Biografi KH. Abdul Latif Madjid, Pengasuh Pesantren Kedunglo Al-Munadhodhoroh Kediri

 
Biografi KH. Abdul Latif Madjid, Pengasuh Pesantren Kedunglo Al-Munadhodhoroh Kediri
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru Beliau

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Menjadi Pengasuh Pesantren
3.2  Mendirikan Organisasi

4.    Teladan

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Abdul Latif Madjid lahir pada Jum’at Pahing, 15 Agustus 1952, di Kedunglo, Kecamatan Mojoroto, Kediri Jawa Timur. Beliau merupakan putra dari KH. Abdul Madjid Ma'roefmuallif atau pengarang Sholawat Wahidiyah. Beliau juga merupakan anak laki-laki tertua dari 14 bersaudara di dalam keluarga KH. Abdul Madjid Ma'roef dan istrinya Hj. Shofiyah.

Selama sembilan bulan berada dalam kandungan Ibu Nyai Hj. Shofiyah melakukan puasa sampai melahirkan putranya Kyai Abdul Latif Madjid. Beliau hidup di lingkungan keluarga yang taat beragama terlebih kedua orang tuanya sangat memperhatikan perkembangan keagamaan dan pendidikan anak-anaknya.

Kyai Abdul Latif Madjid tumbuh dewasa di lingkungan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh yang didirikan oleh kakenya KH. Mohammad Ma'roef. Sejak kecil beliau telah dipersiapkan oleh ayahnya (KH. Abdul Madjid) sebagai kader penerus bapaknya.

Masyarakat sekitar Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh mengenal KH. Abdul Latif Madjid dengan sebutan “Gus Latif”. Ketika beranjak remaja pun beliau sudah dikenal sebagai cendekiawan yang teguh menegakkan kebenaran dan beliau adalah pemuda yang senang bergaul dengan siapapun.

KH. Abdul Latif Madjid memiliki wajah yang sangat tampan kulitnya putih bersih dan bercahaya memancarkan aura ketaatan kepada Allah SWT, memiliki sifat santun dan sangat bijaksana dalam menghadapi siapapun, terkenal cerdas dan ber-IQ tinggi dan memiliki wibawa yang luar biasa.

1.2 Riwayat Keluarga
Pada usia 35 tahun KH. Abdul Latif Madjid menikah dengan Nyai Muanifah dari Blitar, kemudian karena ada beberapa masalah dalam pernikahannya beliau berpisah dengan Nyai Muanifah yang saat itu usia perkawinannya hanya beberapa hari saja.

Setelah berpisah KH. Abdul Latif Madjid menikah kembali dengan Ibu Hj. Sholihah yang merupakan santri Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh. Istrinya tersebut berasal dari kota Lumajang. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai empat anak, yakni:

  1. Agus Abdul Madjid Ali Fikri,
  2. Dr. Firdausul Makrifah,
  3. Tajul Mundir Wahidiyin,
  4. Ahmad Muhammad Mustofa Wahiduz Zaman.

1.3 Wafat
KH. Abdul Latif Madjid wafat pada tanggal 23 November 2020.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Semasa Kecil KH. Abdul Latif Madjid dibimbing oleh ayahnya untuk belajar dan menempuh pendidikan formal di SD Negeri Kelurahan Bandar Lor, Kota Kediri pada tahun 1960 M. Beliau menempuh pendidikan SD selama enam tahun dan selesai pada tahun 1965 M.

Setelah menempuh pendidikan di SD, beliau melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP pada tahun 1965 M. dan menyelesaikan jenjang ini selama 3 tahun. Sekolah ini tepatnya adalah SMP Negeri 4 Bandar Lor Kota Kediri. Di tempat ini, beliau lulus dengan predikat baik pada tahun 1968 M. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 2, Kota Kediri selama 3 tahun dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1971 M.

Tidak hanya menempuh pendidikan formal, KH. Abdul Latif Madjid juga menempuh pendidikan informal yang diberikan ayahnya secara langsung. Beliau mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh dan muallif Shalawat Wahidiyah.

Beliau belajar dengan ayahnya ketika sore hari ba’da 'Ashar. Di sini, beliau tidak hanya belajar agama, ayahnya juga memberikan ilmu tentang ide atau pemikiran mengenai jiwa kepemimpinan untuk kelak bisa menjadi seorang pemimpin yang bijaksana.

Selain pendidikan formal dan informal beliau juga melanjutkan pendidikan nonformal di salah satu tempat kursus Bahasa Inggris yang terkenal di Kota Kediri pada saat itu.

2.2 Guru Beliau
KH. Abdul Madjid Ma'roef (ayah)

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Menjadi Pengasuh Pesantren
Pengangkatan KH. Abdul Latif Madjid sebagai Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhodhoroh secara resmi dilaksanakan pada tanggal 08 Maret 1989. Pengangkatan tersebut berjalan dengan khidmat. Keputusan tersebut merupakan hasil musyawarah keluarga Almarhum KH. Abdul Madjid Ma’roef yang mana dalam musyawarah keluarga dihadiri oleh seluruh anggota keluarga dan semua telah menyetujuinya.

Hasil keputusan pengangkatan dibacakan oleh bapak AF. Badri selaku PSW (Pemimpin Sholawat Wahidiyah) Pusat Kedunglo Kediri saat itu. Berikut isi keputusannya :

“Perkenankanlah pada kesempatan yang haru ini, kami akan membacakan hasil keputusan musyawarah keluarga Almarhum tanggal 08 bulan Maret 1989, kurang lebih jam 02.00 WIB, setelah wafatnya beliau Almarhum KH. Abdoel Madjid Ma’roef, kepemimpinan secara umum baik untuk Pondok Pesantren Kedunglo maupun Penyiar Sholawat Wahidiyah adalah beliau Al-Mukarrom bapak KH. Abdul Latif Madjid."

“Sedangkan pengelolaan untuk Pondok Pesantren Kedunglo putri dibantu oleh Almukarromah ibu Dra. Nurul Isma Faiq. Untuk Pondok Pesantren putra Al-Mukarrom Agus Imam Yahya Malik dan beliau Al-Mukarrom Agus Abdul Hamid Madjid. Khusus beliau Al-Mukarrom Agus Abdul Hamid Madjid ada suatu pernyataan bahwa beliau di dalam mengelola Pondok Pesantren putra cukup sebagai pembantu.”

Itulah isi pidato singkat yang disampaikan bapak AF Badri selaku PSW Pusat Wahidiyah dalam membacakan keputusan hasil musyawarah keluarga tentang pengangkatan KH. Abdul Latif Madjid sebagai pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh.

3.2 Mendirikan Organisasi
KH. Abdul Latif Madjid Semasa remaja beliau sangat aktif membangun mental para remaja wahidiyah terutama para remaja di Kelurahan Bandar Lor sekitar Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh. Pada tahun 1971 M. beliau membentuk “jama’ah usbu'iyah remaja”. Jamaah ini dibentuk untuk menjalin silatuhrahmi dan remaja yang dibina pada saat itu menjadi orang-orang yang sukses.

Beliau pernah mendirikan perkumpulan Young Moral Concelling disingkat YMC (perbaikan moral kaum muda). YMC dibentuk pada tahun 1971 M. dengan tujuan mengajak generasi muda supaya memiliki moral yang baik dan meningkatkan moral kaum muda yang ada di Kota Kediri. Tidak hanya jamaah usbu'iyah dan YMC, beliau juga mendirikan perguruan bela diri “Jiwa Suci” di Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh pada tahun 1979 M.

Jiwa Suci ini merupakan kumpulan dari pendekar-pendekar dari berbagai perguruan, materi yang didapat dari berbagai aliran-aliran yang ada dan terdapat jurus-jurus baru yang diciptakan oleh guru-guru pencak silat melalui teknis pengajaran yang baru pula.

Kemudian dari perkumpulan itu beliau mengajak orang-orang untuk mendirikan pencak silat “jiwa suci”, di sisi lain karena beliau sebagai putra Mbah Yai Madjid pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh secara tidak langsung orang-orang tersebut ikut serta dalam mendirikan pencak silat “jiwa suci”.

Bahkan prestasi yang sangat diperhitungkan hingga pengikutnya sangat banyak adalah bahwa KH. Abdul Latif Madjid pernah sukses mengadakan takbir akbar yang diselenggarakan dalam rangka merayakan Idul Fitri yang diikuti oleh masyarakat se-Kota Kediri dan sekitarnya serta pemuda-pemuda se-Kota Kediri.

Kesuksesannya dalam mengadakan acara merupakan sebagai tanda bahwa beliau merupakan calon pemimpin yang sanggup menyatukan berbagai kalangan. Kegiatan ini dapat berjalan selama 4 tahun, setelah itu diambil alih oleh pemerintah daerah.
 

4. Teladan
KH. Abdul Latif Madjid mempunyai kepribadian yang menarik yang mirip dengan bapaknya (KH. Abdul Madjid Ma'roef). Beliau berbadan sedang dengan warna kulit putih bersih, berhidung mancung agak tumpul dan berbibir bagus agak lebar. Matanya cekung dengan kelopak dan pelipis mata ke dalam menunjukkan bahwa beliau seorang yang mempunyai pikiran yang tajam dan dalam.

Tangannya yang halus dan lembut selembut hatinya yang pemaaf. Beliau berjalan melangkah dengan pelan tapi pasti dengan sorot mata mengarah ke bawah terkadang beliau menoleh ke kiri atau kanan untuk melihat situasi dan kondisi sekitarnya.

Cara bicaranya tenang dan santun disertai senyum. Beliau berbicara dengan bahasa "Jawami Kalam" artinya kata-kata yang dituturkannya mengandung makna yang banyak, karena beliau mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu dengan ringkas dan padat.

Beliau juga mampu memberikan makna yang banyak dalam satu ucapan yang dituturkannya, jelas dan mudah dipahami, tidak lebih dan tidak kurang. Beliau juga sebagai pendengar yang baik karena memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepada orang yang berbicara kepadanya.

Dari segi penampilan, beliau terlihat sederhana. Pakaian yang dikenakan layaknya pegawai kantor pada umumnya, seperti kemeja dan batik yang menunjukkan kesan rapi. Beliau juga sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian badannya.

Dari cara berpenampilan inilah dapat menempatkan dirinya bergaul dan dekat dengan kalangan mana pun, mulai dari masyarakat sekitar, para santri, Kyai, hingga pejabat pemerintah. Ketika marah, beliau diam hanya roman mukanya sedikit berubah dan beberapa saat beliau bicara pertanda marahnya mulai mereda seolah tidak terjadi apa-apa.

Kharisma yang dimiliki sosok KH. Abdul Latif Madjid mempunyai pengaruh luar biasa yang bukan didasarkan atas kewenangan, melainkan atas persepsi para pengikut, bahwa pemimpin tersebut dikaruniai dengan kemampuan-kemampuan yang luar biasa.

Secara fisik, KH. Abdul Latif Madjid tidak terlihat seperti seorang Kyai pada umumnya. Dil uar rutinitasnya, penampilan KH. Abdul Latif Madjid berbeda lagi, atau dengan kata lain, penampilannya tersebut menyesuaikan keadaan. Selain gemar mengenakan celana jeans dan kaos, beliau banyak menghabiskan waktunya untuk riyadhoh (tidak tidur pada malam hari), waktu privasi hanyalah saat istirahat.

Selama bertahun-tahun selalu berputar keliling ke berbagai daerah kabupaten di Jawa Timur dan juga di luar Jawa bahkan sampai ke luar negeri untuk berdakwah dan menyiarkan Shalawat Wahidiyah. Para santri, pengamal Shalawat Wahidiyah atau pejabat pemerintah dapat menemui KH. Abdul Latif Madjid setiap hari Sabtu sampai dengan Kamis pada jam efektif kerja, dari pukul 08.00 hingga 02.00 di kantor Kesekretariatan Wahidiyah.

Beliau terkenal seorang ahli riyadhoh, tidak tidur pada malam hari dan justru digunakan untuk senantiasa taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Saat itu lah, diriwayatkan beliau memohon pertolongan dan mohon bimbingan serta mohon diberi ilmu laduni, ilmu yang tidak perlu belajar tapi mengetahui seluruh ilmu-ilmu yang ada dalam kitab-kitab kuning dan agar selalu bisa menjalankan amanah yang diembannya.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 15 Agustus 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 23 November 2023. 

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya