Niat dan Ikhlas dalam Beribadah

 
Niat dan Ikhlas dalam Beribadah

LADUNI.ID - Niat yang baik dan benar mengantarkan pada ikhlas. Inilah yang menentukan nilai ibadah di sisi Allah selama dilaksanakan sesuai aturan fiqh dan syariahnya. Khusus ibadah shalat, niatnya harus ada 3 unsur, yaitu 1. Qashdun, yakni sengaja melakukan. Inilah dibuktikan dengan membaca Ushalli. 2. Ta'arrudh, yakni menyatakan fardhu atau sunnat. Inilah yang dibaca Fardha. 3. Ta'yinun, menyebutkan nama shalat. Bunyinya misalnya: Ushalli fardhal 'Isyai (Saya sengaja shalat fardhu isya). Bacaan ini sudah sah dan memadai. Lengkapnya biasa menyebutkan 4 rakaat menghadap kiblat berjamaah karena Allah. Inilah aplikasinya lafal niat yang dibaca sesaat sebelum Takbir Ihram. Pada waktu Takbir Ihram membaca Allahu Akbar bersamaan dalam hati niat shalat seperti yang disebutkan di atas.

Masalah ini sudah lazim oleh para ulama terutama dalam kajian kitab kuning. Sekarang muncul orang-orang baru, bukan hanya mempertanyakan tapi dengan beraninya menyalahkan dan mengatakan membaca Ushalli .... sesaat sebelum shalat adalah bid'ah. Setiap bid'ah sesat. Na'udzubillah min dzalika. Mungkin inilah sebabnya pengurus masjid meminta kepada saya membahas kembali masalah niat dalam ibadah. 

Imam Nawawi ahli hadis dan ahli fikih pengarang kitab Syarah Sahih Muslim, kutab Riyadhussalihin, mengatakan dalam kitabnya Minhaj ath-Thalibin juz I/26: Niat dicamkan dalam hati dan disunnatkan dibaca (dilafalkan) sesaat sebelum Takbir Ihram. Hal yg sama dikemukakan Syekh Ibnu Hajar al-Hautami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj Juz 2/12, Imam Ramli dalam kitabnya Nihayah al-Muhtaj Juz 1/437, al-Qasthalani pengarang kitab Irsyad as-Sari syarh Sahih al-Bukhari dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyah Juz 2/217-218, dan Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili pengarang kitab Tafsir Al-Munir 30 juz, dalam kitab fikih kontempirernya Al-Fiqh al-Islamu wa Adillatuhu Juz 1/773, bahwa sepakat para ulama niat shalat ada di hati; dan disunnatkan menurut Jumhur Ulama seperti nadzhab Syafi'i, Abu Hanifah dan Hmad bin Hambal. Adapun madzhab Malik tidak disunnatkan tapi dibolehkan. 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN