunia pasti akan berakhir pada suatu masa. Beliau juga menegaskan bahwa apa pun yang dibawanya bersumber dari Allah Swt.

Nabi Muhammad saw tidak mengubah, mengurangi atau menambah-nambah sedikit pun dari ajaran Tuhan yang dibebankan atasnya, sebagaimana firman Allah, “Seandainya dia (Muhammad) mengada-ngada sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka, sekali-kali tidak seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu.” (QS. al-Haqqah: 44-47).

Para peneliti sirah Nabi ada yang berkata, “kita tidak perlu mengerahkan pikiran dan menumpahkan segala tenaga seperti yang diinginkan Muhammad dalam memaknai kenabian dan risalah yang diembannya.” Pernyataan ini baru dapat diterima apabila kehidupan Rasulullah sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Tapi ternyata tingkah-laku dan akhlak beliau sebagai seorang Nabi jelas berhubungan langsung dengan eksistensi umat Islam. Yang jika diabaikan, kita pasti akan tenggelam dalam kesesatan.

Dalam mempelajari pribadi seseorang lihatlah kepada seluruh dimensi kehidupannya, baik hubungan individunya maupun masyarakat. Tempatkanlah setiap permasalahan sesuai dengan kedudukannya. Hemat kami, pertanyaan “seperti apakah sosok yang ingin ditunjukkan” sangat memotivasi seseorang untuk mengkaji seluruh tindak-tanduk tokoh yang ingin ia ketahui. Sehingga kita tidak salah dalam menafsirkan seseorang yang ingin kita teliti.

Dengan demikian, dalam memahami kisah Nabi, logika mengharuskan kita untuk menguliti seluruh lini kehidupannya, mulai dari kelahiran, akhlak, kehidupan rumah tangga, kesabaran, perjuangan, perdamaian yang dilakukan, peperangan yang dipimpin, serta sikap luhur mereka sehari-hari terhadap sahabat dan dalam memperlakukan musuh-musuhnya.

Janganlah ketika membaca kisah Rasulullah saw, kita menyibukkan diri dengan perkara-perkara lain yang tidak ada hubungannya dengan hidup kita. Bukankah melakukan kebodohan itu sama dengan seseorang yang tersesat di hutan belantara, lalu berjumpa seseorang menunjukkan jalan keselamatan, tapi dia sibuk menilai dan mempelajari wajah, pakaian yang digunakan, atau tutur katanya?

Oleh : Tgk. Abdul Hamid M. Djamil, Lc., alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dan Dewan Guru Dayah Ummul Ayman Mesjid Raya Samalanga