Indahnya Merajut Ukhuwah dan Persaudaraan

 
Indahnya Merajut Ukhuwah dan Persaudaraan

LADUNI. ID, HIKMAH-SALAH SATU hubungan kita sebagai insan sosial dalam hablum minannas berupa menjalin persaudaraan dan ukhuwah. Tidak sedikit nash yang mengutarakan hal tersebut.

Salah satu ayat yang menjelaskan pentingnya persaudaraan dan ukhuwah terdapat dalam surat Al-Hujurat dapat dijadikan landasan pengamalan konsep ukhuwah  Islamiyah. 

Ayat yang dimaksud adalah, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin bersaudara, karena itu lakukanlah ishlah di antara kedua saudaramu.” (QS 49: 10).


Kata ishlah atau shalah yang banyak sekali berulang dalam Al-Qur’an, pada umumnya tidak dikaitkan dengan sikap kejiwaan, melainkan justru digunakan dalam kaitannya dengan perbuatan nyata.


Kata ishlah hendaknya tidak hanya dipahami dalam arti mendamaikan antara dua orang (atau lebih) yang berselisih, melainkan harus dipahami sesuai makna semantiknya dengan memperhatikan penggunaan Al-Qur’an terhadapnya.

Puluhan ayat berbicara tentang kewajibanmelakukan shalah dan ishlah. Dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata shalah diartikan sebagai antonim dari kata fasad (kerusakan), yang juga dapat diartikan sebagai yang bermanfaat. Sedangkan kata islah digunakan oleh Al-Qur’an dalam dua bentuk: Pertama ishlah yang selalu membutuhkan objek; dan kedua adalah shalah yang digunakan sebagai bentuk kata sifat.

Biasanya karena terlalu sibuk oleh urusan kerja dan urusan dunia yang lainnya, sering kita melupakan kebiasaan baik orang-orang saleh, yaitu silaturahim dan mengunjungi saudara yang jauh. Padahal, mengunjungi saudara yang jauh adalah wujud kasih dan cinta yang sejatinya tidak boleh kita lupakan dengan alasan apa pun. Hanya dengan saudaralah kita berbagi dalam suka dan duka mengarungi kehidupan—bahkan kalau bisa sampai masuk surganya Allah Sang Khalik bersamasama pula.

Namun, ternyata kebiasaan baik yang bernilai ibadah ini sering kita lupakan. Tersebab canggihnya teknologi, tidak sertamerta bisa menggantikan nikmat batin atau hati karena bisa bertatap muka secara langsung dengan saudara yang rumahnya jauh. Ada perbedaan rasa dan psikologis yang cukup kontras. Itulah yang dikatakan bahwa menjalin cinta kasih dengan saudara yang jauh adalah sebuah kegiatan yang dikasihi pemilik kasih sejati: Allah SWT.

Mengapa kita malas untuk menjalin persaudaraan (baik saudara kandung atau ataupun saudara seakidah) hanya karena terlalu sibuk dengan urusan kerja? Sesungguhnya Allah menyayangi manusia yang saling mencintai karena-Nya. Diriwayatkan, ada seorang laki-laki berangkat mengunjungi saudaranya di sebuah perkampungan yang jaraknya sangat jauh dari kampung halaman laki-laki tersebut. Perjalanan itu harus dilaluinya dengan melewati perbukitan yang sangat terjal. Sungguh Allah Mahabaik, Dia menurunkan seorang malaikat yang menyerupai manusia untuk menemani perjalan si laki-laki itu.

Ketika hampir sampai di gerbang perkampungan yang dituju, malaikat utusan Allah itu bertanya, "Wahai saudaraku, hendak ke manakah engkau?" Laki-laki itu menjawab, "Sesungguhnya aku hendak mengunjungi saudaraku di perkampungan ini."

Malaikat itu bertanya lagi, "Adakah karena utang budi sehing ga engkau jauh-jauh rela datang mengunjungi saudaramu tersebut?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak. Bukan karena utang budi, bukan juga karena sesuatu hal. Hanya saja aku mencintainya karena Allah. Hanya itu."

Akhirnya malaikat yang berwujud manusia itu pun membuka jati diri yang sebenarnya seraya berkata, "Sesungguhnya aku adalah malaikat utusan Allah yang Maha Penyayang untuk mengatakan kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu karena cinta tulusmu kepada saudara seiman." Sejatinya Allah tidak mungkin meninggalkan manusia yang gemar menebar kebaikan dengan rajin saling mengunjungi dan menjalin persaudaraan. Ketika kita mentradisikan untuk me ngunjungi rumah saudara yang jauh sebagai bentuk nyata cinta karena Allah, sudah dipastikan di rumah tersebut penuh dengan kebaikan dan keberkahan-Nya. Sebuah keindahan hakiki.

Mengapa itu bisa terjadi? Karena Allah senang dengan orang-orang yang saling mencintai dengan ikhlas dan cinta sejati. Bukan cinta yang dilandasi kepentingan dan tujuantujuan yang menyimpang dari aturan Allah.

Diriwayatkan dari sahabat Muadz ibn Jabal bahwa dia mengatakan pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Allah berfirman, 'Wajib kecintaan-Ku terhadap orang-orang yang mencintai karena Aku, orang-orang yang bergaul karena Aku, dan orang-orang yang berkorban karena Aku.'"

Beranjak dari itu, mari kita wujudkan cinta kepada saudara kita dengan rajin saling mengunjungi dan menjalin persaudaraan agar keber kahan langit turun. Karena di dalam sebuah rumah yang senan tiasa ramai oleh ajang silaturahim akan terkumpul energi posi tif untuk semangat beribadah dan meraih hakikat cinta Allah yang sejati. Pada akhirnya, Allah tidak akan segan menuntun kita untuk tetap istiqamah di dalam kebaikan menuju surga- Nya. Wallahu a'lam.

***Helmi Abu Bakar el-Langkawi, Dikutip dari berbagai sumber.