Meneladani Karakter Ulama

 
Meneladani Karakter Ulama

LADUNI. ID, SOSOK-WALED NURUZZAHRI yang merupakan lama kharismatik Aceh yang dijuluki Ayah seribuan anak yatim piatu Aceh ini merupaka sosok bertubuh tinggi tegap, jenggot  lebat yang kian memutih menggambarkan sosok wibawa terpancar diri rautnya.

Topikal postur tubuh berhias jenggot itu teretas memori Jauh ke penduduk jazirah Arab plus rambut  lurus mulai beruban melukiskan kejernihan di pikirannya, sorot  mata yang tajam menerkam perasaan bagi siapa yang menatapnya dan nada bicara beliau terkesan vokal namun lembut dan santun.

Secara kasat mata, Waled nampak keras dan seram. Namun,  siapa menduga, di balik suaranya yang memekik dan jenggotnya yang lebat bak sarang lebah bergantung di dahan, tersimpan kelembutan yang luar biasa dan manisnya ilmu yang diteguk oleh sekian banyak murid-murid beliau dan masyarakat.

Terkadang Waled nampak juga sesekali di kantin santri Dan sering saat  mengunjungi dayah Di kantor pribadinya dam itu ditunjuki dengan sandal khasnya plus tongkat yang setia menemani Waled, terkadang hanya sepasang sandal bahkan lebih.

Kediaman beliau kini sudah sekompleks dengan dayah Ummul Ayman, di teras rumah berlantai satu, disambut hangat dengan basa-basi yang santun.

Sikap keharmonisan dan objektivitas dalam menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan penulis. Suasana  pertemuan semakin haru sehingga banyak data mengenai ulama yang satu ini bisa penulis peroleh. 

Dari sikap menghadapi wali murid, beliau sangat tegas dan berterus terang, bahwa untuk sementara santri yang berstatus yatim tidak bisa diterima karena ruang inap  tidak mencukupi sebab jumlah santri yang ada sudah mencapai 700 orang, melebihi kapasitas daya tampung asrama.

Merasa keinginannya tak terpenuhi,, tamu tersebut sejenak diam, raut wajahnya menampakkan kekesalan dan keputusasaan. Dengan cermat, Waled menangkap ekspresi wajah sang tamu lalu beliau meminta kepada tamu untuk memahami tingkat kemampuan dan pelayanan yang sanggup diberikan kepada anak yatim.

Beliau menggambarkan bahwa, panti tidak sanggup memberi pelayanan lebih dari 250 orang anak yatim dalam bidang konsumsi dan kebutuhan lain yang masuk dalam tanggungan yayasan saat ini.  
Waled menerapkan sikap kewirasuwastaan dalam mendidik para santri.

Waled dalam keseharian juga sering bersama-sama anak yatim bergotong royong di sawah dan di  dayah. Sampai di usia menjelang 60 tahun, Waled masih sanggup mengontrol pembangunan di dayah.

Menurutnya, seorang pimpinan jangan mutlak menyerahkan setiap urusan kepada bawahan,dengan kata lain, pimpinan harus tahu persis apa yang dikerjakan bawahan. Karena itu, selain pimpinan dayah, beliau juga ikut berpartisipasi dalam setiap urusan internal dayah.

Tidak ada satu kebijakan pun yang diambil oleh dewan guru terlepas dari rekomendasi beliau.  Di samping itu, Waled Nu juga menonjolkan sifat khidmah.

Dalam bulan Ramadhan,  menjelang buka puasa, waled sudah bersimpuh di balee musalla yang masih berkontruksi kayu. Setiap  ada santri yang lewat dipanggil untuk berbuka puasa bersama.

Keseharian dalam menyapa anak didik, Waled sering menggunakan bahasa Arab atau bahasa Indonesia sebagai upaya menumbuhkan semangat berkomonikasi dengan bahasa resmi nasional dan dunia.

Wajar saja karena di pesantren (Fatah) beliau diterapkan berbahasa Arab, Inggris dan Indonesia bahkan pembelajarannya termasuk dalam ektrakurikuler dan itu menjadi ciri khas pendidikan di Ummul Ayman.

Kini dayah Ummul Ayman terus berbenah dan telah melahirkan perguruan tinggi juga Dayah cabangnya dan beberapa inovasi lainnya di bawah yayasan yang dipimpin Waled. Semoga Umay (Ummul Ayman) terus maju dan berkembang.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, dikutip dari sumber tercecer