Analisis Kata "’Alaika", Menuju Sebuah Ketinggian Akhlaq (Syarah Atas DOa GusmUs)

 
Analisis Kata

LADUNI.ID - Kosa Kata dalam Bahasa Arab memiliki makna yang sangat banyak, demikian juga perubahan setiap katanya, derevasinya, serta memiliki sinonim (taraduf) dan antonm (tadhad) yang sangat kaya, walau menurut Ibnu Jinni tidak ada sinonim dalam bahasa Arab, namun kekayaan kata itulah yang menjadikan bahasa Arab sangat indah. Bahasa Arab memiliki 12.302.912 kosa kata, bahasa Inggris 600.000 kosa kata, sedangkan bahasa lainnya jauh dibawahnya. Maka, kurang elok, bila hanya menghakimi satu kata dengan satu makna, kecuali ada keterangan tentangnya.

Dalam bahasa Arab satu kosa kata, bisa memiliki banyak arti. Dan tidak hanya kata, namun huruf yang berada dalam setiap kata, memiliki konotasi yang terkait dengan lainnya, seperti; “Sin” yang berkonotasi kepada rahasia atau bisikan, seperti; Sir (rahasia), Sihr (sihir, samar), Sarir (Ranjang, penuh rahasia), Hams (bisikan), Waswas (bisikan, gangguan) dan kata lainnya yang terdapat huruf “Sin”. Atau huruf “Kha’” yang berkonotasi dengan segala yang mengerikan, menjijikkan, ditakuti, atau tidak disukai, seperti; al-Khinzir (babi), al-Khauf (ketakutan), al-Khizyu (kehinaan), al-Khalaah (pencabulan), al-Khiyanah (penghianatan) dan kosa kata lainnya.

Bagaimana dengan huruf “Ain” yang kemudian menjadi “’Ala” dan ditambah dhamir muttashil (bersambung) dengan huruf ‘Ka”, menjadi “ Alaika”. Ini yang menjadi kajian Analisis Bahasa ke 35, karena selain ramai di media sosial beberapa jam yang lalu, sampai tulisan ini hadir pun masih hangat, yaitu doa KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) yang di dalamnya terdapat kata “Alaika”.

Berasal dari doa yang dipanjatkan oleh KH. Musthafa Bisri yang mendapatkan komentar ustadz Umar Hamdan Karrar adalah “Allumma ‘Alaika bi Indonesia” dan beberapa redaksi lainnya yang di dalamya ada kalimat “Alika” adalah “Alika bi Aimmati Indonesia” “Alaka bi ulama Indonesia”, “Alaika bi Zu’ama Indonesia”, “Alaika bi Sya’bi Indonesia”. Komentar, sanggahan, kritikan atau apalah namanya dari ustadz Umar Hamdan pada kalimat “Masya Allah pinter banget orang ini ya, sampai Indonesia di doakan “Allumma ‘Alaika bi Indonesia”, Hei.. Tau nggak anda apa arti do’a itu? Arti doa itu “Ya Allah, Hancurkan lah Indonesia”, sanggahan inilah yang kemudian mendapatkan respon dari berbagai nitizen dan menjadi viral saat ini.

Mari kita coba analisa dari huruf pertamanya “’Ain”. “Ain” adalah huruf yang ke 18 dari huruf Hijaiyah, yang berada di tenggorokan. Dan huruf ini desebutkan dua kali dalam al-Qur’an, yaitu; “’Ain Sin Qaf” dan “Kaf Ha Ya ‘Ain Shad”. Sedangkan yang bersambung dengan huruf lain sangat banyak. Huruf ini berkonotasi dengan sesuatu yang tinggi, kemuliaan dan keagungan; Ali (tinggi), ‘Alam (semesta), ‘Alim (pintar, alim), dan lainnya. Ada 19 kata “Alaikum” dalam al-Qur’an, 9 “Alaihim dan Hi”, dan terdapat 17 kata “Alaina” . hasil pencarian penulis, dengan menggunkan al-Bahist fi al-Qur’an.

Bila huruf “’Ain” bersambung dengan huruf “La dan Alif”, “ ‘Ala” (عَلى), maka memiliki beberapa makna, yaitu; 1) al-Isti’la’ (الاستعلاء), yang bermakna di atas, 2) al-Mushahabah; bersama, menemani (ma’a), 3) al-Mujawazah; melampaui, melebihi, atau bermakna ‘’An”, 4) al-Ta’lil; penjelasan atau bermakna “alif lam, li”, 5) al-Dharfiyah; kondisi, situasi, tempat atau bermakna “fi”, 6) al-Muwafaqah, bermakna ‘Min”, 7) Muwafaqah Ba’, 8) al-Istidrak, 9) kadang sebagai tambahan (zaidah), dan selain makna di atas, ada beberapa ulama yang memberikan arti lain.

Makna huruf ‘Ala” saja memiliki arti yang berbeda-beda, bagaimana jika huruf Jar ‘Ala tersebut disambung dengan dhamir muttashil ‘Ka”/kamu, menjadi “ ‘alaika” ( (عليك. Maka dengan kata ini “Alaika” memiliki makna yang berbeda pula.

“‘Alaika bi” dalam Mu’jam al-Ain, dalam Kamus Ma’ani, dan beberapa kamus lainnya, adalah Ism fi’il amar (kata benda yang bermakna perintah) yaitu bermakna; ilzam (keharusan, kewajiban; seharusnya!), istamsik (berpegang teguhlan, peganglah dengan erat, teguhkan), terkadang bermakna “khudz”, Ambillah. Contoh yang bermakna Ilzam; عليك بتقوى الله (‘alaika bi taqwallah, seharusnya engkau bertaqwa kepada Allah), عليك بالصبر (‘alaika bi shabri, Engkau harus sabar), عليك بالاجتهاد (Alaika bi al-ijtihad, Engkau harus bersungguh-sungguh!). Contoh yang bermakna khudz;عليك به (‘alaika bihi, ambillah!), dan juga ada yang bermakna “tidak apa-apa, tidak masalah” seperti “la ‘alaika”.

Asal kata ini dari “ ‘ala” yang bermakna tinggi, dan sesuatu yang tinggi itu memiliki kekuasaan dan penguasaan, maka Allah disebut Rabb al-A’al, Tuhan yang maka Tinggi, dan kepada yang berada dibawahnya, ia menyuruh atau memerintah (Amar), tapi bila ke atas disebut “memohon”, atau doa. Seperti, Alaikum bishshiyam, wajib bagi kalian berpuasa. Karena itu perintah dari yang Maha Tinggi kepada hamba. Tapi, bila dari bawahan atau lebih rendah, dan menggunakan “alaika”, maka bermakna sebuah harapan besar, seperti Alaika an ta’khutdzuni ala baitik, Aku benar-benar mengharap kau bawa aku ke rumahmu. Kalau seorang Bapak menyuruh anaknya, ‘Alaika bi muraja’ati durusik, kau harus mempelajari kembali pelajaranmu!

Mari kita melirik sedikit di Mu’jam Mukhtar al-Shahah; Alaika; Alaika Zaidan (Ambillah), ‘Ala adalah huruf khafid, terkadang ia sebagai “ism, fil dan hurf”. (علا) alifnya diganti Ya, mejadi “Alaika” atau “Alaihi”. Dan sebagian orang Arab tetap menggunakan Alif tersebut; علاك و علاه.

Dari beberapa makna “Alaika” di atas, penulis tidak menemukan yang bermakna “hancurkan” sebagai redaksi ustadz Umar “Ya Allah, Hancurkan lah Indonesia”, kecuali redaksi tersebut terkait dan berhubungan dengan redaksi yang lainnya, misalnya “Alaika an Tudammira Indonesia”, Hancurkan Indonesia. Namun, bila hanya “alaika” saja, lebih banyak yang bermakna “ilzam, Istamsi’” tidak ada khusus yang bermakna “Inhar, Inkisar, Tafakkuk”, hancur.

Maka pemaknaan tersebut, sangat dipaksakan, dan tidak sesuai dengan berbagai kaidah bahasa Arab. Selain dipaksakan, juga tidak ada makna yang sesuai dengan beberapa kamus bahasa Arab. Namun, kata “Alaika” bisa memiliki makna berbeda sesuai dengan konteksnya, sedangkan konteks dan redaksi doa yang panjatkan oleh Gus Mus, tidak sedikitpun mengarah kepada harapan agar Indonesia hancur, namun beliau memulai doanya dengan harapan agar para rakyat (kita sedoyo) dan para pemimpin di Indonesia mendapatkan taufiq dan hidayah dari Allah, kemudian kalimat “Allumma ‘Alaika bi Indonesia Ya Allah” dan beberapa setelahnya; “Alaika bi Aimmati Indonesia” “Alaka bi ulamai Indonesia”, “Alaika bi Zu’ama Indonesia”, “Alaika bi Sya’bi Indonesia” Ya Ila Hana Ya Karim.

Dari siyaq (konteks) doa tersebut, sangat jauh bila diartikan dengan “hancurkan Indonesia”, karena dari permulaan doa, kemudian “Alaika” dan setelahnya Ya Karim” tidak ada sedikitpun ditemukan redaksi yang bermakna “inkisar” dan lainnya. Kajian konteks ini bisa dibaca dalam Ilmu Dalalah. Dan pemilihan diksi “Alaika” memiliki arti yang bermacam-macam, sesuai konteksnya. Alaika Bidzatin Din, Pilihlah yang agamis. Alaikumus Shalam, Mudah-mudahan kau mendapatkan keselamatan. Dan lainnya.

Maka, dapat belajar dari kata “Alaika” yang berasal dari “Ala, Tinggi, atas”, dan “Ka, kamu”, untuk menjadi “Aly”, banyak belajar “ilmu” dengan ‘Ain Kasrah, akan menjadi “alim” menjadi fathah. Dan suatu saat “Alaika bi ilm, kamu harus tahu”, maka “takun ‘aliman, kamu akan menjadi Alim.

Mudah-mudahan serpihan di atas, bermanfaat. Dan mudah-mudahan, setiap kalimat yang tertulis, diradhai Allah. Dan harapan penulis, umat Islam selalu rukun, hormat pada ulama, dan bila terdapat redaksi yang tidak sesuai, kaji dengan baik, dan gunakan bahasa yang baik.

Ramadan Karim

Oleh: Halimi Zuhdy
Khadim PP. Darun Nun, Guru Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang

 

 

Tags