Suami Kepada Seorang Istri (Pahit Itu Indah)

 
Suami Kepada Seorang Istri (Pahit Itu Indah)

LADUNI.ID - Ada cerita dari seorang teman;

Suatu ketika, Ayah pulang larut malam, beliau seharian bekerja di kantor. Wajahnya kelihatan letih dan capek sekali, tapi setiap ayah membuka pintu, beliau tak pernah melepas senyum yang selalu ia bawa dari luar rumah, senyumnya selalu berkilau untuk siapa pun, apalagi untuk anak-anaknya dan ibu.

Salam tak pernah lepas pula sebagai awal masuk rumah, kemudian Ayah duduk menunggu makan malam yang biasa disuguhkan Ibuku.

Beberapa menit kemudian, Ibu datang dengan senyum mesra sambil menatap wajah Ayah yang seperinya letih sekali.

Ibu menyapanya dengan lembut, sambil meletakkan makan malam di hadapannya. "Yah...! ini makan malamnya, mama sudah siapkan dari tadi lo sayang", tangannya sambil memegang pundak Ayah dan memijatnya dengan lembut, sesekali kepala ibu ditempelkan di kepala ayah. Aku jadi iri.wkwkwwk

Ayah menyantap makanan dengan lahapnya, sambil kadang menahan sesuatu, sepertinya ada rasa asin yang menggigit lidahnya, tapi Ayah begitu bersemangat bercerita tentang pekerjaannya dan tak lupa menanyakan kondisi keseharian kami di rumah. Sepertinya, tak pernah terjadi sesuatu.

Setelah selesai makan, saya sedikit mencicipi kuah yang Ayah santap dengan lahapnya, mulutku terasa keracunan dengan perut yang benar-benar mules, muntah tak dapat ditahan. Ternyata makanan tadi asin sekali, namun Ayah tak sedikitpun bertanya apalagi mengomentari masakan Ibu. Ia bahkan melahapnya, tanpa sisa sedikit pun.

Kemuia masuk ke kamar mandi untuk membilas tubuhnya, yang dipenuhi ngeringat, dan mungkin tuk menyegarkannya.

Ternyata Ibu juga tahu, kuah yang dimakan Ayah benar-benar asin. Karena curiga, aku muntah-muntah, dan mencicipnya.

Sejurus kemudian, Ibu langsung menemui ayah dan minta maaf atas masakan yang lupa tuk dicicipi sebelumnya. Sayup-sayup, Saya dengar dari kamar, Ayah berbicara pada Ibu _"Sayang, tidak usah minta maaf, saya merindukan masakan seperti itu, dan masakan tanpa garam akan hambar, kalau kebanyakan malah tambah asyik, karena masih ada rasa yang bisa Ayah rasakan, terimakasih sayang"_. Aku menangis, betapa indah kalimat ayah, sungguh, ayahku idolaku.

Beberapa hari berikutnya, saya bertanya pada Ayah, apakah benar Ayah suka makanan yang dimasak ibu beberapa hari yang lalu, dengan rasa asin yang benar-benar menggigit. Apa kata Ayah? Jawaban Ayah sungguh membuat air mata ini menetes kembali tanpa sadar;

"Nak, ibumu membuatkan makanan itu sudah luar biasa, seharian ibumu Juga merawat adik- adikmu, baju juga selalu siap pakai, ruang ruang kamar dan halaman yang bersih, piring- piring yang tidak pernah kita lihat menumpuk, sungguh Ibumu itu luar biasa nak, ia mungkin letih tapi tidak pernah terungkap darinya kata-kata mengeluh, sungguh ayah malu, dan masih rela menyiapkan makanan setiap ayah datang"

"Nak, masakan asin kemarin, tidak akan membuat Ayah mati, tapi kalau ayah ungkapkan itu, akan terkubur cinta yang kita bangun penuh rindu"

Rasa asin makanan, rasa pahit jamuan, itu bisa dihilangkan anakku, tapi hati yang terkoyak, sulit untuk dikembalikan, apalagi orang-orang yang kita cinta. Kaca pecah atau retak itu sulit disambung anakku, kalau toh bisa, retaknnya masih kelihatan dan sulit kembali seperti asalnya, bahkan tidak bisa