Akibat Suplai Kedelai Kurang, Harga Tempe dan Tahu di Australia Akan Melonjak Naik

 
Akibat Suplai Kedelai Kurang, Harga Tempe dan Tahu di Australia Akan Melonjak Naik

LADUNI.ID, Kemarau yang berkepanjangan di Australia yang sebelumnya menyebabkan naiknya harga roti, susu dan daging, sekarang juga mempengaruhi harga kedelai, bahan utama untuk pembuatan tahu dan tempe.

Kekeringan di beberapa daerah yang menjadi pusat produksi kedelai menyebabkan produksi sangat berkurang, sementara permintaan semakin meningkat.

Menurut seorang pedagang kedelai, harga satu ton kedelai yang berkisar sekitar $AUD 400 sampai 500 (sekitar Rp 4 juta sampai Rp 5 juta) selama tiga tahun terakhir, sekarang naik menjadi Rp 15 sampai Rp 16 juta per ton.

Berdasarkan penjelasan seorang petani kedelai di negara bagian New South Wales, Shane Causley, saat ini harga satu ton kedelai di pasar internasional hanya sekitar Rp 4.5 juta, sementara harga kedelai Australia diperdagangkan sekitar Rp 10 juta per ton.

Selain diolah mejadi tahu dan tempe, makanan yang disukai oleh warga Asia di Australia, susu kedelai juga minuman yang semakin populer menjadi pengganti susu dari hewan, dan penelitian yang dilakukan Roy Morgan Research juga mengatakan bahwa minuman yang dibuat dati kedelai semakin popular dibandingkan minuman energi.

Naiknya harga ini karena produk kedelai di Australia yang terbatas karena kekeringan sementara permintaan terus meningkat.

Direktur Eksekutif Federasi Biji-bijian Australia, Nick Goddard mengatakan "Kita memproduksi kedelai relatif sedikit secara keseluruhan dalam tingkat dunia, namun di Australia banyak yang menggantungkan diri pada kedelai Australia, sangat terganggu dengan minimnya persediaan.".

"Kekeringan yang berkepanjangan memperparah keadaan."

Daerah yang memproduksi kedelai di Australia adalah di Riverina (NSW), di utara NSW dan juga di bagian selatan Queensland.

Lembaga pemantau menyebutkan di tahun 2017/2018 di kawasan New South Wales produksi kedelai mencapai 40 ribu ton, dan angka itu menurun menjadi 26 ribu ton di tahun 2018/2019.

Ini berarti produksi menurun sebanyak 18 persen.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kedelai di Australia, mereka yang membutuhkan bisa meminta ijin impor.,

Data yang diperoleh dari Departemen Pertanian Australia menunjukkan sudah adanya delapan ijin yang dikeluarkan untuk impor kedelai di tahun 2019 saja, sementara di tahun 2018 hanya tiga dan juga tiga di tahun 2017.

Perang dagang yang dilakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan China telah menyebabkan para petani kedelai di sana mencari pasar baru dan karenanya harga kedelai menurun.

Namun hampir 95 persen produksi kedelai AS adalah produk yang dimodifikasi secara genetika (GM), sementara mereka yang di Australia lebih menghendaki produk alami, dan bukan produk GM.

Nick Goddard juga mengatakan "Kedelai yang kami cari adalah yang non-GM, kalau bisa organik, dan jenis yang cocok untuk susu kedelai, tepung, tempe dan tahu.".