Kiai Agus Sunyoto: Orang Kaya dan Politisi Tidak Boleh Bicara Agama

 
Kiai Agus Sunyoto: Orang Kaya dan Politisi Tidak Boleh Bicara Agama

LADUNI.ID, Jakarta - Kata Kiai Agus Sunyoto: bagi masyarakat Jawa, orang kaya seperti pedagang dan pengusaha, tidak boleh bicara agama. Demikian juga politisi dan birokrasi. Bukan karena kapasitas kemampuan agama yang kurang, namun karena statusnya yang berkasta non-agamawan.

Satu-satunya kasta yang bisa diterima untuk bicara agama di tanah Jawa adalah Brahmana, seseorang yang kehidupannya jauh - baik menjauhkan diri atau dijauhkan - terhadap hal duniawi.

Bagi penduduk tanah Jawa, agama adalah urusan mulia yang hanya boleh diajarkan oleh mereka yang mulia. Dan bagi mereka status kemuliaan seseorang diukur dari seberapa jauh mereka dari urusan duniawi yang 'kotor'.

Jadi, bagi masyarakat Jawa, untuk bicara agama, memiliki ilmu saja tidak cukup. Namun dibutuhkan pula tauladan yang berakar dari konsistensi menjauhkan diri dari keburukan, yakni harta duniawi.

Itulah pula yang menyebabkan kegagalan Islam masuk ke tanah Jawa di fase penyebaran awal saat dibawa oleh para saudagar. Sebab bagi masyarakat Jawa, saudagar tidak pantas bicara agama, karena kehidupannya yang selalu ditujukan mencari harta dari jual beli.

Islam justru berhasil mengambil hati penduduk lokal Jawa setelah disebarkan oleh Wali Songo, sang Brahmana dalam Islam yang menguasai pengetahuan dan kealiman agama. 

Itulah pula yang menyebabkan gerakan Nahdlatul Ulama lebih berhasil dari pada gerakan pendahulunya Nahdlatut Tujjar. Sebabnya sama, karena bagi orang Jawa, para pedagang tak boleh bicara agama.

Seorang kiai muda yang menginisiasi ide konsolidasi Umat Islam di Asia Tenggara bilang padaku, para ulama yang merupakan ahli ilmu merupakan pewaris sah Nabi Muhammad SAW, yang harus membimbing peradaban Islam. Jangan sampai arah peradaban diserahkan pada seseorang yang selain ulama.

Kiai muda perokok Mild Mentol itu juga yang bilang, urusan ulama ini ngurusi peradaban yang jauh lebih besar dibanding Pilpres, Pilkada, Pilgub, apalagi hanya Pilihan Bupati. Makanya bagi para ulama, urusan politik itu urusan kecil yang tidak piroritas. Jadi, bagi ulama yang hidupnya sudah terjebak pada politik sejatinya sudah 'turun' dari jabatan mulianya, meminjam kata Kiaia Agus Sunyoto, sebagai Brahmana. Ia sudah turun jadi Ksatria seperti pemerintah yang ngurus negara atau bisa jadi Sudra seperti politisi dan pengusaha yang mencari keuntungan semata.

(Rozali Ahmad)