DI Balik "Kutiba" dalam Ayat Shaum

 
DI Balik

LADUNI.ID - Setiap ayat dalam Alqur’an, selalu memberikan mutiara tiada henti; indah dilihat, enak dibaca dan membuat hati bahagia dalam mengkajinya. Ayat yang sering diulang-ulang ketika bulan Ramadan adalah : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183).

Dalam Ilmu Balaghah dan Ilmu Nawwu, kalimat yang tidak disebutkan pelakunya (pasif) ada beberapa sebab di antaranya: karena sudah diketahui, untuk memuliakan, untuk menjaga dari hinaan, atau untuk menyamakan dengan sebelumnya, atau tidak penting untuk disebutkan, serta untuk menghinakan, juga Menurut Imam as-Suyuti untuk meringkas.

Kira-kira yang ada di dalam ayat di atas bermakna apa? Untuk menentukan, kita harus melihat konteks Ayatnya dulu. Namun di sini, penulis tidak membuat makalah, hanya ringkasan saja, maka penulis mengambil beberapa contoh saja.

Menggunakan pasif terkadang terkait dengan kesulitan, kemasyakatan, kesusahan dan kewajiban, dan kata aktif, selalu digunakan untuk menampakkan kebaikan-kebaikan, atau pelaku yang terkait dengan kebaikan-kebaikan, Pasif Seperti zuyyina linnasi hubbusysyahawat, atau kejelekan yang tidak pantas untuk diri-Nya (utuu al-kitabah) berbeda dengan kebaikan (ataina hum al-kitaba).

Demikian dalam kesulitan dan kewajiban menggunakan kutiba bukan _katabna. Sedangkan dalam kebaikan-kebaikan selalu menggunakan aktif (menampakkan diri, pelaku) seperti dalam surat al-Maidah (21), al-Mujadalah (22), al-An’am (12), al-A’raf (156). Yang menggunakan katabana yang terkait dengan kesulitan, kemasyakkatan, atau kewajiban al-Maidah (45). Demikian pula dalam penggunakan kutiba ‘ala dengan kutiba li, yang pertama terkait dengan kemasyakkatan, kesulitan dan kewajiban, sedangkan _kutiba li_ terkait dengan kebaikan-kebaikan, seperti; illa kutibalahumamalun shaleh (at-Taubah; 120), (an-Nisa’;127), (at-Taubah;121).

Demikian juga dalam Al-Qur’an kita banyak menemukan kata kataba, namun yang bermakna diwajibkan, atau mewajibkan yang diikuti kata ‘ala dan satu ayat yang tidak menggunakan 'ala yaitu kitaban mauqutan. Dan yang menarik ada satu ayat "katabah Allah ala nafsihirrahmah" yang bermakna Allah “mewajibkan” atas diriNya Rahmat. Disini bias berarti Allah telah mewajibakan Rahmat bagi orang yang telah melakukan kewajiban puasa (Deden M) "Kutiba" digunakan dalam beberapa ayat, karena curahan rahmat Allah yang luar biasa.

Selain puasa, yang diwajibkan dengan menggunakan kata “kutiba” adalah tentang Qishash (QS al-Baqarah: 78), Wasiat (QS al-Baqarah: 80), dan Perang (QS- al-Baqarah: 216).

Ini, karena ketiganya, sama halnya dengan puasa, diwajibkan sebagai bukti dekatnya rahmat Allah. Oleh karenanya, dalam Qishash, dijelaskan cara memaafkan, dijelaskan pula bahwa di dalam Qishash ada kehidupan. Demikian pula dalamWasiat dan Perang. (Samar an-Nudzdan Deden Muhammad). Dan ada pula yang berpendapat, menggunakan “kutiba”, karena wajibnya puasa itu sendiri bagi manusia, dan sangat penting dalam menjaga kesehatan dan pertumbuhannya. Walaupun tidak diwajibkan oleh Allah sebagai pengatur manusia, seharusnya sudah menjadi kewajiban manusia untuk menunaikan ibadah puasa, karena pentingnya puasa dalam kehidupan seseorang.

Rujukan: Alqur’an, Lamasat Bayaniyah, Asror Ayat ushiyam

Oleh: Halimi Zuhdy