Vladimir Putin: Tindak Kekerasan Hanya Dilegalkan untuk Membela Diri

 
Vladimir Putin: Tindak Kekerasan Hanya Dilegalkan untuk Membela Diri

LADUNI.ID, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin bersama dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani menggelar pertemuan tinggi. Dalam pertemuan tersebut, Putin menyebutkan bahwa tindak kekerasan hanya dilegalkan untuk membela diri.

Hal tersebut disampaikan Putin dan dua pemimpin lainnya, dalam rangka memperingatkan operasi militer koalisi Arab Saudi di Yaman sejak perang sipil melanda negara tersebut pada 2015 lalu. Bahkan, dalam pertemuan itu, Putin juga menyerukan perdamaian di Yaman dengan mengutip ayat Al-Qur’an Surat Al Imran ayat 103.

"Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika mau dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya, kamu menjadi saudara," terang Putin di Ankara, seperti dilansir dari laman CNN Indonesia, Senin (16/9).

Seperti diketahui, perang sipil Yaman yang telah terjadi sejak 2015 lalu dilihat secara luas sebagai perang proxy antara Saudi dan Iran, dua kekuatan besar di Timur Tengah. Saudi selama ini membantu pemerintah Yaman untuk memberangus Houthi yang diduga disokong Iran.

Hingga hari ini, konflik sipil di Yaman telah merenggut puluhan ribu jiwa. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menganggap konflik yang telah berjalan selama empat tahun ini sebagai krisis kemanusiaan terburuk sepanjang sejarah.

Selain membicarakan situasi di Yaman, Putin, Rouhani, dan Erdogan turut membahas situasi di Suriah, terutama ketegangan di wilayah Idlib.

Di sisi lain, Rouhani menganggap diplomasi merupakan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan krisis di Suriah. Ia juga menyerukan Amerika Serikat untuk menarik pasukan dari timur laut Suriah. "Diplomasi dan bukan konfrontasi (militer) bisa mengamankan perdamaian di Suriah," terang Rouhani.

Pertemuan tinggi ketiga pemimpin itu digelar untuk menemukan solusi gencatan senjata abadi di Suriah menyusul baku tembak antara pasukan Suriah dan pemberontak yang didukung Turki di Deir Ezzor. Serangan tersebut mengakibatkan salah satu dari 12 pos pengamatan militer milik tentara Turki hancur.

"Kita berada dalam periode ketika kita perlu mengambil banyak tanggung jawab untuk prdamaian di Suriah, ketika kami (Turki, Iran, Rusia) perlu memikul beban lebih," ucap Erdogan, seperti dilansir dari laman Reuters.

Erdogan menuturkan ia, Putin, dan Rouhani sepakat bahwa solusi politik diperlukan demi mengakhiri krisis di Suriah. Meski begitu, ketiga pemimpin masih tidak satu suara terkait ancaman utama yang muncul di Suriah.

Erdogan menganggap ancaman utama di Suriah saat ini datang dari kelompok pemberontak Kurdi yang selama ini dianggap Turki teroris.

Sementara itu, Putin masih menganggap ancaman utama saat ini masih terkait sel-sel tidur ISIS.