Ramadhan dan Pengampunan

 
Ramadhan dan Pengampunan

LADUNI.ID - Jika kita simak sifat-sifat Allah di dalam Asmâul Husnâ, Allah lebih banyak tampil dari sisi jamâliyah (keindahan-Nya) ketimbang jalâliyah (keperkasaan-Nya). Manifestasi jamâliyah Allah yang paling intens tertuang dalam sifat Rahmân Rahīm. Di dalam al-Qur’an (QS. al-An’âm/6: 54), Allah menetapkan atas diri-Nya bahwa kasih sayang-Nya melampaui murka-Nya; dan bahwa kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu (QS. al-A’raf/7: 156). Dalam Hadis Qudsi, Allah menegaskan bahwa rahmat-Nya melampaui murka-Nya (HR. Bukhari-Muslim).

Islam adalah agama kasih sayang yang datang dengan semangat memperbaiki dan mengampuni ketimbang membalas dan menghukum para pendosa. Tidak ada satu pun anak cucu Adam yang tidak berdosa. Bahkan, Islam bukan agama yang menuntut manusia bebas dari dosa. Seandainya manusia tidak berdosa, kata sebuah hadis qudsi, Allah justru akan menumpas mereka, kemudian akan didatangkan makhluk lain yang berdosa dan meminta maaf, kemudian Allah akan mengampuni mereka (HR. Muslim). Dosa manusia adalah katalis bagi Allah menjelmakan sifat-Nya yang Maha Pengampun dan Pemaaf.

Dosa menjauhkan manusia dari Allah, sebagaimana dosa menggelincirkan Nabi Adam dari surga. Tetapi, tanpa dosa Adam, kehidupan dunia tidak pernah ada. Manusia dan dosa adalah satu kesatuan. Allah mengampuni segala dosa (QS. Zumar/39: 53), kecuali syirik (QS. An-Nisa/4: 48). Islam mengajarkan bahwa dosa dan kesalahan akan terhapus dengan pahala dan kebaikan (QS. Hud/11: 114). Rasulullah mengajarkan untuk mengiringi keburukan dengan kebaikan. Kebaikan akan melebur keburukan (HR. Tirmidzi). Allah menyediakan amal-amal kebaikan sebagai kafârat keburukan. Amal-amal itu ada yang sifatnya harian, mingguan, dan tahunan. Dalam hadis riwayat Ahmad dan Baihaqi, Rasulullah bersabda:

“Di antara satu salat ke salat lain adalah peleburan dosa. Di antara satu jum’at ke jum’at lain adalah adalah peleburan dosa. Di antara satu Ramadan ke Ramadan lain adalah peleburan dosa, kecuali bagi tiga hal: menyekutukan Allah, meninggalkan sunnah, dan melepaskan perjanjian. Sahabat bertanya tentang maksud meninggalkan sunnah dan melepaskan perjanjian. Rasullah menjawab, melapaskan perjanjian adalah, “Engkau berbaiat kepada seseorang dengan tangan kananmu, kemudian engkau menyelisihinya dan engkau perangi dia dengan pedangmu. Adapun meninggalkan sunnah adalah keluar dari jama’ah.”

Salah satu bacaan yang diajarkan Rasulullah sepanjang Ramadan dan menyongsong lailatul qadar adalah doa Allâhmumma innaka ‘Afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, suka mengampuni maka ampunilah aku). Redaksi yang digunakan adalah ‘Afuww bukan Ghafūr. Kedua-duanya menunjuk sifat Alah yang Maha Pengampun.

Menurut Imam Ghazali, pengampunan dalam bentuk ‘Afuww lebih intensif ketimbang Ghufrân. Dalam kitab Al-Maqshad al-Asnâ fi Syarh Asma’illâhil Husnâ, Imam Ghazali membagi dua jenis pengampunan dosa. Pertama, penghapusan. Ini adalah kemurahan Allah yang paling tinggi. Jika seseorang bersalah, dia bukan hanya dimaafkan alias tidak dihukum, tetapi catatan dosanya dihapus. Mengampuni dosa dengan cara menghapusnya adalah pengertian ‘Afuww. Kedua, pengampunan. Ini terjadi ketika seseorang melakukan dosa, kemudian diampuni dengan cara menutupnya. Ada catatan dan bekas nodanya, tetapi ditimpa dengan kemurahan Allah. Pengampunan bisa dilakukan tanpa dihukum, setelah dihukum atau dengan potong hukuman. Mengampuni dosa dengan cara menutupnya adalah makna Ghafūr. Allah akan mengampuni dosa selain syirik kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan menghukum siapa saja yang dikehendaki-Nya (QS. al-Baqarah/2: 283; QS. al-Fath/48: 14).

Seluruh asal kata Ramadan dalam bahasa Arab menunjukkan sifat panas. Ramadlun sebagai ism (kata benda) berarti terik atau panas sekali. Ramidla al-nahâr artinya siang terik, ramidlat qadamuhu, artinya telapak kakinya terpanggang. Dalam tafsirnya, Qurthubi menjelaskan, dinamakan Ramadan karena dia memanggang dosa, melebur dosa dengan amal-amal kebajikan.

Ramadan adalah hadiah terbesar dari Allah bagi setiap manusia yang berdosa. Jika dosa menjauhkan manusia dari Allah, Ramadan melebur dosa agar manusia kembali dekat dengan-Nya. Amal kebajikan dilipatgandakan pahalanya agar menggugurkan noda. “Siapa saja yang mendirikan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, dosa-dosanya yang lalu akan diampuni” (HR. Bukhari-Muslim). Karena itu, rugi besar jika Ramadan datang kepada seseorang, kemudian berlalu tanpa dosa-dosa orang itu diampuni. Artinya, dia menyia-nyiakan kesempatan emas menabung pahala menggugurkan dosa.

Di bulan istimewa ini, umat Islam didorong berlomba-lomba mengejar amal kebajikan, baik personal maupun sosial. Ibadah-ibadah pribadi seperti salat dan tadarus al-Qur’an bernilai sama penting dengan menyantuni fakir miskin, silaturahim, sedekah, dan memberi buka ke orang yang puasa. Jika tidak bisa berkata-kata baik, lebih diam daripada memicu permusuhan. Jangan sampai kerongkongan dan perut kita puasa, tetapi hanya dapat lapar dan dahaga. Puasa adalah olah fisik dan mental, madrasah spiritual untuk merohanikan kepribadian manusia dalam rangka meneladani akhlak Allah yang mulia.

Oleh: M Kholid Syeirazi