Kaidah Tentang Niat dan Kesalahan Aplikasinya (Kaidah Pertama)

 
Kaidah Tentang Niat dan Kesalahan Aplikasinya (Kaidah Pertama)

LADUNI.ID - Nabi Muhammad pernah bersabda: 
إنما الآعمال بالنيات
"Keabsahan suatu perbuatan [ibadah], tergantung pada niatnya"

Hadis ini adalah salah satu pondasi dalam ibadah. Setiap ibadah dimaksudkan agar pelakunya mendapatkan pahala. Namun, untuk tujuan itu harus ada niat yang benar barulah ibadah tersebut sah dan diperhitungkan. Tanpa niat yang benar, suatu ibadah dianggap tidak sah. Tidak sah berarti secara hukun dianggap tak pernah terjadi, meskipun secara riil dilaksanakan.

Niat berfungsi membedakan antara ibadah dan kebiasaan. Tanpa niat, suatu perbuatan ibadah hanya akan menjadi sebuah kebiasaan saja sehingga tak bernilai pahala. Shalat tanpa niat hanya akan seperti gerakan senam. Puasa tanpa niat hanya akan seperti sekedar tak makan. Zakat tanpa niat hanya akan seperti hadiah biasa. Haji tanpa niat hanya akan menjadi jalan-jalan. Mandi junub, mandi haidl, mandi nifas, atau mandi sunnah jumat tanpa niat hanya akan menjadi mandi biasa. Demikian bisa dikiaskan sendiri.

Yang disebut niat dalam perspektif Imam Syafi'i adalah menyengaja melakukan suatu perbuatan BERSAMAAN saat perbuatan itu dilakukan. Ini adalah definisi niat paling canggih yang berasal dari Imam berdarah Quraisy ini. Bila misalnya seseorang berencana mau shalat tarawih nanti malam, maka rencana itu bukanlah niat melainkan قصد saja. Bila nanti sudah selesai shalat Isya' dan bersiap-siap di masjid untuk melakukan tarawih, ini pun belum disebut niat melainkan عزم saja. Baik قصد atau عزم barulah sekedar rencana dalam hati yang belum benar-benar diwujudkan. Tetapi bila saat takbiratul ihram dalam rangka tarawih ada besitan dalam hati bahwa ia melakukan shalat sunnah tarawih, maka itulah yang disebut نية. Puasa adalah pengecualian sebab tak mungkin memaksa orang untuk berniat persis di detik saat fajar subuh tiba.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN

 

 

Tags