Gus Ali Masyhuri: Senjata Dakwah Rasulullah adalah Kelembutan dan Kasih Sayang

 
Gus Ali Masyhuri: Senjata Dakwah Rasulullah adalah Kelembutan dan Kasih Sayang

LADUNI.ID | BALI

Perayaan Maulid Nabi SAW yang diadakan di Masjid Thoriqussalam Sanur Kauh (12/11), Mendatangkan KH. Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesantren Progresive Bumi Sholawat Sidoarjo. Dalam kesempatan malam itu Gus Ali, begitu beliau akrab dipanggil, mengatakan bahwa orang yang istiqomah membaca Sholawat dapat dipastikan hidupnya lebih bahagia dan barokah.

Kiai yang adalah salah seorang dari jajaran Syuriah PWNU Jatim itu mengingatkan para hadirin bahwa hari ini banyak orang kehilangan dirinya sendiri (tidak percaya diri). " Orang seperti ini pembawaannya pasti selalu mengeluh di setiap situasi hidupnya. Sangat bertolak belakang dengan pribadi Rasulullah SAW."

Selanjutnya Kiai Agoes Ali mengatakan, "Tidak ada gubahan sastra ataupun susunan kata yang bisa dibuat untuk menggambarkan keagungan Rasulullah SAW."

"Selain itu, Rasulullah SAW adalah satu-satunya pemimpin yang mampu mewujudkan tatanan masyarakat yg sejuk, aman, tentram, sejahtera,harmonis, adil, makmur," terusnya.

Kiai asal Sidoarjo ini kemudian mengungkapkan bahwa senjata yang digunakan Rasulullah dalam membangun tatanan masyarakat di Madinah waktu itu adalah  kesenangannya menyebar kelembutan dan kasih sayang terhadap seluruh masyarakat. tidak memandang segala perbedaan yang ada sebagai masalah.

"Rasulullah tidak pernah menyalah-nyalahkan orang, tidak pernah mengkafir-kafirkan umat lain. inget itu!," tegas Kiai pengasuh pondok Pesantren Progresiv Bumi Sholawat Sidoarjo itu.

Menurutnya, dakwah itu seperti senar gitar. jika terlalu kencang akan putus, sebaliknya jika terlalu kendur akan fals dan mudah lepas. Harus mampu menjadi harmoni.

"Acara Perayaan maulid seperti ini adalah khazanah kekayaan umat Islam Indonesia yang hari ini diadopsi oleh negara-negara Islam lain di dunia. Maka wajib kita lestarikan," ujarnya.

Menyinggung masalah ekonomi umat warga NU, Kiai Agoes Ali menyampaikan bahwa saat ini militansi warga NU dalam berjama'ah masih terbatas dalam amaliah-amaliah ibadah saja, seperti tahlilan, istighotsah, dan lainnya. Tapi belum begitu menyentuh urusan sosial duniawi.

"Jika semangat militansi berjama'ah ini juga menyentuh sisi sosial, maka tidak akan ada yang mengalami kesulitan ekonomi," katanya.