Nonaktifkan Medsos, Bijakkah?
Nonaktifkan Medsos, Bijakkah?
LADUNI. ID, KOLOM-Pesan yang disampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa ke berbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet, pesan yang disampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper, pesan yang disampaikan cenderung lebih cepat dibanding media lainnya, serta penerima pesan yang menentukan waktu interaksi. Nah, itulah sebagian dari ciri-ciri sebuah media sosial.
Friendster, LinkedIn, MySpace, Facebook, Twitter, Instagram, LINE, serta Whatshapp dan masih banyak lagi contoh-contoh media sosial yang saat ini digunakan di Indonesia.
Namun, di tiga(3) tahun terakhir ini media sosial yang ramai diminati yaitu Instagram dan Whatshapp. Tidak hanya digunakan untuk mengisi kekosongan saja media sosial ini dipakai, akan tetapi sering ditemukan media sosial juga digunakan sebagai akses untuk melakukan aktivitas bisnis.
Contohnya bisnis online shop, dan terkadang sebuah perusahaan membuat sebuah grup di Whatshapp sebagai media komunikasi antar karyawan ataupun pegawai.
Apa jadinya bila media sosial yang setiap harinya digunakan untuk aktivitas bisnis dan komunikasi di sebuah perusahaan dinonaktifkan seharian ataupun lebih?
Mungkin sebagian orang berfikir bahwa ini tidak menimbulkan dampak negatif apa-apa. Atau bisa saja mereka sudah mengetahui dampak negatif apa yang akan terjadi tetapi demi kepentingan suatu hal mereka tetap saja menonaktifkannya.
Ya, kasus ini memang sudah terjadi di Indonesia saat ini. Setelah pengumuman hasil rekapitulasi pemilihan umum 2019, seketika secara tidak langsung media sosial diharuskan untuk bungkam.
Menteri Komunikasi dan Informatika mengumumkan keputusan pemerintah membatasi akses media sosial dan messaging system setelah kericuhan rabu dini hari tanggal 22 Mei 2019. Tujuannya untuk meredam situasi dan mencegah viralnya hoaks yang bisa menyulut emosi publik
Adapun fitur yang pemerintah dan Menteri Komunikasi dan Informatika prioritaskan untuk sementara tidak diaktifkan yaitu video dan foto atau gambar. Mengapa? Karena alasan mereka secara psikologis tanpa memberi teks, video bisa langsung mengenai ke emosi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Hoaks dalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
Hoaks bukan sekedar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta
Sejenak mari kita pikirkan matang-matang, apakah menonaktifkan media sosial langkah yang tepat untuk mencegah viralnya hoaks atau berita bohong?
Selama 8 bulan kontestasi pemilihann presiden 2019 yang namanya hoaks atau berita bohong itu sudah setiap hari terjadi di media sosial. Kalau pemerintah takut hoax atau berita bohong, seharusnya media sosial dinonaktifkan atau down sejak 8 bulan yang lalu.
Karena bila kita lihat sejauh ini ataupun beberapa hari yang lalu bahwa bisa dikatakan berita bohong yang beredar tidak lebih hebat dari rentang 8 bulan terakhir ini.
Ya. Beberapa tahun ini berlalu media sosial telah menjelma menjadi sumber informasi awal. Masalah-masalah penting yang terjadi sudah sering informasinya berawal dari media sosial. Sebuah postingan atau kiriman yang menjadi viral biasanya langsung menjadi sumber berita media resmi setelah dilakukan validasi beritanya.
****Lailan A. Pulungan
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...