Bahaya Isu Khilafah

 
Bahaya Isu Khilafah

LADUNI.ID, KOLOM - 

Sejumlah nasihat ulama Asy-Syafi’iyyah tentang bahayanya membesar-besarkan isu khilafah dan mengangkatnya dalam pembicaraan publik. Sikap ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah ini bisa kita pahami sebagai landasan adalah tidak adanya bab-bab atau wacana khusus untuk membahas Khilafah apalagi kewajibannya, seperti contoh imam An-Nawawi mengapa beliau tidak bersedia membesar-besarkan isu ini, padahal kondisi sosial dan politik di zamannya seharusnya menciptakan atmosfer yang sangat pantas untuk membuat bab dalam kewajiban khilafah di dalam karya-karyanya menjadi topik utama.
Mari kita simak beberapa nasihat ulama'-ulama' besar terkait rawan dan bahayanya pembahasan khilafah/imamah.

  AL-JUWAINI
Kata Al-Juwaini, pembahasan khilafah itu bukan pembahasan akidah. Bahaya yang timbul pada orang yang tergelincir dalam pembahasan ini lebih besar daripada bahaya pada orang yang jahil terhadap dasar-dasarnya. Al-Juwaini berkata,

الكلام في هذا الباب ليس من اصول الاعتقاد والخطر على من يزل فيه يُربي على الخطر على من يجهل أصله

“Pembicaraan tentang topik ini (Khilafah/Imamah) bukan termasuk pembahasan dasar-dasar akidah. Bahaya bagi orang yang tergelincir dalam bahasan itu melebihi bahaya bagi orang yang tidak mengerti dasar pembahasannya” 
(“Al-Irsyad fi Ushul Al-I’tiqod”, hlm 316)

 AL-GHAZALI
Kata Al-Ghozzali, pembahasan khilafah/imamah itu bukan persoalan akidah. Pembahasan ini bisa memicu 'ashobiyyah (terbukti sangat banyak terjadi di lapangan betapa orang ketika membahas soal kepemimpinan politik ini, banyak yang berjuang memenangkan dan membela kelompoknya dan afiliasinya dengan cara-cara yang sangat jauh dari etika dan akhlak islami. Akibatnya yang terjadi adalah ketegangan, buruk sangka, caci maki, permusuhan, dan perpecahan). Menghindar untuk membahas khilafah lebih selamat daripada terjun membahasnya, bahkan meski pembahasan tersebut benar!. Jika seperti ini bahayanya orang membahas khilafah dengan benar, bagaimana dengan orang yang sampai keliru menjelaskan masalah ini?, Al-Ghozzali berkata,

النظر في الإمامة أيضاً ليس من المهمات، وليس أيضاً من فن المعقولات فيها من الفقهيات، ثم إنها مثار للتعصبات والمعرض عن الخوض فيها أسلم من الخائض بل وإن أصاب، فكيف إذا أخطأ 
(الاقتصاد في الاعتقاد للغزالي (ص: 127)

“Mengkaji imamah/khilafah bukan termasuk pembahasan akidah. Ia juga bukan termasuk bidang ma’qulat (kajian rasional). Ia lebih tepat digolongkan pembahasan fikih. Kemudian, ia bisa memicu sikap ta’asshub/fanatisme. Orang yang menghindar membahasnya lebih selamat daripada orang yang terjun mengupasnya meski dia benar. Bagimana jika dia salah, coba?” 
(Al-Iqtishod fi Al-I’tiqod, hlm 127)

 Al-Amidi 

Al-Amidi berkata soal khilafah itu bukan perkara akidah dan bukan perkara yang harus diketahui setiap mukallaf. Malahan, orang yang menghindar membahasnya lebih bisa diharapkan selamat daripada yang terjun membahasnya. Pembahasan topik ini bisa menimbulkan 'ashobiyyah, diikutinya hawa nafsu, munculnya fitnah, kebencian, dan menduga yang tidak-tidak seraya mengejek terkait para imam dan generasi salaf. Seburuk ini kondisi yang terjadi pada orang yang membahas soal khilafah dengan level tahqiq dan penelitian serius, lalu bagaimana dahsyatnya keburukan jika yang membahas soal ini adalah para muqollid buta yang tidak paham betul pelik-pelik persoalan ini? Al-Amidi berkata,

وَاعْلَم أَن الْكَلَام فى الْإِمَامَة لَيْسَ من أصُول الديانَات وَلَا من الْأُمُور اللا بديات بِحَيْثُ لَا يسمع الْمُكَلف الْإِعْرَاض عَنْهَا وَالْجهل بهَا بل لعمرى إِن المعرض عَنْهَا لأرجى حَالا من الواغل فِيهَا فَإِنَّهَا قَلما تنفك عَن التعصب والأهواء وإثارة الْفِتَن والشحناء وَالرَّجم بِالْغَيْبِ فى حق الائمة وَالسَّلَف بالإزراء وَهَذَا مَعَ كَون الخائض فِيهَا سالكا سَبِيل التَّحْقِيق فَكيف إِذا كَانَ خَارِجا عَن سَوَاء الطَّرِيق 
(غاية المرام في علم الكلام (ص: 363)

“Ketahuilah bahwasanya membicarakan imamah/Khilafah itu tidak termasuk perkara akidah, dan bukan termasuk perkara yang harus dibahas yang mana seorang mukallaf tidak boleh mengabaikannya atau tidak mengetahuinya. Malahan, sungguh orang yang menghindar untuk membahasnya lebih bisa diharapkan selamat daripada orang yang masuk dalam pembahasan tersebut. Sebab, pembicaraan khilafah itu jarang sekali terbebas dari sikap ta’asshub/fanatisme, hawa nafsu, berkobarnya fitnah, kebencian (permusuhan) dan menduga-duga terkait hak Kholifah dan generasi salaf dengan cara mengejek. Ini yang terjadi pada orang yang masuk pada isu tersebut dengan kualitas peneliti (ahli tahqiq). Bagaimana coba kondisi orang yang keluar dari jalan yang lurus? 
(Ghoyatu Al-Marom Fi ‘Ilmi Al-Kalam, hlm 363)

 Asy-Syahrostani

Senada dari Al-Juwaini, Asy-Syahrostani juga menasihatkan bahwa khilafah itu bukan soal akidah. Tidak mungkin mencapai keyakinan dalam pembahasan ini. Bahaya orang yang terjun dalam topik ini melebihi bahaya orang yang tidak tahu dasar-dasar pembahasan ini. Seringkali orang ceroboh saat membahas topik ini karena banyak mengikuti hawa nafsunya. Akibatnya, orang jadi susah bersikap inshaf/adil dalam membahasnya. Asy-Syahrostani berkata,

اعلم أن الإمامة ليست من أصول الاعتقاد بحيث يفضي النظر فيها إلى قطع ويقين بالتعين ولكن الخطر على من يخطي فيها يزيد على الخطر على من يجهل أصلها والتعسف الصادر عن الأهواء المضلة مانع من الإنصاف فيها (نهاية الإقدام في علم الكلام (ص: 168،)

“Ketahuilah bahwasanya Imamah/Khilafah itu bukan persoalan akidah, yang mana kajian terhadap itu ini akan mengantarkan pada kesimpulan yang qoth’i dan yakin secara pasti. Malahan, bahaya bagi orang yang melakukan kesalahan dalam topik ini melebihi bahaya orang tidak tahu topik ini sama sekali. Kecerobohan yang muncul dari hawa nafsu yang menyesatkan menghalangi untuk bersikap inshof/adil dalam topik ini” 
(Nihayatu Al-Iqdam fi ‘Ilmi Al-Kalam hlm 168)

Wallahu a'lam bishowab