Kajian Kitab Al-Hikam Pasal 11, 'Hati-hati dengan Bahaya Popularitas Diri'

 
Kajian Kitab Al-Hikam Pasal 11, 'Hati-hati dengan Bahaya Popularitas Diri'

LADUNI.ID, Jakarta - Kajian Kitab Al-Hikam Pasal 11, tentang 'Hati-hati dengan Bahaya Popularitas Diri'

Oleh: Asy-Syaikh Al-Habib Shohibul Faroji Azmatkhan

اِدْفِنْ وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ

"Kuburlah popularitas mu di dalam bumi kerendahan hati; karena segala popularitas yang tumbuh namun tidak ditanam (dengan kerendahan hati) tidak akan sempurna buahnya."

Penjelasan (Syarah)

Secara bahasa, al-humuul artinya adalah kosong, lemah, bodoh, tidak aktif, tidak dikenal; yang dalam pasal ini bermakna "kerendahan hati" atau "ketiadaan kesombongan."

Sementara popularitas manusia pada dasarnya ingin diakui, dikenal, masyhur, terpandang, paling hebat, dan semacamnya.

Dalam istilah psikologi, manusia diatur oleh ego yang ada dalam dirinya.

Bersuluk pada dasarnya adalah proses menumbuhkan jiwa yang luhur.

Adapun jiwa bagaikan pohon yang tumbuh; jiwa harus ditanam dan dirawat agar dapat tumbuh dan berbuah dengan sempurna.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah tayyibah itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit; pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat."
- Q.S. Ibrahim [14]: 24-25

Kita tidak akan mampu mengenal siapa diri kita, buah takwa apa yang harus kita hasilkan, kecuali Allah memberi petunjuk dan perlindungan.

Selama ini ego diri kita yang mengatur siapa diri kita dan apa yang kita inginkan; sementara Allah lah yang lebih mengetahui diri kita yang sesungguhnya.

Dalam pasal ini, Syaikh Ibnu Athaillah mengungkap sebuah kunci agar kita dapat menghasilkan buah takwa yang sempurna, yakni dengan mengubur popularitas kita, ego kita, dalam bumi kerendahan hati (tawadhu').

Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seorang yang beramal, dari pada menginginkan kedudukan dan terkenal pergaulannya di tengah-tengah masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu yang utama.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang merendahkan diri (tawadhu'), maka Allah akan memuliakannya dan barang siapa yang sombong atau membanggakan diri atau ingin populer, maka Allah akan menghinakannya."

Syaikh Ibrahim bin Adham Radhiallahu 'Anhu berkata: "Tidak benar tujuan kepada Allah, hanya ingin terkenal."

Syaikh Ayyub As-Asakhtiyani Radhiallahu 'Anhu berkata: "Demi Allah tidak ada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Allah, melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dan popularitas dirinya."

Sahabat Mu'adz bin Jabal berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Allah, maka telah memusuhi Allah. Dan Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa yang tersembunyi [tidak terkenal], yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayat, mereka terhindar dari segala kegelapan dan kesukaran."

Sahabat Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu berkata: Ketika kami di majlis Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, tiba-tiba Rasulullah bersabda: Besok pagi akan ada seorang ahli surga yang sholat bersama kamu.

Abu Hurairah berkata: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam itu.

Maka pagi-pagi aku shalat di belakang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan tetap tinggal di majlis setelah orang-orang pada pulang. Tiba-tiba ada seorang budak hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan pada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sambil berkata: Wahai Nabi Allah! Do'akan semoga aku mati syahid.

Maka Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdoa, sedang kami mencium bau kasturi dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu Ahli Surga Wahai Rasulullah? Jawab Nabi: Ya benar. Ia seorang budak dari bani fulan. Abu Hurairah berkata: Mengapa engkau tidak membeli dan memerdekakannya wahai Nabi Allah? Jawab Nabi: Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, sedangkan Allah akan menjadikannya seorang Raja di Surga. Wahai Abu Hurairah! Sesungguhnya di surga itu ada raja dan orang-orang terkemuka, dan ini salah seorang Raja dan terkemuka. Wahai Abu Hurairah! Sesungguhnya Allah mengasihi, mencintai makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang kempes perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk kepada raja tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak akan diterima, bila tidak ada tidak dicari, bila hadir tidak dihiraukan, bila sakit tidak dijenguk, bahkan ia meninggal tidak dihadiri jenazahnya.

Para sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami wahai Rasulullah salah seorang dari mereka? Jawab Nabi: Uwais al-Qorany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak sedang dan selalu menundukkan kepalanya sambil membaca al-Qur'an, tidak terkenal di bumi tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh memohon sesuatu kepada Allah pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya berbekas. Wahai Umar dan Ali! Jika kamu bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya memohonkan ampun untukmu.

Kesimpulan,
Kunci masuk surga Allah adalah rendah hati (tawadhu'), Kunci masuk neraka Allah adalah bangga diri (sombong).

Referensi, Asy-Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atho'illah As-Sakandari, Kitab Al-Hikam, Pasal 11
(*)