Keistimewaan Bulan Muharram, Apa Saja?

 
Keistimewaan Bulan Muharram, Apa Saja?
Sumber Gambar: istockphoto.com, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Kata Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Abu ‘Amr ibn Al ‘Alaa berkata, “Dinamakan bulan Muharram karena peperangan (jihad) diharamkan pada bulan tersebut”. Pada bulan ini Allah melarang hambanya untuk  melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. Seperti misalnya berperang. Kemuliaan bulan Muharram menurut KH. Sholeh Darat dalam kitab Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah “Bahwa awal Muharram itu adalah tahun barunya seluruh umat Islam. Adapun tanggal 10 Muharram adalah “Hari Raya” yang digunakan untuk bergembira dengan shadaqah.

Orang Jawa menyebut bulan Muharram dengan “Sasi Suro” dan terdapat peristiwa agung di dalamnya yang disebut “Bodo Suro”. Bagi masyarakat Muslim, Muharram memang menjadi momentum mulia karena menjadi bulan pembuka tahun baru. Seperti halnya "Suroan/suronan" yang menjadi tradisi bagi masyarakat jawa yang telah dikenal lama ada. Biasanya mereka melakukan pawai, atau arak-arakan dengan membawa hasil bumi untuk akhirnya dibagikan atau akhirnya menjadi rebutan masyarakat dalam rangka tasyakuran atau selametan. 

Di dalam kalender Hijriyah, bulan Muharram sendiri merupakan salah satu dari empat bulan yang mulia. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ (٣٦)

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (QS. At Taubah: 36)

Di dalam Tafsir Tahlili yang bersumber dari KEMENAG RI menyebutkan: Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menetapkan jumlah bulan itu dua belas, semenjak Dia menciptakan langit dan bumi. Yang dimaksud dengan bulan di sini ialah bulan Qamariah karena dengan perhitungan Qamariah itulah Allah menetapkan waktu untuk mengerjakan ibadah yang fardzu dan ibadah yang sunat dan beberapa ketentuan lain. Maka menunaikan ibadah haji, puasa, ketetapan mengenai 'iddah wanita yang diceraikan dan masa menyusui ditentukan dengan bulan Qamariah.

Di antara bulan-bulan yang dua belas itu ada empat bulan yang ditetapkan sebagai bulan haram yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab. Keempat bulan itu harus dihormati dan pada waktu itu tidak boleh melakukan peperangan. Ketetapan ini berlaku pula dalam syariat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai kepada syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Salah satu hikmah diberlakukannya bulan-bulan haram ini, terutama bulan Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam adalah agar pelaksanaan haji di Mekah bisa berlangsung dengan damai. Rentang waktu antara Zulkaidah dan Muharam sudah cukup untuk mengamankan pelaksanaan ibadah haji. Kalau ada yang melanggar ketentuan ini, maka pelanggaran itu bukanlah karena ketetapan itu sudah berubah, tetapi semata-mata karena menuruti kemauan hawa nafsu sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum musyrikin.

Biasanya orang-orang Arab amat patuh kepada ketetapan ini sehingga apabila seseorang terbunuh, baik saudara atau bapaknya bertemu dengan pembunuhnya pada salah satu bulan haram ini, maka dia tidak berani menuntut balas, karena menghormati bulan haram itu. Padahal orang Arab sangat terkenal semangatnya untuk menuntut bela dan membalas dendam. Itulah ketetapan yang harus dipenuhi, karena pelanggaran terhadap ketentuan ini sama saja dengan menganiaya diri sendiri, sebab Allah telah memuliakan dan menjadikannya bulan-bulan yang harus dihormati. Kecuali kalau kita dikhianati atau diserang pada bulan haram itu, maka dalam hal ini wajib mempertahankan diri dan membalas kejahatan. Firman Allah: Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup.

Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (al-Baqarah/2: 217) Ayat ini memerintahkan kepada kaum Muslimin agar memerangi kaum musyrikin karena mereka merusak perjanjian yang sudah disepakati dan memerangi kaum Muslimin. Mereka memerangi kaum Muslimin bukan karena balas dendam, fanatik kesukuan, atau merampas harta benda sebagaimana biasa mereka lakukan pada masa yang lalu terhadap kabilah lain, tetapi maksud utama adalah menghancurkan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan memadamkan cahayanya. Maka wajiblah bagi setiap muslim bangun serentak memerangi mereka sampai agama Islam itu tegak dan mereka hancur binasa. Hendaklah ditanamkan ke dalam dada setiap muslim semangat jihad serta tekad dan keyakinan bahwa mereka pasti menang karena Allah selamanya menolong orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.

Hari raya ini adalah untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan hari raya dengan shalat. Tetap hari raya dengan pakaian rapi dan memberikan makanan kepada para faqir. Semoga kita bisa memuliakan bulan Muharram dengan amal-amal kebaikan, dan menjauhkan diri dari pertikaian dan keburukan. Wallahu a'lam


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 19 Oktober 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

_____

Editor: Athallah hareldi