Bulan Rajab #19: Puasa Rajab Menurut Ulama Mazhab

 
Bulan Rajab #19: Puasa Rajab Menurut Ulama Mazhab

 

LADUNI. ID, HIKMAH -Kajian kali ini penulis mencoba untuk menambah pembendaharaan ilmu tentang kelebihan Rajab dengan permasalahan puasa Rajab yang dianggap masih kontroversial. Menarik untuk kita mengkajinyan, dalam pandangan para ulama mazhab yang empat (al-mazahibul al-arba’ah) mayoritas berpendapat sunah hukumnya berpuasa pada bulan Rajab.

Ulama madzhab Malikiyyah menyatakan bahwasanya melakukan puasa di bulan Rajab merupakan salah satu macam puasa yang disunnahkan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Syarah Dardil ‘Ala Khalil:”disunahkan puasa Muharram, Rajab dan Sya’ban begitu juga hari-hari bulan haram lainnya, paling afdhal pelaksanaan ibadah puasa adalah Muharram, Rajab, Dzulqa’dah dan  Dzul Hijjah”.(Kitab Syarah dardil ‘ala Khalil: I:513).

Paparan  yang hampir sama juga diuraikan dalam kitab mazhab Al-Maliki di antaranya kitab Muqaddimah Ibnu Ziyad (II:272), Kifayah Thalib Ar-Rabbani (II:407). Ulama mazhab Hanafiyyah juga menyebutkan sunah puasa pada bulan Rajab sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah ; “yang disunahkan dari puasa itu banyak, puasa pertama puasa  Muharram, kedua puasa Rajab, ketiga puasa Sya’ban dan puasa Asyura “ (Syaikh Nizhomuddin Al Balkhi kitabAl-Fatawa Al-Hindiyah:I:202). Mazhab Syafi’iyyah juga menyatakan bahwasanya puasa di bulan Rajab adalah sunah.

Dalam Al-Majmu Syarah Muhazzab disebutkan: “sebagian puasa yang disunahkan adalah puasa bulan haram yaitu Zulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab sedangkan yang paling afdhal adalah puasa Muharram..”( Syekh An-Nawawi, Al-Majmu Syarah Muhazzab:VI:439).

 

Kupasan yang hampir sama juga dituangkan dalam kitab Asna Muthallib, berbunyi: ”paling afdhal” puasa setelah Ramadan adalah bulan haram yakni Zulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab”. (Syekh Zakaria Al-Anshari, Asna Muthallib:I:433).

 

Penjelasan yang sama juga dibahas dalam banyak kitab mazhab Imam Syafi’I lainnya, disebutkan juga dalam kitab Mugni Al-Muhtaj(II:187),Nihayah Muhtaj (III:211).

Sementara itu dalam mazhab Hambali juga dijelaskan bahwa mengasingkan berpuasa di bulan Rajab secara penuh satu bulan hukumnya makruh meskipun terdapat pendapat lain (pendapat qiil) yang menyatakan sunah. Namun kemakruhannya akan hilang apabila seseorang menyelainya dengan tidak puasa meski dengan satu hari atau dengan mengiringnya dengan puasa pada bulan lainnya.(Ibnu Qudamah, Al-Mughni:III:53, Ibnu Muflih, Al-Furu’:III:118, Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih min Al-Khilaf, Al-Mardawi: III:346).

Namun sebagian ulama ada yang menyebutkan bahwa hadist tentang kelebihan puasa Rajab adalah maudhu (palsu). Menanggapi komentar ini Imam Suyuthi menyebutkan bahwa  derajat hadits yang menyatakan tentang kelebihan dan keutamaan puasa bulan Rajab bukanlah  berstatus maudlu’ (palsu) tetapi hanya berstatus dhaif (lemah) yang sehingga boleh diriwayatkan dalam rangka untuk fadhailul a’mal (kelebihan dalam beramal). (Imam As-Suyuti, al-Hawi Li al-Fatawa :I:339).[]

***Helmi Abu Bakar el-Langkawi,