Memikirkan Sifat Jaiz Rasulullah SAW

 
Memikirkan Sifat Jaiz Rasulullah SAW

Oleh BAHRUDIN AHMAD

LADUNI.ID, Jakarta - Sebenarnya paling males kalau membuat tulisan panjang begini. Apalagi saya ini cuma Tukang Ojek Pangkalan yang lebih suka lucu-lucuan. Dan lagi, terlihat tidak cerdas kalau membuat status panjang-panjang. Sebab, pepatah Arab mengatakan: "Orang cerdas itu, ngomongnye sedikit, mikirnye yang banyak.”

Tapi biarlah kali ini saya berusaha tidak cerdas dengan menulis panjang. Semoga yang baca semakin bingung.

Begini, sejak kecil saya, atau mungkin juga kalian, diajarkan mengenai Aqaid 50 yang hingga detik ini masih sering saya dengar melalui puji-pujian menjelang adzan Magrib di masjid atau musholah kampung.

Dalam pujian Aqaid 50 kita diajarkan mengenal 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Begitu juga dengan 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul, dan 1 sifat jaiz bagi Rasul.

Mengapa ada 1 sifat jaiz bagi Rasul?

Ini penting kita ketahui, bahwa satu sifat jaiz yang ada pada Rasul merupakan bentuk اعراض البشرية atau sifat manusiawi. Hal ini, tak lain adalah sifat kemanusiaan yang melekat pada pribadi Nabi. Sebagai manusia biasa, nabi makan, minum, buang air kecil, buang air besar, tertawa, kadang bercanda, kadang bosan, kadang sedih, dan kadang gregetan. Sebagai lelaki, Nabi juga mempunyai rasa tertarik dengan perempuan.

Salah satu bentuk sifat jaiz pada Rasul adalah Nabi Muhammad pernah ketakutan luar biasa saat pertama kali didatangi malaikat Jibril di goa Hira. Saking takutnya, Nabi Muhammad menggigil lalu meminta Khadijah agar diselimuti. Al-Qur’an mengabadikan peristiwa ini dalam QS Al-Muzammil (Orang yang Berselimut).

Nabi Muhammad SAW pernah lupa hingga shalat Asar (konon Zuhur) menjadi hanya 2 rekaat. Lalu ia diingatkan sahabat dan segera menambah 2 rekaat kekurangannya ditambah sujud sahwi.

Sebagai manusia biasa, Nabi Muhammad SAW juga pernah sangat kelaparan hingga mengganjal perutnya dengan batu saat penggalian parit (perang khandaq/perang ahzab).

Nabi juga mengalami sakit, dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Nabi SAW pada saat usia 7 tahun Nabi Muhammad pernah mengalami sakit mata hebat (رمد شديد) yang sangat merepotkan kakek beliau. Penyakit mata ini menyebabkan mata merah dan keluar kotoran berwarna kuning kehijauan. Orang kampung menyebut penyakit ini belekan atau rembes.

Dalam Kitab المنهل العذب المورود شرح سنن أبي داود Juz 9, halaman 98 disebutkan:

ومنها ماذكره ابن الجوزى من انه صلى الله تعالى عليه وعلى آله وسلم أصابه رمد شديد سنة سبع من مولده فعولج في مكة فلم يفد العلاج

Disebutkan juga dalam kitab  إمتاع الأسماع بما للنبي صلى الله عليه وسلم من الأحوال والأموال والحفدة المتاع juz 1, halaman 14 :

ورمد عليه السلام في سنة سبع من مولده فخرج به عبد المطلب إلى راهب فعالجه وأعطاه ما يعالج به وبشر بنبوته

Sifat jaiz dan manusiawi ini tidak akan membuat derajat Nabi menjadi lebih rendah dan hina. Bahkan Allah SWT sengaja mengutus Nabi dan Rasul dari jenis manusia, bukan malaikat. Mengapa? Hal ini untuk menegaskan bahwa syariat yang dibawa memang ditujukan kepada manusia. Jika Nabi bisa menjalankan syariat, tentu manusia yang lain juga bisa, karena sama-sama manusia.

Pemahaman bahwa Nabi adalah manusia semacam ini penting untuk mendudukkan posisi Nabi/Rasul secara proporsional. Tetapi entah mengapa akhir-akhir ini banyak orang yang jadi lupa bahwa Nabi punya sifat jaiz: bahwa ia adalah manusia. Tentu tidak seperti manusia pada umumnya. Seperti tertulis dalam sebuah syair.

محمد بشر لا كالبشر :: بل هو كالياقوت بين الحجر

Bagi yang ingin membaca atau punya cita2 ekstrem mengkritik kitab ini, silakan donwload pada link di bawah ini GRATIS :

1. Kitab  إمتاع الأسماع بما للنبي صلى الله عليه وسلم من الأحوال والأموال والحفدة المتاع terdiri dari 15 juz.

2. Kitab المنهل العذب المورود شرح سنن أبي داود terdiri dari 10 juz.

Pesan Alm. Bang Mamat Tukang Kopi Pangkalan Ojek: "Ngomong agama mah kudu pake kitab (referensi), kalau cuma ngoceh ntar kabur-kaburan.. kagak jelas"

Terakhir, jika kalian tidak setuju dengan status ini, silakan aja dibantah tapi dengan referensi bukan dengan caci maki atau pun saling membenci. Bukankah kita ini bersaudara seperti yg diajarkan Nabi?