Idul Fitri, Momentum Indahnya Saling Memaafkan

 
Idul Fitri, Momentum Indahnya Saling Memaafkan

LADUNI. ID, KOLOM- SAAT ITU sang surya mulai redup di hiasi mega merah di ufuk barat sebagai isyarah waktu akan berakhir memasuki putaran sa'atul jadid (waktu yang baru). Masyarakat menanti datangnya hari yang sangat dinantikan diiringan suara takbir. Tidak lama dimana-mana lantunan takbir terus bergema bersahautan.

Menandakan yaumil Aid telah tiba, sang gema takbir terus berkumandang di sudut bumi walau tidak semegah sahutan di lebaran Idul Fitrah mulai Magrib hingga menjelang pelaksanaan salat Idul Fitri.

Padahal antara ‘dua saudara’ kandung lebaran Idul Fitri dan Idul Adha kedua mempunyai kelebihan yang sangat besar dalam pandangan agama bahkan durasi sang “adik” nya Idul Adha gema takbiran hingga akhir hari Tasyrik masih dianjurkan untuk bertakbir.

Hiruk pikuk zaman “edan” bin zaman now alias era industri 4.0 kadang kala ulah khalifatul ardhi kerap mengikis syiar agama nan indah dan menggelora itu. Zamankah yang edan atau penghuni zaman yang semakin jauh dan edan dengan nilai dan syiar Islam?

Terlepas dari itu semua di balik keagungan Lebaran itu mengisyarahkan kepada kita untuk saling memaafkan di antara sesama. Janganlah kita hanya mampu “berqurban” apa yang kita miliki baik untuk bersedekah, berbagi kesenangan, bahkan berqurban sekalipun dengan bilangan tidak terhingga namun kita lemah dan kalah dalam “berqurban” egoisme dalam bingkai saling memaafkan.

Bukankah sangat banyak pesan Allah dan Rasul telah di bungkus dan dikemas dengan sangat mulia dalam untaian sabda dan firman-Nya?

Rasulullah SAW bersabda: “Dan tidaklah Allah Ta’ala menambah kepada seorang hamba dengan sifat pemaaf kecuali kemuliaan”. (HR. Muslim).

Dalam hadist yang lain beliau juga menyebutkan:”Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas, maka Allah akan memberinya maaf pada hari kesulitan”. (HR.At-Thabrani).

Menyedekahkan sebuah kemaafan kepada sesama insan sangat besar pahalanya bahkan Allah sendiri memberi kemaafan kepada sang pemberi maaf sesama di dunia dengan balasannya kemaafan Allah di hari kiamat kelak nantinya. Bukankah ini sebuah keberuntungan yang tiada nilainya, namun masihkah di antara kita masih “Mengembalakan” si dia itu?

Dalam hal ini baginda nabi bersabda:”Barangsiapa memaafkan kesalahan orang lain maka Allah akan memaafkan kesalahannya pada hari kiamat” (HR Ahmad No-7122)

Sosok yang bernama “Pemaaf” merupakan salah satu hidayah yang tiada dapat di kalkulasikan dan buah akhlakul karimah yang sangat luar biasa. Kenapa tidak? Sosok pemaaf itu dengan lapang dada dan penuh ikhlas melupakan kesalahan yang pernah orang lain perbuat terhadap kita.

Bahkan di antara kita terkadang begitu sulit memberikan pengampunan kepada orang yang pernah menyakiti kita. Fenomena ini sangat beralasan mengingat betapa sakitnya luka yang pernah orang lain torehkan di hati kita. Rasa sakit yang mungkin belum hilang hingga berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan hingga bertahun-tahun, dendam yang mungkin pernah ada, bahkan mungkin belum hilang yang menggerogoti pikiran-pikiran kita dengan keburukan, yang membuat hidup kita menjadi tidak tenang.

Tetapi renungilah bahwa Allah SWT sebagai pemilik rahman dan rahim serta al-ghafir (Maha Pengampun) terhadap makhluk penduduk bumi yang bernama manusia yang mereka bersungguh-sungguh memohon ampunan-Nya. Lantas, kenapa kita sesama manusia begitu sulit untuk berjabat tangan untuk sebuah nilai saling memaafkan?

Layakkah kita rampas dan merobek serta menginjak “pakaian”-Nya yang bernama “al-Ghafir” itu? Apakah hidup kita yang singkat ini rela kita habiskan demi menaruh dendam terhadap orang lain? Hidup ini indah jika kita mau bersyukur dan saling memaafkan.

Waktu terus berotasi nun jauh disana juga sekitar kumpulan orang menikmati malam dengan sedangkir kopi dalam hiruk pikuknya. Pagi hari menjelang shalat Aid gema takbir menyisakan sebuah renungkan titipan pesan yang sangat indah yang telah di torehkan dalam sabda-Nya, berbunyi:

“Keutamaan yang paling utama adalah kamu menyambung orang yang telah memutusmu, kamu memberi orang yang tidak pernah memberimu dan memaafkan orang yang mencelamu”. (HR. Ahmad No. 15065)

Allahpun telah menyuruh dan memberi nilai pahala yang sangat besar terhadap mereka yang rela memaafkan, sebagaimana di utarakan dalam al-Quranul Karim dalam surat Ali Imran yang berbunyi: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-Mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik diwaktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Al-Imran: 133-134).

Penjelasan demi penjelasan diatas, bukankah sungguh Indahnya sebuah Kemaafan? Kalau tidak sekarang kapan lagi?

Taqabbalallah Minna wa Minkum.
Mohon maaf lahir dan Bathin.

***Helmi Abu Bakar Ellangkawi, Penggiat Literasi yang juga Dewan Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga,

**Blang Dalam, Ulee Glee, 1 Syawal 1440 H