Kisah Sukses Putri Dayak yang Raih Juara Tingkat Dunia di Korsel

 
Kisah Sukses Putri Dayak yang Raih Juara Tingkat Dunia di Korsel

LADUNI.ID, Jakarta - Anak muda Indonesia kembali menorehkan prestasi di dunia Internasional. Mereka adalah dua putri Indonesia yang berasal dari suku dayak, Kota Palangkaraya, ini berhasil memenangkan lomba Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, yang kemudian mengantarkannya sebagai juara dunia di Seoul, Korea Selatan.

Adalah Arsya Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri yang telah berkarya untuk Indonesia dan berhasil mengharumkan nama Indonesia dalam kancah dunia internasional. Dua siswi ini berasal dari SMAN 2 Kota Palangka Raya. Mereka berdua tidak menyangka sebalumnya akan jadi juara dunia.

Arsya (panggilan untuk Asya Aurealya Maharani) dan Anggi (sapaan untuk Anggina Rafitri) berhasil membuat karya ilmiah dengan membuat obat dari akar bajakah untuk menyembuhkan kanker payudara. Berkat karya tulis tersebut, Arsya dan Anggi kemudian mengikuti lomba YNSF di UPI Bandung, di mana pemenang nantinya akan dikirim ke Korsel sebagai wakil dari Indonesia.

“Di UPI kami mempresentasikan hasil karya ilmiah itu bersamaan dengan beberapa sekolah seluruh Indonesia. Jangankan berpikiran ke Korea, berpikir menang melawan sekolah-sekolah se-Indonesia saja belum tentu,” terang Anggi yang saat itu bersama Arysa, Kamis (1/8) lalu.

Perempuan kelahiran Kota Palangka Raya pada 16 Desember 2002 itu menjelaskan ketika melihat penampilan sekolah-sekolah se-Indonesia membuat mereka berdua sedikit minder. Namun, mereka tetap bersemangat dan percaya diri. “Tak disangka, kami menjadi perhatian dan menjadi juara, meraih medali emas, terbaik se-Indonesia,” kenang Anggi, seperti dilansir dari laman Jawa Pos.

Setelah mereka berdua jadi pemenang di Bandung, mereka akhirnya terpilih mewakili Indonesia untuk tampil pada ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan, yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 Juli 2019 lalu.

Pada kali ini, rival mereka berdua adalah perwakilan dari 22 negara sedunia. Beban baru makin terasa di pundak mereka. Sebab, mereka kini tak hanya membawa nama sekolah, tapi juga nama negara. “Rasa waswas terasa lebih dibanding sebelumnya. Lantaran yang kami lawan 22 negara,” tutur Anggi.

Akan tetapi, Aysa dan Anggi tidak mau kehilangan rasa percaya diri. Keduanya ingin membuktikan bahwa anak-anak Kalimantan Tengah (Kalteng) mampu bersaing di tingkat internasional. Anak-anak Kalteng dapat dikenal masyarakat dunia. “Kami hanya menampilkan yang terbaik. Kami sudah berusaha. Kami pasrahkan kepada Tuhan, menang atau kalah itu wajar,” tutur Anggi.

Tidak disangka, untuk kali kedua, mereka ternyata mendapat kejutan. Sebab, karya mereka diumumkan sebagai juara tingkat dunia. Mereka meraih medali emas. “Tidak menyangka bisa mengalahkan 22 negara. Kami senang karena bisa membuktikan bahwa anak-anak Kalteng dapat berkreasi dan berinovasi. Mampu bersaing dengan anak-anak di luar Kalteng, bahkan luar negeri,” bebernya.

Asal Mula Ide Arsya dan Anggi

Awalnya, Arsya dan Anggi mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah mereka. Oleh gurunya, semua siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diminta untuk mempraktikkan ilmu yang telah diperoleh selama belajar. “Waktu itu kami mencari ide, bahan apa yang bisa diteliti untuk ekstrakurikuler,” ucap Aysa.

Aysa lantas teringat pada nenek temannya yang sembuh dari kanker payudara setelah mengonsumsi akar bajakah selama tiga bulan. Bajakah adalah tumbuhan khas Kalteng. Warga yang tinggal di pedalaman sering memanfaatkan tumbuhan untuk mengobati berbagai penyakit. Termasuk tumbuhan bajakah.

Setelah itu, Aysa dan tim ekstrakurikulernya kemudian berburu tumbuhan bajakah itu. Mereka mencari sampel di Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Aysa juga menemui nenek yang pernah mengonsumsi akar bajakah dan warga pedalaman yang turut mengonsumsi akar tersebut.

“Orang-orang pedalaman ini meyakinkan kami bahwa akar bajakah bisa menyembuhkan kanker payudara. Banyak yang telah membuktikan,” tutur Arsya, siswi kelahiran 15 Januari 2002 itu.

Setelah menemukan tumbuhan itu, siswa-siswi SMAN 2 yang tergabung dalam tim akhirnya mengambil contoh akar dan mengirimkan ke laboratorium Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kota Banjarmasin.

Ternyata, hasil uji lab membuktikan bahwa akar bajakah memiliki kandungan berlimpah yang mampu menyembuhkan kanker payudara. Kandungan itu antara lain saponin, alkoloid, steroid, terpenoid, flavonoid, tanin, dan fenolik. Zat-zat tersebut juga diyakini dapat menyembuhkan tumor ganas.

Aysa dkk. langsung meresponnya dengan langsng mengolah akar tersebut menjadi bubuk. Proses pembuatannya sederhana. Akar bajakah dikeringkan terlebih dahulu. Dapat secara manual dengan sinar matahari atau menggunakan oven. Lalu ditumbuk dengan alat tumbuk manual ataupun mesin blender.

“Kami menggunakan alat manual karena belum memiliki alat,” ucap gadis berkulit cerah itu. Bubuk tersebut lantas dikemas mirip teh. “Mengonsumsinya cukup diseduh layaknya minum teh dengan takaran 1 gram bubuk akar bajakah dicampur dengan 500 mililiter air,” terang Arsya.

Selama kurang lebih tiga bulan, uji coba terus dilakukan. Mereka memberikan ramuan akar bajakah tersebut kepada tikus putih. Ternyata, selama sekitar dua minggu, sel tumor yang ada di tikus putih menghilang. “Bahkan, tikus itu dapat tumbuh besar dan berkembang biak. Sel tumor yang sebelumnya positif menjadi nol sentimeter,” tutur Anggi yang saat itu bersama Aysa.

Anggi juga menuturkan bahwa, bajakah tidak hanya mampu menyembuhkan kanker. Tumbuhan tersebut juga dapat digunakan untuk mencegah dan menyembuhkan tumor ganas, mengurangi radikal bebas dalam tubuh, menangkal radikal bebas, serta meningkatkan kesehatan dan sistem kekebalan.

Arsya dan Anggi kemudian berharap supaya kekayaan alam di tanah Dayak dilestarikan dengan baik. Bila perlu, lanjut mereka, dibudidayakan dan dikembangkan menjadi obat yang beredar luas. “Kami inginnya penemuan ini dikembangkan dan diketahui masyarakat luas,” pungkas Anggi.